Ada banyak alasan mengapa wanita memilih untuk melajang atau hidup sendiri seumur hidupnya. Di antara beberapa alasan tersebut, androphobia mungkin menjadi salah satunya.
Berbeda dengan alasan melajang karena sulit menemukan pria yang tepat atau punya tipe pasangan ideal yang terlalu rumit, androphobia perlu diatasi karena bisa berdampak buruk pada kualitas hidup seseorang.
Lantas, kondisi seperti apa yang dimaksud dengan androphobia? Berikut ulasannya.
Apa itu androphobia?
Androphobia adalah ketakutan yang berlebihan terhadap laki-laki atau pria. Ini merupakan kebalikan dari gynophobia atau ketakutan berlebih pada wanita.
Ketakutan berlebih karena androphobia akan membuat seseorang berusaha menghindari berbagai situasi yang mungkin melibatkan laki-laki di dalamnya.
Itulah alasan mengapa androphobia bisa memengaruhi kualitas hidup seseorang, seperti pekerjaan, sekolah, atau lingkungan sosial.
Androphobia bisa dialami oleh siapa saja. Akan tetapi, berbagai penelitian menunjukkan bahwa kondisi ini lebih sering dialami seorang wanita.
Seseorang dengan fobia sebenarnya sadar bahwa ketakutan yang mereka rasakan tidak wajar, tetapi tetap tidak mampu mengendalikannya.
Apa saja tanda dan gejala androphobia?
Sebagaimana fobia pada umumnya, androphobia merupakan bentuk dari gangguan kecemasan. Oleh karena itu, cemas dan ketakutan merupakan ciri khas pada seseorang dengan kondisi ini.
Selain menimbulkan rasa takut, androphobia biasanya disertai berbagai gejala fisik berikut.
- Jantung berdebar cepat (palpitasi).
- Dada sesak.
- Mual.
- Gemetar.
- Gagap atau kesulitan berbicara.
- Otot tegang.
- Pusing.
- Keringat berlebih.
Anak-anak yang mengalami androphobia biasanya akan berteriak, menangis, atau mencoba bersembunyi saat bertemu dengan laki-laki.
Gejala androphobia bisa muncul ketika seseorang bertemu, berinteraksi, atau bahkan sekedar memikirkan laki-laki.
Ketakutan tersebut bahkan bisa muncul ketika mereka bertemu laki-laki yang tidak menunjukkan perilaku mencurigakan sekalipun.
Apa penyebab androphobia?
Sampai saat ini, penyebab fobia belum diketahui secara pasti. Akan tetapi, beberapa kondisi berikut dinilai bisa menjadi faktor penyebab seseorang mengalami androphobia.
- Punya pengalaman buruk, seperti mengalami kekerasan fisik atau pelecehan yang dilakukan oleh laki-laki.
- Terdapat anggota keluarga atau orang terdekat yang memiliki androphobia atau kondisi sejenisnya.
- Tinggal di sekitar orang yang memiliki pengalaman buruk terhadap pria.
- Gangguan fungsi otak yang berhubungan dengan kemampuan merespons rasa takut.
- Terlalu sering mendengar pengalaman buruk mengenai laki-laki dari keluarga atau teman.
- Punya gangguan mental, seperti PTSD atau gangguan bipolar.
- Kerap bertemu pria yang mengintimidasi.
Diagnosis fobia terhadap pria
Untuk menegakkan diagnosis terhadap fobia, dokter akan mengajukan pertanyaan tentang gejala yang dirasakan pasien serta riwayat kesehatan pribadi dan keluarganya.
Menurut laman Cleveland Clinic, seseorang bisa dikatakan memiliki androphobia jika memenuhi kriteria berikut.
- Rasa takut berlebih pada laki-laki terjadi secara terus-menerus selama setidaknya enam bulan.
- Gejalanya hampir selalu muncul ketika ia berada di dekat pria atau memikirkannya.
- Kecemasan atau ketakutan membuanya menghindari situasi yang mungkin dihadiri pria.
- Perasaan takut dan cemas tidak sesuai dengan bahaya sebenarnya.
Ingat, diagnosis fobia hanya bisa dilakukan oleh ahli kesehatan, seperti psikolog. Alih-alih melakukan self-diagnosis, segeralah ke psikolog jika Anda merasakan gejalanya.
Bagaimana cara mengatasi androphobia?
Psikolog atau dokter akan membantu seseorang dengan androphobia untuk mengendalikan pikiran, perasaan, dan reaksinya terhadap laki-laki sehingga kualitas hidupnya bisa membaik.
Berikut adalah beberapa cara mengatasi fobia yang bisa disesuaikan dengan kondisi Anda.
1. Terapi perilaku kognitif
Cognitive behavioral therapy atau terapi perilaku kognitif adalah metode pengobatan yang bertujuan untuk mengubah pola pikir dan mengatur respons seseorang ketika berhadapan dengan pemicu fobia.
Bagi seseorang yang memiliki peristiwa traumatis, cara ini dapat membantunya dalam menghadapi kenangan buruk tersebut.
2. Terapi pemaparan (eksposur)
Selama sesi terapi pemaparan, psikolog akan memaparkan foto, rekaman suara, hingga video laki-laki secara bertahap. Setelah itu, pasien akan diajak bertemu dengan laki-laki secara langsung.
Jenis psikoterapi ini diharapkan bisa mengubah pola pikir pasien secara bertahap dan membuatnya bisa berinteraksi dengan laki-laki dalam kehidupan sehari-hari.
3. Obat-obatan
Sebenarnya, tidak ada obat yang secara pasti bisa menyembuhkan fobia. Pemberian obat biasanya akan disesuaikan dengan gejala yang muncul.
Sebagai contoh, dokter dapat memberikan obat penenang untuk mengurangi kecemasan yang dialami pasien.
Dokter juga dapat meresepkan beta blocker untuk mengatasi jantung berdebar atau efek hormon adrenalin lainnya yang muncul ketika pasien mengalami ketakutan.
4. Pengobatan alternatif
Di samping menjalani pengobatan medis, ada pula cara nonmedis yang dapat dilakukan untuk mengatasi fobia.
Psikolog mungkin mengajurkan teknik relaksasi, misalnya dalam bentuk teknik pernapasan dalam, yoga, atau latihan relaksasi otot.
Dokter atau psikolog mungkin juga menyarankan pasien untuk berolahraga atau menjalani aktivitas fisik secara rutin untuk meningkatkan kesejahteraan mentalnya.
Fobia bukanlah kondisi yang bisa disepelekan karena bisa mengganggu kualitas hidup seseorang yang mengalaminya, begitu pun dengan androphobia.
Apabila Anda merasa mengalami ketakutan yang berlebihan terhadap laki-laki dan ini mulai berdampak pada kehidupan Anda, jangan ragu untuk mengunjungi psikolog atau psikiater bila perlu.
Kesimpulan
- Androphobia adalah jenis fobia yang membuat seseorang memiliki ketakutan ekstrem pada laki-laki.
- Tidak diketahui secara pasti apa penyebabnya. Akan tetapi, kondisi ini telah dikaitkan dengan beberapa faktor, seperti trauma terhadap pria, riwayat gangguan mental, atau tinggal dengan seseorang yang memiliki kondisi serupa.
- Kondisi ini bisa diatasi dengan berbagai metode, seperti terapi perilaku kognitif, terapi pemaparan, atau pemberian obat-obatan yang disesuaikan dengan gejalanya.