Orang yang sering melukai diri sendiri atau self-harm bisa saja menunjukkan keinginan atau perilaku mencoba bunuh diri. Sayangnya, kebiasaan ini sering ditutupi pelakunya sehingga orang lain tidak bisa dilihat secara kasat mata.
Ditinjau secara medis oleh dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H. · General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)
Orang yang sering melukai diri sendiri atau self-harm bisa saja menunjukkan keinginan atau perilaku mencoba bunuh diri. Sayangnya, kebiasaan ini sering ditutupi pelakunya sehingga orang lain tidak bisa dilihat secara kasat mata.
Self-harm adalah suatu kondisi ketika seseorang menyakiti dirinya sendiri dengan sengaja. Ini dilakukan sebagai cara untuk menghadapi perasaan, situasi, atau pengalaman traumatis yang mereka alami.
Beberapa perilaku yang dapat disebut melukai diri sendiri meliputi memotong atau membakar kulit, membenturkan kepala ke tembok, hingga minum racun atau obat lebih banyak daripada yang diresepkan.
Jenis perilaku ini sangat terkait dengan kecenderungan bunuh diri di masa depan. Maka dari itu, penting untuk segera menanganinya terlebih bila hal ini berulang kali terjadi.
Meski siapa saja bisa melakukan self-harm, beberapa kelompok yang lebih berisiko tinggi melakukan kebiasaan ini adalah mereka yang:
Orang yang melukai diri sendiri sulit dibedakan dari orang lain dalam sekilas saja. Bahkan, teman atau kenalan dekat Anda bisa saja menyembunyikan kebiasaan tersebut.
Tindakan ekstrem ini dilakukan karena berbagai alasan. Untuk memahami orang yang menyakiti diri sendiri, Anda mungkin bisa melihat tanda-tanda berikut ini.
Pada umumnya, kasus self-harm terjadi saat seseorang menghadapi situasi atau perasaan yang sangat sulit. Orang yang melakukannya juga mungkin menyadari bahwa tindakan ini berbahaya.
Meski begitu, masih banyak juga yang tidak menyadari bahwa melukai diri sendiri bukan cara terbaik untuk mengelola situasi atau perasan tersebut.
Mereka justru berpikir melukai diri sendiri merupakan satu-satunya jalan yang bisa ditempuh. Berikut ini beberapa alasan utama mengapa pikiran tersebut dapat muncul.
Saat dilanda berbagai persoalan hidup, benak Anda biasanya akan menjadi sangat penuh dengan bisikan maupun hal-hal yang bersifat negatif.
Self-harm sering dilakukan sebagai sarana untuk membantu mengalihkan perhatian dari hal-hal yang membuat mereka sering kepikiran pada pengalaman yang tidak mengenakkan.
Dengan menyakiti diri sendiri, orang tersebut dapat memadamkan sebentar suara-suara yang mengganggu dan mengalihkan pikirannya.
Saat berhadapan dengan situasi yang begitu menekan, setiap orang punya cara yang berbeda untuk melampiaskan kecemasan atau ketegangan tersebut.
Sebagian orang mungkin memilih untuk bercerita pada orang terdekat atau melampiaskannya dengan olahraga atau hobi. Akan tetapi, ada juga yang justru menyakiti diri sendiri.
Hal ini dilakukan agar mereka bisa melepaskan stres tanpa harus menyakiti orang lain, hewan peliharaan, atau merusak barang-barang di sekitarnya.
Seseorang yang memiliki trauma psikologis berat bisa menjadi mati rasa. Kejadian yang begitu menyakitkan ini juga bisa memicu disosiasi yang terjadi di luar kesadarannya.
Disosiasi adalah suatu keadaan saat seseorang menghapus ingatan akan suatu peristiwa traumatis, misalnya pada kasus pelecehan seksual. Ini bisa membuat dirinya hampa, kosong, dan tidak berharga.
Dengan menyakiti diri sendiri, orang tersebut akan mengingat kembali rasa sakit yang pernah menyerangnya. Rasa sakit ini menjadi pengingat bahwa ia masih hidup dan bisa merasakan sesuatu layaknya manusia lain.
Sering kali orang-orang yang melakukan self-harm tidak benar-benar ingin menyakiti diri sendiri atau bunuh diri. Akan tetapi, mereka biasanya memiliki masalah dalam berkomunikasi.
Mereka tidak paham cara mengomunikasikan perasaan negatif. Akibatnya, dipilihlah self-harm sebagai bentuk komunikasi pada orang lain bahwa dirinya sedang melalui masa-masa yang sulit dan membutuhkan pertolongan.
Biasanya orang tersebut akan dengan sengaja memberi petunjuk bagi orang terdekat bahwa ia melakukan tindakan berbahaya tersebut. Misalnya, menunjukkan luka atau membiarkan darah berceceran di kamar agar orangtuanya tahu ia melukai diri sendiri.
Korban kekerasan, baik itu emosional, fisik, maupun seksual, sering merasa disalahkan dan direndahkan. Secara tidak sadar, mereka jadi rendah diri dan merasa pantas disalahkan.
Dalam benaknya, orang tersebut harus mendapat hukuman saat melakukan kesalahan, bahkan saat pelaku kekerasan tidak mengetahui kesalahan yang mereka perbuat.
Sebagai bentuk hukuman, beberapa orang akan menyakiti diri sendiri, seperti dengan sengaja tidak makan, membenturkan kepala, atau menyayat diri.
Sama halnya seperti orang-orang yang kecanduan nikotin dalam rokok, alkohol, atau obat-obatan, mereka yang sering menyakiti diri sendiri melakukannya untuk mencari kepuasan semata.
Beberapa orang merasa senang dan bersemangat setelah melihat darahnya sendiri maupun merasakan sensasi fisik yang sangat kuat.
Pada akhirnya, pandangan yang keliru ini lama-kelamaan dapat mengarah pada kecanduan.
Menurut buku Self-Harm: Longer-Term Management (2012), orang yang melakukan self-harm 50–100% lebih mungkin meninggal dunia akibat bunuh diri dalam beberapa tahun ke depan daripada mereka yang tidak melakukannya.
Segera kunjungi dokter atau spesialis kesehatan mental, seperti psikolog atau psikiater untuk mendapatkan penanganan yang tepat terkait kondisi yang dialami.
Adapun, penanganan self-harm umumnya melibatkan kompinasi psikoterapi dan obat-obatan seperti berikut.
Terdapat beberapa pendekatan melalui psikoterapi atau terapi psikologis guna membantu orang yang memiliki kebiasaan melukai diri sendiri. Berikut beberapa di antaranya.
Dokter atau spesialis kesehatan mental mungkin meresepkan obat-obatan tertentu, terlebih bila orang tersebut juga didiagnosis mengalami stres atau skizofrenia.
Beberapa obat-obatan, seperti antidepresan, antikecemasan, atau antipsikotik, akan membantu mengendalikan kondisi tersebut.
Selain itu, Anda juga dapat menemukan cara untuk mencegah atau mengalihkan perhatian dari keinginan untuk menyakiti diri sendiri saat melewati masa-masa sulit.
Hal ini bisa ditempuh dengan melakukan hobi penghalau stres, mendengarkan musik, berolahraga, dan melakukan yoga atau meditasi untuk mengurangi kecemasan.
Catatan
Hello Health Group tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.
Ditinjau secara medis oleh
dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.
General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)
Tanya Dokter
Punya pertanyaan kesehatan?
Silakan login atau daftar untuk bertanya pada para dokter/pakar kami mengenai masalah Anda.
Ayo daftar atau Masuk untuk ikut berkomentar