backup og meta
Kategori
Cek Kondisi

2

Tanya Dokter
Simpan

Awas, Makan Singkong Mentah Bisa Sebabkan Keracunan Sianida

Ditinjau secara medis oleh dr. Patricia Lukas Goentoro · General Practitioner · Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI)


Ditulis oleh Risky Candra Swari · Tanggal diperbarui 22/04/2022

    Awas, Makan Singkong Mentah Bisa Sebabkan Keracunan Sianida

    Masyarakat Indonesia tentu sudah tidak asing lagi dengan singkong. Beberapa daerah di Indonesia bahkan menjadikan singkong sebagai makanan pokok. Beragam makanan olahan singkong pun banyak ditemui. Namun, apakah ada manfaat makan singkong mentah? 

    Benarkah bahaya makan singkong mentah menyebabkan keracunan sianida? Cari tahu jawabannya dalam artikel ini.

    Apakah ada manfaat makan singkong mentah?

    Riset dari Frontiers in plant science (2017) menyarankan Anda untuk tidak memakan singkong mentah karena kandungan racun sianida di dalamnya yang bisa berakibat fatal.

    Penelitian lain menyebutkan bahwa singkong bisa menyerap racun tanah saat ditanam di daerah industri. Artinya, makan singkong mentah justru berbahaya ketimbang bermanfaat. 

    Meski ada bahaya makan singkong mentah dan yang ditanam di daerah industri, bukan berarti singkong itu tidak punya manfaat sama sekali. 

    Singkong merupakan sumber karbohidrat yang padat gizi dan tetap aman dikonsumsi asalkan sudah diolah atau dimasak terlebih dahulu. 

    Beberapa manfaat singkong di antaranya adalah sebagai berikut.

  • ​​Penambah energi. 
  • Mencegah sembelit.
  • Mengendalikan kadar gula darah.
  • Menjaga fungsi jaringan tubuh.
  • Mempertahankan elastisitas kulit.
  • Manfaat tersebut dihasilkan dari zat gizi yang terkandung di dalam singkong.

    Bahaya makan singkong mentah

    menangani keracunan sianida

    Singkong bisa berbahaya jika dikonsumsi mentah dan dalam jumlah yang terlalu banyak. Beberapa bahaya makan singkong mentah di antaranya adalah sebagai berikut. 

    1. Memicu keracunan sianida

    Singkong mentah menghasilkan sianida dalam bentuk senyawa glikosida sianogenik yang dinamakan linimarin.

    Kandungan senyawa glikosida sianogenik pada singkong memang ada dalam jumlah yang sangat kecil dan relatif tidak beracun. 

    Namun, proses pencernaan yang terjadi di dalam tubuh manusia bisa mengurain senyawa ini menjadi hidrogen sianida. Ini adalah salah satu bentuk racun sianida yang paling beracun.

    Racun tersebut akan menghambat kerja sitokrom c oksidase, yakni enzim yang berfungsi mengikat oksigen untuk memenuhi kebutuhan pernapasan sel-sel tubuh. 

    Jika enzim tersebut tidak bekerja karena dihambat oleh racun sianida, sel-sel tubuh Anda akan mengalami kematian.

    2. Menyebabkan gangguan kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah)

    Makan singkong mentah bisa berakibat buruk karena menyebabkan penyakit jantung dan pembuluh darah. Hal ini juga dipicu oleh keracunan sianida.

    Annals of the New York Academy of Sciences (2016) mencatat makan singkong mentah meningkatkan tekanan pembuluh darah dan tekanan darah di dalam otak, sistem pernapasan, dan sistem susunan saraf pusat.

    Tidak hanya itu, penelitian juga menyebutkan racun sianida menyebabkan gangguan sistem endokrin.

    Jika singkong dimakan dalam jumlah banyak, ditambah dengan pengolahan yang tidak benar, ini akan meningkatkan risiko keracunan sianida yang mengganggu fungsi tiroid dan saraf. 

    Kondisi itu tidak hanya menyebabkan kelumpuhan dan kerusakan organ, tetapi juga bisa berakibat fatal seperti kematian.

    3. Orang dengan gizi buruk lebih rentan keracunan

    Orang yang memiliki status gizi buruk dan asupan protein rendah cenderung lebih rentan mengalami keracunan sianida akibat makan singkong terlalu sering dan dalam jumlah banyak. 

    Inilah sebabnya mengapa keracunan sianida akibat terlalu banyak makan singkong menjadi perhatian yang lebih besar bagi mereka yang tinggal di negara berkembang. 

    Pasalnya, banyak orang di negara-negara berkembang menderita kekurangan protein dan bergantung pada singkong sebagai sumber utama kalori mereka.

    4. Meningkatkan risiko kanker

    Singkong bisa menyerap bahan kimia berbahaya dari tanah, seperti arsenik dan kadmium, terutama saat singkong ditanam di daerah industri.

    Hal ini tercatat dalam riset yang diterbitkan dalam Environmental Science and Pollution Research. Kandungan tersebut juga merupakan pemicu kanker. 

    Akibatnya, mereka yang bergantung pada singkong sebagai makanan pokok berisiko lebih tinggi terhadap penyakit kanker.

    Cara mengolah singkong mentah dengan benar

    Cara sehat makan singkong

    Umumnya singkong aman untuk dikonsumsi asalkan diolah dengan cara yang tepat dan dikonsumsi dalam jumlah yang sedang.

    Anda juga lebih banyak mendapatkan manfaatnya daripada manfaat makan singkong mentah. Berikut ini beberapa cara mengolah singkong agar lebih aman dikonsumsi.

    1. Kupas kulitnya

    Pertama-tama kupas kulit singkong secara keseluruhan karena sebagian besar senyawa penghasil sianida terkandung di kulit singkong.

    2. Rendam

    Rendam singkong dalam air selama 2 – 3 hari sebelum dimasak dan dimakan. Ini dilakukan untuk mengurangi jumlah bahan kimia berbahaya yang dikandungnya.

    3. Masak sampai matang

    Karena bahan kimia berbahaya ditemukan di singkong mentah, sangat penting untuk memasaknya sampai benar-benar matang.

    Ada berbagai metode memasak yang bisa Anda coba, mulai dari direbus, dipanggang, ataupun dibakar.  

    4. Tambahkan protein

    Menyajikan olahan singkong dengan beberapa jenis makanan tinggi protein bisa sangat bermanfaat karena protein membantu membersihkan tubuh dari racun sianida.

    Anda bisa menyajikan olahan singkong dengan segelas susu atau parutan keju. Selain protein, Anda bisa menambahkan asupan makanan lainnya agar mendapatkan gizi seimbang.

    Bahaya makan singkong mentah lebih besar dan fatal akibatnya dibandingkan manfaat makan singkong mentah.

    Oleh karena itu, olah atau masak dulu singkong sebelum mengonsumsinya. Anda juga sebaiknya membatasi porsi untuk memakan singkong.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Patricia Lukas Goentoro

    General Practitioner · Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI)


    Ditulis oleh Risky Candra Swari · Tanggal diperbarui 22/04/2022

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan