backup og meta

Victim Mentality, Selalu Melihat Diri Sendiri sebagai Korban

Victim Mentality, Selalu Melihat Diri Sendiri sebagai Korban

Saat menghadapi masalah, Anda mungkin pernah tanpa sadar menempatkan diri sebagai korban. Hal ini dilakukan sebagai cara untuk memperoleh simpati dari orang lain dan menghindari tanggung jawab. Hati-hati jika Anda sering melakukannya, sebab bisa jadi Anda sedang terjebak dalam victim mentality.

Apa itu victim mentality?

ciri-ciri victim mentality

Victim mentality adalah sikap atau pola pikir seseorang yang cenderung melihat dirinya sebagai korban dari suatu keadaan atau tindakan orang lain.

Orang dengan pola pikir ini pun umumnya tidak mengakui atau mengambil tanggung jawab atas hal-hal yang mereka lakukan sebelumnya.

Mentalitas korban atau juga disebut victimhood ini bisa menyebabkan sejumlah perilaku negatif.

Hal ini termasuk sering menyalahkan orang lain, tidak bertanggung jawab atas tindakan sendiri, serta merasa paling tidak berdaya dan selalu merasa putus asa.

Victim mentality sangat berkaitan erat dengan perilaku playing as the victim atau playing victim.

Tindakan ini dilakukan dengan menempatkan diri sebagai korban untuk berbagai alasan, mulai dari mendapatkan simpati, perhatian, dan bahkan kekuasaan.

Seseorang yang playing victim mungkin membesar-besarkan atau mengarang situasi mereka untuk membuat dirinya seakan-akan teraniaya.

Victim mentality vs playing victim

Meski saling berkaitan, victim mentality dan playing victim punya perbedaan yang mendasar.
  • Victim mentality: pola pikir yang membuat seseorang melihat dirinya sebagai korban dari suatu keadaan atau tindakan orang lain.
  • Playing victim: tindakan untuk menggambarkan diri sendiri sebagai korban demi mendapatkan simpati dan perhatian orang lain.

Ciri-ciri orang dengan victim mentality

Kebanyakan orang mungkin tidak yakin bahwa dirinya memiliki victim mentality. Untuk membantu Anda memahami kondisi ini, berikut ini beberapa tanda yang dapat Anda perhatikan.

  • Sering menyalahkan orang lain, situasi, maupun faktor eksternal lain atas masalah yang Anda alami.
  • Tidak mau mengakui peran dan tanggung jawab atas masalah yang telah Anda perbuat.
  • Merasa kurang percaya diri dan memiliki harga diri (self-esteem) yang rendah.
  • Memiliki pikiran negatif pada diri sendiri dan orang lain sehingga sering merasa bahwa hidup Anda tidak adil.
  • Sangat manipulatif untuk mencari simpati orang lain dengan menceritakan pengalaman tentang menjadi korban dalam berbagai situasi.
  • Tidak mampu mengubah situasi dan bahkan tidak memiliki kontrol atas kehidupan Anda.
  • Sulit menerima saran atau dukungan yang membangun dari orang lain karena merasa lebih nyaman dalam peran Anda sebagai korban.
  • Cenderung bergaul dengan orang lain yang juga suka menyalahkan orang lain.

Sebagian besar orang bisa mengalami mentalitas korban hanya sesekali dalam situasi tertentu. Hal ini wajar dan bukanlah pertanda gangguan psikologis.

Namun, lain halnya bila pola pikir ini muncul secara terus-menerus sehingga memengaruhi perilaku dan mengganggu kehidupan Anda.

Apabila Anda mengenali ciri-ciri di atas pada diri sendiri atau orang lain, penting untuk mencari cara mengubah pola pikir tersebut menjadi lebih positif.

Penyebab victim mentality

cara menghilangkan trauma

Studi dalam jurnal Personality and Individual Differences (2020) menganggap victim mentality sebagai tipe kepribadian yang disebut Tendency for Interpersonal Victimhood (TIV).

Tipe kepribadian TIV diartikan sebagai perasaan terus-menerus bahwa diri sendiri merupakan korban dalam berbagai jenis hubungan antarpribadi atau intrapersonal.

Mentalitas korban mungkin timbul akibat kondisi atau gangguan mental lainnya. Berikut ialah beberapa penyebab victim mentality yang perlu Anda ketahui.

1. Trauma masa lalu

Orang yang pernah mengalami trauma, seperti pelecehan, pengabaian, pengkhianatan, atau kekerasan, berkemungkinan lebih besar untuk memiliki mentalitas korban.

Mereka kemungkinan membentuk pikiran negatif ini sebagai mekanisme koping (coping mechanism) untuk menghadapi situasi yang menyebabkan stres.

2. Harga diri yang rendah

Seseorang dengan harga diri yang rendah (low self-esteem) memiliki kecenderungan untuk melihat diri mereka sendiri sebagai korban.

Pandangan negatif secara terus-menerus mengenai kemampuan diri sendiri membuat mereka merasa tidak layak untuk sukses dan bahagia.

3. Gaya keterikatan (attachment style) yang tidak aman

Umumnya, orang dengan gaya keterikatan yang tidak aman memiliki kesulitan dalam menjalin hubungan. Mereka juga lebih berisiko membentuk victim mentality.

Orang tersebut kerap melihat dunia sebagai tempat yang berbahaya dan tidak bisa diprediksi.

Pada akhirnya, mereka selalu hidup dengan perasaan rendah diri, tidak pantas untuk dicintai, sulit memercayai orang lain, dan bahkan takut akan penolakan.

Cara mengatasi victim mentality

Berikut ini adalah beberapa langkah sederhana yang bisa Anda lakukan untuk mencegah dan menghilangkan victim mentality dalam diri sendiri. 

1. Kenali pemicunya

Pertama-tama, cobalah bertanya, “Apa hal-hal yang cenderung membuat saya merasa seperti korban?” untuk mengetahui penyebab munculnya pola pikir ini.

Setelah mengetahui pemicunya, Anda bisa mencari cara untuk menghindari pikiran tersebut atau membentuk mekanisme koping yang lebih sehat.

2. Tantang pikiran negatif Anda

Saat Anda berpikir dengan cara negatif, tanyakan pada diri sendiri, “Apakah adil untuk menyalahkan orang lain?” atau, “Apakah saya benar-benar putus asa?”

Berpikiran negatif terus-menerus bisa membuat Anda terjebak dalam pola pikir ini. Beranjaklah dari zona nyaman dan coba tantang pikiran Anda bila Anda ingin melakukan perubahan.

3. Fokus pada hal-hal positif

Memang amat mudah untuk terjebak dalam victim mentality ketika menghadapi masalah sehari-hari. Akan tetapi, penting juga untuk terus fokus terhadap hal-hal positif. 

Siapkan jurnal dan tulislah daftar hal-hal yang Anda syukuri pada hari itu, baik hal besar atau kecil.

Lakukan juga langkah-langkah sederhana lain untuk membentuk pola pikir positif, seperti sering tersenyum dan menghabiskan waktu dengan orang-orang positif.

4. Bangun rasa tanggung jawab

asuransi kesehatan untuk freelancer

Mulailah dengan bertanggung jawab atas tindakan yang Anda lakukan. Ini artinya, Anda mulai mencoba untuk mengambil peran dalam situasi atau masalah yang sedang dihadapi.

Sebagai contoh, ketika Anda mendapatkan teguran akibat terlambat menyelesaikan pekerjaan, coba jelaskan alasan yang mendasarinya kepada atasan Anda.

Dengan memberikan alasan yang sebenar-benarnya, atasan Anda dapat lebih memahami Anda. Ia mungkin bisa memberikan saran yang membantu Anda agar Anda lebih fokus dan tidak menunda pekerjaan.

5. Coba lakukan self-care

Pastikan Anda menerapkan self-care, yaitu beragam upaya untuk merawat diri Anda secara fisik dan mental. Hal ini umumnya mencakup makan sehat, cukup tidur, dan olahraga secara teratur. 

Selain itu, mulailah meluangkan waktu untuk melakukan kegiatan yang membantu Anda bersantai serta menghilangkan stres.

Memperkuat komunikasi dengan orang lain di sekitar dan meningkatkan ibadah juga membantu mengurangi pikiran negatif yang berujung pada victim mentality.

Pada kasus yang parah, mentalitas korban dapat membuat Anda berisiko mengalami depresi dan kecemasan. Kondisi ini juga bisa menyebabkan masalah pada kesehatan fisik, hubungan, dan karier.

Oleh karena itu, jangan ragu untuk meminta bantuan dari psikolog dan psikiater. Keduanya bisa menentukan saran yang tepat bagi Anda untuk menghadapi masalah ini.

Kesimpulan

  • Victim mentality adalah pola pikir yang melihat diri sendiri sebagai korban atas situasi atau tindakan orang lain tanpa mengakui tanggung jawab pribadi.
  • Ciri-ciri orang dengan victim mentality yaitu menyalahkan orang lain, merasa tidak berdaya, selalu mencari simpati, dan sulit menerima dukungan yang membangun.
  • Untuk mengatasinya, Anda bisa memulainya dengan mengenali pemicunya, menantang pikiran negatif, membangun rasa tanggung jawab, dan melakukan self-care.
  • Jika diperlukan, mintalah bantuan profesional seperti psikolog atau psikiater untuk menghadapi permasalahan ini.

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.

What is Your Attachment Style? (2019). PsychAlive. Retrieved July 24, 2023, from https://www.psychalive.org/what-is-your-attachment-style/

How Do You Cope? (2023). Semel Institute for Neuroscience and Human Behavior. Retrieved July 24, 2023, from https://www.semel.ucla.edu/dual-diagnosis-program/News_and_Resources/How_Do_You_Cope

Orloff, J., & Ma, L. (2012). Strategies to deal with victim mentality. Psychology Today. Retrieved July 24, 2023, from https://www.psychologytoday.com/us/blog/emotional-freedom/201210/strategies-deal-victim-mentality

Gabay, R., Hameiri, B., Rubel-Lifschitz, T., & Nadler, A. (2020). The tendency for interpersonal victimhood: The personality construct and its consequences. Personality and Individual Differences, 165, 110134. https://doi.org/10.1016/j.paid.2020.110134

Gollwitzer, M., Süssenbach, P., & Hannuschke, M. (2015). Victimization experiences and the stabilization of victim sensitivity. Frontiers in psychology, 6, 439. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2015.00439

Versi Terbaru

26/07/2023

Ditulis oleh Satria Aji Purwoko

Ditinjau secara medis oleh dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.

Diperbarui oleh: Ilham Fariq Maulana


Artikel Terkait

Ini Tanda-Tanda Anda Butuh Konsultasi Psikologi

Benarkah Sering Berbicara Sendiri Tanda Gangguan Mental?


Ditinjau secara medis oleh

dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.

General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)


Ditulis oleh Satria Aji Purwoko · Tanggal diperbarui 26/07/2023

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan