Sebagai salah satu cara memantau kondisi janin di dalam kandungan, ibu hamil perlu melakukan skrining. Tes skrining bisa dilakukan selama trimester pertama, kedua, maupun ketiga.
Ditinjau secara medis oleh dr. Nurul Fajriah Afiatunnisa · General Practitioner · Klinik Chika Medika
Sebagai salah satu cara memantau kondisi janin di dalam kandungan, ibu hamil perlu melakukan skrining. Tes skrining bisa dilakukan selama trimester pertama, kedua, maupun ketiga.
Skrining kehamilan hanya digunakan untuk mencari tahu ada tidaknya kondisi tertentu yang berisiko bagi janin. Maka, setiap ibu hamil bisa memiliki tes tambahan atau tes diagnostik jika ditemukan risiko pada janin.
Lantas, tes seperti apa yang perlu dijalani ibu hamil? Simak informasi berikut!
Skrining pertama kehamilan umumnya dilakukan untuk memastikan keberadaan janin.
Pemeriksaan kehamilan di awal kehamilan juga penting untuk mengetahui risiko kelainan genetik, seperti Down syndrome.
Berikut adalah beberapa skrining yang kerap dilakukan di awal kehamilan.
USG merupakan tes mendasar pada setiap kehamilan. Skrining yang memanfaatkan gelombang suara ini akan memberikan gambaran seputar posisi dan bentuk janin.
Selain itu, USG juga akan membantu melihat ada tidaknya risiko janin mengalami cacat lahir dengan mengamati struktur dan organ.
Anda setidaknya bisa melakukan dua jenis USG seperti berikut.
Kedua jenis USG tersebut dapat dilakukan sejak janin berusia 11 minggu. Jika ditemukan risiko pada janin, dokter umumnya menyarankan diagnostic test, misalnya dengan chorionic villus sampling (CVS).
Pemeriksaan darah di awal kehamilan dilakukan untuk mengukur keberadaan pregnancy-associated plasma protein-A (PAPP-A) dan hormon human chorionic gonadotropin (hCG).
Protein dan hormon tersebut diproduksi oleh plasenta di awal kehamilan. Pengukuran yang tidak normal berarti bahwa ada risiko kelainan janin.
Selain itu, tes darah sebagai skrining kehamilan juga bisa digunakan untuk mengetahui ada tidaknya penyakit menular pada janin yang disebut TORCH atau toksoplasma, others atau penyakit lain (termasuk HIV, sifilis, dan campak), rubella, cytomegalovirus, dan herpes simplex.
Dengan menggunakan DNA janin dalam darah ibu hamil, dokter akan melihat apakah janin berisiko mengalami kelainan kromosom.
Perlu diingat bahwa tes yang bisa dilakukan sejak janin berusia 10 bulan ini tidak bersifat diagnostik. Maka, jika hasilnya tidak normal, dokter akan menyarankan tes lain untuk memastikan kondisi janin.
NIPS umumnya hanya disarankan pada kehamilan dengan risiko tinggi atau saat nilai USG NT tidak normal.
Sepanjang trimester kedua, ibu hamil akan mendapat screening darah tambahan, dan tes lain yang dapat disesuaikan dengan kondisi Ibu dan janin.
Berikut adalah beberapa screening yang umum dilakukan pada trimester kedua kehamilan.
Sesuai namanya, AFP merupakan tes darah untuk mengukur kadar alfa-fetoprotein dalam darah ibu hamil. AFP adalah protein yang diproduksi oleh hati janin. AFP akan masuk darah ibu hamil melalui plasenta janin.
Laman Stanford Medicine Children’s Health menyebutkan bahwa skrining AFP pada ibu hamil dapat mendeteksi risiko beberapa kelainan seperti berikut.
Tes skrining kehamilan yang juga disebut dengan multiple marker test ini bisa dilakukan sejak janin berusia 15 minggu.
Meski tidak memiliki diabetes sebelum hamil, selama kehamilan Anda lebih berisiko mengalami salah satu jenis diabetes yang disebut diabetes gestasional.
Jika tidak ditangani, diabetes gestasional bisa menimbulkan komplikasi pada janin. Oleh karena itulah, skrining kadar gula darah dibutuhkan selama kehamilan.
Situs Nemours Kids Health menyebutkan bahwa pemeriksaan kadar glukosa perlu dilakukan satu jam setelah Anda minum cairan manis.
Skrining ini umumnya dilakukan saat janin berusia 24–28 minggu. Skrining gula darah bisa dilakukan lebih dini dalam kondisi tertentu, misalnya pada ibu hamil dengan obesitas.
Skrining kehamilan yang umum dilakukan saat trimester kedua berikutnya adalah amniosentesis.
Tes ini dilakukan dengan cara mengambil sampel cairan ketuban untuk memeriksa kelainan kromosom, gangguan genetik, hingga cacat tabung saraf.
Namun, tidak semua ibu hamil wajib melakukan amniosentesis. Tes ini hanya ditujukan bagi ibu hamil dengan risiko tinggi atau memiliki kondisi seperti berikut.
Skrining group B streptococcus (GBS) merupakan tes yang kerap dilakukan saat kehamilan memasuki trimester tiga.
Jenis skrining ini dilakukan untuk memeriksa ada tidaknya infeksi group B streptococcus (GBS).
Bakteri yang dapat ditemukan di Miss. V, mulut, hingga saluran pencernaan ini sebenarnya tidak berbahaya bagi ibu hamil, tetapi dapat menyebabkan infeksi serius pada bayi baru lahir.
Skrining GBS dilakukan dengan cara mengusap Miss. V dan rektum ibu hamil saat usia kehamilan memasuki 35–37 minggu.
Ibu hamil yang positif terinfeksi GBS akan diberi antibiotik selama proses persalinan untuk mengurangi risiko infeksi pada bayi baru lahir.
Mengingat berbagai tes di atas hanya bersifat skrining, maka ikuti petunjuk dokter jika Anda disarankan untuk melakukan pemeriksaan tambahan.
Dengan mengetahui kondisi janin yang berisiko sedini mungkin, diharapkan dokter bisa memberikan penanganan terbaik.
Disclaimer
Hello Health Group tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.
Tanya Dokter
Punya pertanyaan kesehatan?
Silakan login atau daftar untuk bertanya pada para dokter/pakar kami mengenai masalah Anda.
Ayo daftar atau Masuk untuk ikut berkomentar