backup og meta

Stunted-Obesity, Anak Stunting Berisiko Alami Obesitas

Stunted-Obesity, Anak Stunting Berisiko Alami Obesitas

Masalah gizi buruk di Indonesia kian genting. Selain stunting atau gangguan pertumbuhan pada anak, kasus obesitas anak dan remaja ikut meningkat. Anak yang stunting rupanya bisa mengalami obesitas, kondisi ini disebut dengan stunted-obesity atau stunting-obesitas.

Namun, bagaimana stunting bisa mengarah pada obesitas? Pasalnya, keduanya merupakan masalah gizi buruk yang bertolak belakang.

Simak lebih jauh untuk mengetahui kaitan antara stunting dan obesitas.

Apa itu stunting-obesitas (stunted-obesity)?

nutrisi untuk anak stunting

Stunting-obesitas (stunted-obesity) adalah obesitas yang terjadi pada anak stunting. Agar lebih memahami kondisi ini, Anda perlu mengetahui kapan anak mengalami stunting dan obesitas. 

Stunting adalah gangguan pertumbuhan yang disebabkan oleh kekurangan energi dan zat gizi kronis. Kondisi ini menyebabkan pertumbuhan anak terhambat.

Namun, bukan berarti tubuh yang pendek sama dengan stunting. Anak yang stunting memiliki tinggi badan yang lebih rendah dari kisaran tinggi badan normal di usianya. 

Anak yang stunting memiliki hasil pengukuran panjang atau tinggi badan menurut umur -2 SD (standar deviasi). SD merupakan standar internasional yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan anak. 

Sementara itu, obesitas adalah penumpukan lemak berlebih. Berdasarkan klasifikasi WHO, orang dewasa dikatakan obesitas apabila memiliki IMT (Indeks Massa Tubuh) ≥ 25.

Anak-anak dikategorikan obesitas apabila hasil pengukuran berat badan menurut umur berada pada +3 SD (standar deviasi).

Baik stunting maupun obesitas merupakan permasalahan gizi yang serius.

Hasil Studi Status Gizi Indonesia tahun 2021 memperlihatkan tingginya persentase balita yang mengalami stunting, yakni 24,4 persen.

Di sisi lain, data Riset Kesehatan Dasar 2018 menunjukkan tren kasus obesitas, usia anak 15 tahun lebih dan dewasa 18 tahun lebih, yang naik di Indonesia, dari 31% menjadi 21,8 persen.

Nah, obesitas bisa dialami oleh anak yang stunting. Hal ini berkaitan dengan perubahan metabolisme tubuh yang berdampak pada ketidakseimbangan energi.

Apa penyebab stunting-obesitas pada anak?

Stunting yang dialami pada usia dini mengakibatkan ketidakcukupan energi dan zat gizi dalam waktu lama.

Tubuh anak yang stunting pun jadi kekurangan IGF-1 (insulin-like growth factor). Hormon IGF-1 memiliki peran penting dalam mengatur fungsi hormon-hormon pertumbuhan. 

Hal ini menyebabkan anak stunting memiliki permasalahan dalam pembentukan otot, pertumbuhan tinggi badan, serta pemecahan dan oksidasi lemak. 

Penelitian dalam The American Journal of Clinical Nutrition (2000) mengungkapkan bahwa anak stunting memiliki RQ (respiratory quotient) yang lebih tinggi dan rendahnya oksidasi lemak.

Artinya, tubuh anak stunting kesulitan memecah lemak dan menggunakannya sebagai energi. 

Akibatnya, tubuh lebih banyak menggunakan karbohidrat sebagai sumber energi daripada lemak.

Tubuh yang tidak bisa mengoksidasi lemak secara maksimal bisa mengakibatkan penimbunan lemak dalam tubuh. 

Penumpukan lemak yang terus berlanjut bisa mengarah pada kelebihan berat badan hingga obesitas.

Memang terdapat risiko bagi anak stunting untuk mengalami overweight. Hal ini berhubungan dengan perubahan metabolisme yang drastis pada anak stunting, yakni 1,7 – 7,7 kali lebih besar dari anak dengan status gizi normal.

Selain itu, penelitian yang dilaksanakan di Afrika Selatan, dalam South African Medical Journal (2016), menyatakan bahwa anak stunting mempunyai kecenderungan untuk obesitas.

Penyebab kenapa anak stunting bisa mengalami obesitas juga dipengaruhi oleh faktor risiko obesitas, yakni kurangnya aktivitas fisik, konsumsi makanan yang tinggi lemak dan karbohidrat, dan kebiasaan makan makanan cepat saji. 

Apabila stunted-obesity tidak segera ditangani, anak sangat berisiko mengalami bahaya obesitas seperti diabetes, penyakit jantung, dan hipertensi.

Dampak stunting-obesitas tidak hanya terjadi dalam waktu yang singkat, tetapi juga dalam waktu yang cukup panjang, bahkan hingga dewasa nantinya. 

Bagaimana pencegahan stunted-obesity pada anak?

cara mengatasi anak makan diemut

Fokus utama dari pencegahan stunting-obesitas ialah mencegah terjadinya stunting pada anak.

Pemerintah telah mengeluarkan peraturan presiden nomor 72 tahun 2018 mengenai percepatan penurunan stunting.

Program ini  menargetkan penurunan prevalensi stunting menjadi 14% pada tahun 2024. 

Kementerian Kesehatan RI memberikan beberapa rekomendasi untuk masyarakat terkait pencegahan stunted-obesity pada anak.

1. Pemenuhan gizi ibu hamil

Rekomendasi yang pertama adalah memenuhi kebutuhan gizi selama kehamilan.

Pastikan untuk melakukan konsultasi dengan dokter, bidan, dan ahli gizi di fasilitas kesehatan terdekat untuk memantau pemenuhan kebutuhan gizi serta perkembangan janin. 

2. ASI eksklusif

Rekomendasi pencegahan stunting dan obesitas selanjutnya yaitu pemberian ASI eksklusif hingga bayi berumur 6 bulan.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengungkapkan peran penting ASI dalam memenuhi kebutuhan gizi bayi. 

Kandungan ASI sangat mudah diserap oleh bayi dan kaya akan protein. Salah satu jenis proteinnya adalah taurin yang berperan dalam pembentukan jaringan otak bayi. 

Protein yang terkandung di dalam ASI pun tidak menyebabkan alergi. Terlebih, pemberian ASI eksklusif bisa mengurangi risiko obesitas. 

3.  MPASI sehat

Bayi yang berusia lebih dari 6 bulan memerlukan makanan pelengkap ASI (MPASI) untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi yang semakin meningkat.

Lakukan anjuran pemberian MPASI sesuai dengan umur dan tahap pergantian tekstur makanan. Untuk informasi lebih lanjut, Anda bisa membaca pedoman MPASI oleh IDAI.

4. Memantau tumbuh kembang anak

Posyandu dan klinik anak menyediakan pelayanan yang membantu orang tua untuk memantau tumbuh kembang anak.

Pelayanan yang diberikan antara lain melakukan penimbangan, pemberian vitamin A, hingga imunisasi. 

Dengan begitu, Anda bisa mengetahui status gizi anak apakah mengalami stunting, obesitas, atau cukup sehat.

Di samping itu, penting untuk menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan. Lingkungan yang kotor rentan menyebabkan penyakit, salah satunya adalah diare.

Pasalnya, faktor risiko dominan penyebab stunting adalah diare kronis. Maka dari itu, pastikan lingkungan bersih dan terapkan kebiasaan hidup sehat.

Demikian ulasan mengenai stunting-obesitas pada anak. Apabila kesulitan menentukan menu makanan yang bergizi lengkap untuk anak, Anda bisa berkonsultasi kepada dokter spesialis anak.

[embed-health-tool-bmi]

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.

Wicaksono, R. A., Arto, K. S., Mutiara, E., Deliana, M., Lubis, M., & Batubara, J. R. L. (2021). Risk factors of stunting in Indonesian children aged 1 to 60 months. Paediatrica Indonesiana, 61(1), 12-9.

Yasmin, G., Kustiyah, L., & Dwiriani, C. M. (2019). Stunted Children has higher risk of overweight: A study on children aged 6-12 years in eight provinces in Indonesia. Pak J Nutr, 18(5), 455-63.

Atsu, B. K., Guure, C., & Laar, A. K. (2017). Determinants of overweight with concurrent stunting among Ghanaian children. BMC pediatrics, 17(1), 1-12.

Symington, E. A., Gericke, G. J., Nel, J. H., & Labadarios, D. (2016). The relationship between stunting and overweight among children from South Africa: Secondary analysis of the national food consumption survey-Fortification baseline I. South African Medical Journal, 106(1), 65-69.

Hoffman, D. J., Sawaya, A. L., Verreschi, I., Tucker, K. L., & Roberts, S. B. (2000). Why are nutritionally stunted children at increased risk of obesity? Studies of metabolic rate and fat oxidation in shantytown children from Sao Paulo, Brazil. The American journal of clinical nutrition, 72(3), 702-707.

Sawaya, A. L., Grillo, L. P., Verreschi, I., Carlos da Silva, A., & Roberts, S. B. (1998). Mild stunting is associated with higher susceptibility to the effects of high fat diets: studies in a shantytown population in Sao Paulo, Brazil. The Journal of nutrition, 128(2), 415S-420S.

Sawaya, A. L., Martins, P. A., Grillo, L. P., & Florencio, T. T. (2004). Long-term effects of early malnutrition on body weight regulation. Nutrition reviews, 62(suppl_2), S127-S133.

SSGI. (2021). Buku Saku Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Tingkat Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota Tahun 2021. https://drive.google.com/file/d/1p5fAfI53U0sStfaLDCTmbUmF92RDRhmS/view 

WHO. (2020). The Asia-Pacific Perspective: Redefining Obesity and Its Treatment. https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/206936/0957708211_eng.pdf?sequence=1&isAllowed=y

PROMKES KEMKES. (2019). Pencegahan Stunting pada Anak. https://promkes.kemkes.go.id/pencegahan-stunting

P2PTM. (2018). Epidemi Obesitas. http://p2ptm.kemkes.go.id/dokumen-ptm/factsheet-obesitas-kit-informasi-obesitas

RISKESDAS. (2018). Hasil Utama RISKESDAS 2018. https://kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_519d41d8cd98f00/files/Hasil-riskesdas-2018_1274.pdf

IDAI. (2013). Nilai Nutrisi Air Susu Ibu. https://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/nilai-nutrisi-air-susu-ibu

Versi Terbaru

01/02/2023

Ditulis oleh Meidista Eka Putri Bintari Iriandi

Diperbarui oleh: Abduraafi Andrian


Artikel Terkait

Meski Tampak Sama, Ini Perbedaan Overweight dan Obesitas

Intip 5 Cara Orangtua Mengelola Obesitas pada Anak


Ditulis oleh

Meidista Eka Putri Bintari Iriandi

Gizi dan Dietetik · None


Tanggal diperbarui 01/02/2023

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan