Kehamilan seharusnya menjadi salah satu momen paling membahagiakan dalam hidup seorang wanita, tapi bagi banyak perempuan, masa-masa kehamilan adalah waktu yang membingungkan, menakutkan, penuh stres, dan bahkan depresi.
Depresi merupakan gangguan suasana hati (mood) yang mempengaruhi 1 dari 4 wanita di satu titik kehidupan mereka, jadi tidak mengherankan jika penyakit ini juga dapat menyerang ibu hamil.
Depresi postpartum — depresi yang melanda ibu setelah melahirkan bayi — atau baby blues mungkin jauh lebih dikenal, tetapi gangguan mood selama kehamilan itu sendiri lebih banyak terjadi pada ibu hamil daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Depresi selama kehamilan seringnya tidak terdiagnosis dengan benar karena orang-orang berpikir bahwa gejala yang ditunjukkan hanya bentuk lain dari perubahan hormon — yang normal terjadi selama masa kehamilan.
Karena itu, penyedia layanan kesehatan mungkin akan cenderung kurang tanggap untuk menyelidiki kondisi kejiwaan ibu hamil, dan seorang ibu hamil mungkin akan merasa malu untuk mendiskusikan kondisi yang ia alami.
Sebanyak 33 persen ibu hamil menunjukkan gejala depresi dan gangguan kecemasan, namun hanya 20 persen dari mereka yang mencari pertolongan.
Kurang memadainya perawatan depresi pada ibu hamil akan berbahaya bagi sang ibu dan si jabang bayi dalam kandungan.
Depresi adalah penyakit klinis yang bisa diobati dan dikelola; Bagaimanapun, penting mencari bantuan dan dukungan terlebih dahulu.
Mungkin akan sulit untuk mendiagnosis depresi selama kehamilan karena beberapa gejala depresi bisa tumpang tindih dengan gejala klasik kehamilan, seperti perubahan nafsu makan, tingkat energi, konsentrasi, atau pola tidur.
Normal untuk mengkhawatirkan beberapa perubahan dalam diri demi keselamatan kehamilan, tetapi jika Anda mengalami gejala persisten dari depresi dan/atau gangguan kecemasan selama dua minggu atau lebih, terutama hingga Anda tidak dapat berfungsi secara normal, segera cari bantuan.
Tanda dan gejala depresi selama kehamilan, termasuk:
Dan mungkin diikuti oleh gejala gangguan kejiwaan lainnya, termasuk:
Gangguan kecemasan umum
Obsessive-Compulsive disorder:
Serangan panik:
Dokter Anda dapat mencari tahu apakah gejala Anda disebabkan oleh depresi atau sesuatu yang lain.
Walaupun tingkat kejadian akurat depresi pada ibu hamil di Indonesia belum diketahui secara pasti. Namun, depresi pada ibu hamil, dikenal juga sebagai depresi antenatal, mempengaruhi 10-15 persen wanita pada umumnya.
Di Amerika Serikat, dikutip dari American Pregnancy Association, menurut data The American Congress of Obstetricians and Gynecologists (ACOG), sekitar 14-23 persen wanita berjuang dengan beberapa tanda dan gejala depresi selama kehamilan.
Wanita dengan faktor risiko di bawah ini memiliki peluang rentan terhadap depresi.
Siapapun bisa mengalami depresi, tetapi tidak ada penyebab tunggalnya.
Wanita yang mengalami depresi selama kehamilan memiliki risiko lebih besar terhadap depresi pasca-melahirkan.
Risiko pada bayi dalam janin dari ibu yang mengalami depresi atau kecemasan selama hamil, termasuk berat lahir rendah, kelahiran prematur (sebelum 37 minggu), skor APGAR rendah, dan gangguan pernapasan dan gelisah.
Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa depresi yang melanda ibu hamil juga akan turun kepada janinnya.
Dilansir dari Kompas, penelitian dalam jurnal JAMA Psychiatry menunjukkan bahwa perempuan yang mengalami depresi selama kehamilan akan menurunkan peningkatan risiko deresi pada anak mereka saat dewasa nanti.
Rebecca M. Pearson, Ph.D, dari University of Bristol di Inggris, beserta tim penelitinya menggunakan data lebih dari 4.500 pasien dan anak mereka dalam sebuah studi komunitas.
Peneliti menyimpulkan bahwa anak-anak yang lahir dari ibu yang mengalami depresi selama kehamilan, rata-rata, 1,5 kali lebih rentan untuk mengalami depresi saat mereka berusia 18 tahun.
Sementara risiko keturunan genetik bisa menjadi satu penjelasan potensial, Pearson mengatakan bahwa konsekuensi fisiologis depresi yang dialami ibu dapat masuk ke dalam plasenta dan mempengaruhi perkembangan otak janin.
Temuan ini memiliki dampak penting untuk sifat dan ketepatan waktu dari intervensi medis guna mencegah depresi menurun pada anak di kemudian hari.
Mengobati tanda dan gejala depresi selama kehamilan sesegera mungkin, terlepas dari latar belakang penyebab, adalah langkah yang paling efektif, menurut studi tersebut.
Peneliti berpandangan, faktor berbeda mungkin terlibat dalam depresi sebelum dan sesudah kehamilan. Pada depresi pasca-melahirkan, faktor lingkungan seperti dukungan sosial memiliki efek besar dalam penyembuhan.
Perawatan seperti terapi perilaku-kognitif — jenis terapi berbicara tatap muka — telah terbukti membantu wanita hamil dengan depresi tanpa risiko efek samping yang mungkin timbul dari obat-obatan psikoaktif.
Penyedia layanan kesehatan profesional harus menyadari dan sigap untuk mendukung wanita.
Depresi selama kehamilan sama pentingnya dengan depresi pasca melahirkan, dan harus segera ditangani sedini mungkin bukan hanya guna mencegah supaya deresi tidak berlanjut setelah kelahiran.
Hello Health Group tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.
Tanya Dokter
Punya pertanyaan kesehatan?
Silakan login atau daftar untuk bertanya pada para dokter/pakar kami mengenai masalah Anda.
Ayo daftar atau Masuk untuk ikut berkomentar