backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan

7 Bahan Pengawet Makanan Alami, Sehat dan Aman Dikonsumsi

Ditinjau secara medis oleh dr. Patricia Lukas Goentoro · General Practitioner · Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI)


Ditulis oleh Satria Aji Purwoko · Tanggal diperbarui 07/09/2023

    7 Bahan Pengawet Makanan Alami, Sehat dan Aman Dikonsumsi

    Agar makanan bertahan lama, Anda tentunya bisa melakukan sejumlah metode pengawetan dengan sejumlah bahan-bahan alami. Lantas, apa saja daftar bahan pengawet makanan alami yang tersedia di dapur? Simak ulasannya berikut ini.

    Daftar bahan pengawet makanan alami

    Pengawet makanan merupakan salah satu zat aditif atau bahan tambahan pangan yang bermanfaat untuk mencegah makanan tidak cepat busuk.

    Selain pengawet makanan buatan yang umumnya terdapat dalam makanan kemasan, terdapat pengawet makanan alami yang lebih sehat.

    Bahan pengawet makanan alami akan membantu mencegah pembusukan makanan akibat mikroba, seperti jamur, ragi, dan bakteri.

    Berikut ini adalah sejumlah pengawet makanan alami dan cara kerjanya dalam menjaga kesegaran makanan.

    1. Garam

    aturan pemberian garam untuk diabetes

    Selain menambah cita rasa makanan, garam bermanfaat untuk mengawetkan makanan, seperti asinan, ikan asin, atau telur asin.

    Sebagai pengawet makanan alami, garam menghambat pertumbuhan mikroba dengan cara menarik molekul air di dalam makanan. Proses ini juga dikenal sebagai osmosis.

    Hal ini akan mengurangi kadar air dalam makanan sehingga bakteri sulit untuk berkembang biak. 

    Sayangnya, garam tidak mampu mencegah pertumbuhan semua mikroba.

    Garam hanya bisa mencegah pembusukan makanan yang disebabkan oleh bakteri Clostridium perfringens dan Clostridium botulinum.

    Di samping itu, menggunakan garam berlebihan sebagai bahan pengawet alami bisa merusak rasa makanan dan berisiko bagi kesehatan.

    2. Gula

    Sama seperti garam, gula juga memiliki sifat osmosis yang bisa mengurangi kadar air dalam makanan. Hal ini membatasi pertumbuhan mikroba dan menjaga kesegaran makanan.

    Namun, gula umumnya hanya bekerja efektif untuk mengawetkan makanan dalam kondisi kedap air, seperti dalam toples tertutup.

    Pengawetan gula pada wadah terbuka dapat menarik kelembapan di lingkungan sekitarnya. Hal ini malah memicu pertumbuhan mikroba.

    Contoh penggunaan gula sebagai pengawet alami adalah pada manisan buah.

    Untuk menjaga manisan basah tetap segar, buah akan dicampurkan dengan sirup gula. Setelah itu, manisan buah disimpan di dalam toples.

    Sementara untuk mengawetkan manisan kering, buah perlu dimasak dengan gula sampai gula mengkristal dan tekstur buah mengeras.

    3. Cuka

    Cuka merupakan produk hasil dari fermentasi gula, salah satunya adalah cuka apel yang berasal dari olahan sari buah apel.

    Asam asetat dalam cuka dapat bertindak sebagai pengawet makanan alami yang menurunkan keasaman (pH) sehingga menghambat pembusukan makanan.

    Menurut sebuah artikel dalam Applied and Environmental Microbiology, asam asetat akan memperlambat pertumbuhan berbagai bakteri, ragi, dan jamur pada makanan.

    Menambahkan cuka ke dalam bahan makanan, misalnya acar, dapat membantu menjaga kesegaran dan menambah cita rasanya. 

    4. Bawang putih

    manfaat bawang putih untuk telinga

    Sebagai salah satu bahan bumbu dasar, bawang putih umumnya tersedia di dapur rumah Anda.

    Bawang putih memiliki sejumlah keunggulan, termasuk kandungan senyawa antimikroba yang membantu melawan pertumbuhan bakteri pada makanan.

    Sebuah penelitian dari Kansas Academy of Science melakukan pengujian untuk mengetahui pertumbuhan bakteri Salmonella dan E. coli pada daging ayam.

    Penelitian ini menunjukkan ekstrak bawang putih pada daging ayam terbukti mampu melawan pertumbuhan bakteri selama disimpan di dalam kulkas.

    Untuk menggunakannya sebagai pengawet makanan alami, Anda bisa menambahkan satu atau beberapa siung bawang putih ke dalam hidangan.

    5. Cabai

    Cabai biasa dan cabai rawit tentu menghasilkan sensasi pedas saat Anda konsumsi. Makanan pedas diketahui dapat melawan bakteri dan membuat makanan segar lebih lama.

    Sifat antibakteri dari cabai ini terbukti efektif untuk menekan pertumbuhan bakteri, seperti Vibrio cholerae, Staphylococcus aureus, dan Salmonella typhimurium.

    Pengujian lebih lanjut juga menemukan bahwa kandungan senyawa alkaloid, flavonoid, polifenol, dan sterol pada cabai memiliki sifat antimikroba.

    Anda bisa menambahkan cabai dalam makanan untuk mendapatkan sensasi pedas dan mengawetkan makanan lebih lama.

    6. Lemon

    Buah lemon memiliki kandungan asam sitrat yang berfungsi sebagai pengawet makanan alami. 

    Kandungan asam organik ini umumnya memiliki tingkat keasaman (pH) antara 3 hingga 6 yang tergolong aman untuk Anda konsumsi.

    Menambahkan asam sitrat ke dalam makanan dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang memicu proses pembusukan.

    Umumnya, kebanyakan orang akan menambahkan air perasan lemon pada daging atau ikan agar lebih tahan lama saat disimpan di dalam kulkas.

    7. Rosemary

    Selain sebagai penyedap untuk daging steik, kandungan antioksidan dalam rosemary memiliki manfaat dalam mengawetkan makanan.

    Dua kandungan dalam ekstrak rosemary, yakni asam rosmarinic dan asam carnosic, diketahui dapat menghambat oksidasi lemak dan minyak yang menimbulkan bau busuk.

    Maka dari itu, Anda bisa menambahkan taburan rosemary saat mempersiapkan daging atau makanan lain untuk memperpanjang umur simpannya.

    Kesimpulan

    • Ada beberapa bahan yang bisa dimanfaatkan sebagai pengawet alami: garam, gula, cuka, bawang putih, cabai, lemon, dan rosemary.
    • Tergantung dari teknik penyimpanan, pengawet alami ini bisa mempertahankan kesegaran bahan pangan dalam hitungan minggu atau bulan.
    • Proses pengawetan secara alami mungkin memengaruhi kandungan gizi dalam makanan. 

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Patricia Lukas Goentoro

    General Practitioner · Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI)


    Ditulis oleh Satria Aji Purwoko · Tanggal diperbarui 07/09/2023

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan