Meski sampai saat ini belum ditemukan di Indonesia, pemerintah terus waspada terkait keberadaan virus Marburg dan penyebarannya. Terlebih pada 21 Maret lalu, WHO menerima laporan delapan kasus baru penyakit Marburg di Tanzania dengan lima kematian.
Supaya bisa tetap waspada, cari tahu informasi lengkap terkait infeksi virus Marburg melalui uraian berikut ini!
Apa itu virus Marburg?
Virus Marburg adalah virus penyebab penyakit demam berdarah ganas yang dapat ditularkan dari kelelawar dan antarmanusia.
Penyakit virus Marburg (Marburg virus disease/MVD) terbilang langka, tetapi memiliki risiko kematian atau fatalitas mencapai 88%.
Sesuai dengan namanya, virus ini pertama kali ditemukan di Marburg, Jerman, pada 1967. Kala itu, juga sedang terjadi penyebaran wabah demam berdarah di laboratorium setempat.
Para peneliti menemukannya pada seekor kelelawar buah (Rousettus aegyptiacus). Namun, rupanya virus yang masih termasuk dalam famili filovirus penyebab penyakit ebola ini juga bisa menyebar antarmanusia.
Sejak 1967, setidaknya sudah ada 593 kasus infeksi yang dilaporkan dengan kematian mencapai 481 kasus. Kini, penyebarannya telah banyak terjadi di negara-negara lain.
Seberapa umumkah penyakit ini?
Tiga negara dengan kasus pelaporan MVD tertinggi sejak pertama kali ditemukan pada 1967 adalah Angola (376 kasus), RD Kongo (154 kasus), dan Jerman (29 kasus)
Sementara itu, mengutip dari laman Infeksi Emerging Kementerian Kesehatan RI, kasus terbaru virus telah dilaporkan di Guinea Ekuatorial dan Tanzania.
Di Guinea Ekuatorial pada Februari lalu, ditemukan satu kasus konfirmasi, enam kasus suspek, empat kasus probable, dan 11 kematian.
Sementara di Tanzania, pada 21 Maret lalu ditemukan delapan kasus konfirmasi dengan lima kematian.
Tanda dan gejala penyakit virus Marburg
Setidaknya dibutuhkan waktu selama 5–10 hari bagi virus untuk memunculkan gejala infeksi. Berikut adalah gejala awal dari penyakit virus Marburg.
- Demam tinggi.
- Sakit kepala.
- Malaise (rasa tidak enak badan).
- Menggigil.
- Nyeri otot.
Setelah gejala awal muncul, biasanya pada hari ketiga, seseorang yang terserang infeksi MVD juga akan merasakan kondisi seperti berikut.
- Diare encer (dapat bertahan selama satu minggu).
- Nyeri perut.
- Kram.
- Mual.
- Muntah.
Kondisi tersebut kerap disertai dengan kemunculan ruam atau bercak pada kulit yang menyerupai campak atau herpes, terutama pada bagian dada, punggung, dan perut.
Jika tidak segera ditangani, infeksi virus Marburg bisa menjadi semakin parah dan memunculkan beragam kondisi berikut.
- Peradangan pada pankreas dan testis.
- Penurunan berat badan secara drastis.
- Jaundice atau menguningnya kulit dan bagian putih mata.
- Delirium atau kebingungan parah.
- Mudah marah.
- Syok.
- Gagal fungsi hati.
- Perdarahan pada hidung, gusi, dan vagina.
- Muntah dan feses yang disertai darah.
Dalam kasus fatal, kematian dapat terjadi pada hari ke-8 atau ke-9 setelah munculnya gejala berupa perdarahan dan syok.
Penyebab infeksi virus Marburg
Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti bagaimana kelelawar buah menularkan penyakit infeksi ini pada manusia.
Terlebih lagi, ada penemuan yang menyebutkan bahwa wabah infeksi pertama kali ditemukan saat spesies monyet Cercopithecus aethiops diimpor dari Uganda.
Sementara pada manusia, penyebaran MVD dapat terjadi melalui cairan tubuh, seperti.
- urine,
- air liur,
- keringat,
- bekas muntahan,
- air susu ibu (ASI), dan
- sperma.
Proses penyebaran virus terjadi melalui kulit yang terbuka karena luka atau membran mukosa (selaput lendir) yang tidak terlindungi, seperti hidung, mulut, dan mata.
Selain itu, virus ini juga bisa menyebar melalui jarum suntik, pakaian, tempat tidur, alat medis, dan peralatan lain yang sudah terkontaminasi darah atau cairan tubuh dari seseorang yang terinfeksi.
Penularan infeksi bahkan dapat terjadi dari seseorang yang sudah meninggal karena terinfeksi penyakit ini.
Penting untuk diketahui!
Virus Marburg dapat bertahan pada plasenta, cairan ketuban, dan tubuh janin. Sementara pada ibu menyusui, virus dapat bertahan hidup di dalam ASI.
Faktor risiko infeksi virus Marburg
Berikut merupakan kelompok orang yang memiliki risiko lebih tinggi terkena MVD.
- Melakukan kontak langsung dengan kelelawar buah Afrika atau primata yang terinfeksi.
- Merawat pasien yang terinfeksi MVD.
- Bekerja sebagai dokter hewan atau pekerja laboratorium yang melakukan penelitian pada primata.
- Memiliki riwayat perjalanan ke daerah endemik.
- Pekerja tambang yang perlu memasuki gua yang dihuni kelelawar buah.
Diagnosis penyakit virus Marburg
Beberapa gejala awal infeksi virus ini mirip dengan penyakit menular lain, seperti malaria, demam berdarah, dan demam tifoid (tipes).
Oleh karena itu, penting untuk melakukan diagnosis dengan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan jenis dan penyebab infeksi.
Diagnosis infeksi Marburg dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti:
- antibody-capture enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA),
- tes deteksi antigen capture,
- serum neutralization,
- reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR),
- electron microscopy, dan
- isolasi virus melalui kultur sel.
Pengobatan penyakit virus Marburg
Sampai saat ini belum ada pengobatan yang secara khusus digunakan untuk mengobati infeksi virus Marburg.
Beberapa pengobatan berikut diberikan untuk mengurangi tingkat keparahan penyakit dan mencegah penyebaran infeksi.
- Pemberian cairan dan elektrolit.
- Mempertahankan status oksigen dan tekanan darah.
- Mengganti darah yang hilang dan memberikan obat pembekuan darah.
- Pengobatan lain sesuai dengan gejala yang muncul.
Pencegahan infeksi virus Marburg
Berikut merupakan beberapa cara yang bisa Anda lakukan untuk mencegah penyebaran infeksi virus Marburg.
- Menghindari kontak dengan orang yang diduga terinfeksi virus.
- Tidak bepergian ke wilayah ditemukannya wabah.
- Mengurangi kontak dengan kelelawar buah dan primata.
- Menerapkan pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) bagi petugas kesehatan.
- Menggunakan masker, sarung tangan, dan pakaian khusus jika harus berkunjung ke wilayah endemik atau melakukan kontak dengan seseorang yang diduga terinfeksi.
Meski sampai saat ini belum ditemukan vaksin untuk mencegah infeksi virus ini, European Medicines Agency menyatakan bahwa vaksin Zabdeno dan Mvabe dapat melindungi paparan infeksi virus. Meski begitu, efektivitas keduanya masih perlu diuji.