backup og meta

Mengenal Self-Harm, Tanda, Penyebab, dan Penanganannya

Mengenal Self-Harm, Tanda, Penyebab, dan Penanganannya

Orang yang sering melukai diri sendiri atau self-harm bisa saja menunjukkan keinginan atau perilaku mencoba bunuh diri. Sayangnya, kebiasaan ini sering ditutupi pelakunya sehingga orang lain tidak bisa dilihat secara kasatmata.

Apa itu self-harm?

Self-harm adalah kondisi saat seseorang menyakiti dirinya sendiri secara sengaja. Ini dilakukan untuk menghadapi perasaan, situasi, atau pengalaman traumatis yang mereka alami.

Beberapa contoh perilaku melukai diri sendiri yaitu memotong atau membakar kulit, membenturkan kepala ke tembok, hingga minum obat lebih banyak daripada yang diresepkan.

Jenis perilaku ini sangat berkaitan dengan kecenderungan bunuh diri di masa depan. Maka dari itu, penting untuk segera menanganinya, terlebih bila hal ini berulang kali terjadi.

Meski siapa saja bisa melakukan self-harm, beberapa kelompok yang berisiko tinggi melakukan kebiasaan ini adalah sebagai berikut.

  • Berusia 15–24 tahun, terutama perempuan.
  • Memiliki riwayat kekerasan fisik, emosional, dan seksual.
  • Mengidap gangguan perilaku, seperti kecanduan alkohol, kecanduan obat-obatan, gangguan makan, atau gangguan obsesif kompulsif (OCD).
  • Merasa kesulitan dalam mengendalikan atau mengungkapkan emosi.
  • Dibesarkan dalam keluarga yang menentang amarah.
  • Tidak memiliki sahabat, keluarga, atau kerabat yang bisa dipercaya.

Tanda-tanda seseorang melakukan self-harm

depresi menyebabkan self-harm

Orang yang melukai diri sendiri sulit dibedakan dengan orang lain dalam sekilas saja. Bahkan, teman atau kenalan dekat Anda bisa saja menyembunyikan kebiasaan tersebut. 

Meski demikian, berikut adalah tanda-tanda yang biasanya ditunjukkan orang-orang dengan perilaku self-harm.

  • Tampak menarik diri atau lebih pendiam dari biasanya.
  • Berhenti berpartisipasi dalam kegiatan sosial yang rutin mereka lakukan.
  • Mengalami perubahan suasana hati yang cepat.
  • Mudah marah, kesal, atau tersinggung dengan orang lain.
  • Pernah mengalami peristiwa emosional dalam hidup mereka, seperti riwayat kekerasan atau putus cinta yang cukup berat.
  • Menunjukkan luka atau goresan pada kulit yang tidak dapat dijelaskan.
  • Memakai pakaian yang tidak sesuai, misalnya memakai jaket atau baju lengan panjang saat cuaca panas terik.

Penyebab seseorang melukai diri sendiri

Self-harm terjadi ketika seseorang menghadapi situasi atau perasaan yang sangat sulit. Orang yang melakukannya juga mungkin menyadari bahwa tindakan ini berbahaya.

Meski begitu, masih banyak juga yang tidak menyadari bahwa menyakiti diri sendiri bukanlah cara terbaik untuk mengelola situasi atau perasaan tersebut.

Mereka justru berpikir melukai diri sendiri merupakan satu-satunya jalan yang dapat ditempuh. Berikut ini beberapa alasan utama mengapa pikiran tersebut dapat muncul.

1. Mengalihkan diri dari emosi negatif

Ketika seseorang dilanda berbagai persoalan hidup, benaknya mungkin akan dipenuhi oleh bisikan maupun hal-hal yang bersifat negatif.

Self-harm sering dilakukan sebagai sarana untuk mengalihkan perhatian dari hal-hal yang membuatnya sering kepikiran pada pengalaman yang tidak mengenakkan.

Dengan menyakiti diri sendiri, ia dapat memadamkan sebentar suara-suara yang mengganggu tersebut dan mengalihkan pikirannya.

2. Melepas stres

Saat berhadapan dengan situasi yang begitu menekan, setiap orang punya cara yang berbeda untuk melampiaskan kecemasan atau ketegangan tersebut.

Sebagian orang mungkin memilih untuk bercerita pada orang terdekat atau melampiaskannya dengan olahraga atau hobi. Akan tetapi, ada juga yang justru menyakiti diri sendiri.

Hal ini dilakukan agar mereka bisa melepaskan stres tanpa harus menyakiti orang lain, hewan peliharaan, atau merusak barang-barang di sekitarnya.

3. Menghindari mati rasa

Seseorang yang memiliki trauma psikologis berat bisa menjadi mati rasa. Kejadian yang begitu menyakitkan ini juga bisa memicu disosiasi yang terjadi di luar kesadarannya.

Disosiasi adalah proses mental ketika seseorang terputus dari pikiran, perasaan, atau ingatannya. Proses ini biasanya terjadi ketika seseorang mengalami stres atau peristiwa traumatis, misalnya pelecehan seksual.

Dengan menyakiti diri sendiri, orang tersebut bisa mengingat kembali rasa sakitnya. Rasa sakit ini jadi pengingat bahwa ia masih hidup dan bisa merasakan sesuatu layaknya manusia lain.

4. Mengungkapkan perasaan

perbedaan introvert dan pemalu

Sering kali orang-orang yang melakukan self-harm tidak benar-benar ingin menyakiti diri sendiri. Akan tetapi, mereka biasanya memiliki masalah dalam berkomunikasi.

Mereka memilih self-harm sebagai bentuk komunikasi kepada orang lain bahwa dirinya sedang melalui masa-masa sulit dan membutuhkan pertolongan.

Biasanya orang tersebut akan dengan sengaja memberikan petunjuk bagi orang terdekat bahwa ia melakukan tindakan berbahaya tersebut.

Misalnya, ia mungkin menunjukkan luka yang dibuatnya atau membiarkan darah berceceran di kamar supaya orangtuanya tahu ia melukai diri sendiri.

5. Menghukum diri sendiri

Korban kekerasan, baik itu emosional, fisik, maupun seksual, sering kali merasa disalahkan dan direndahkan. Secara tidak sadar, mereka menjadi rendah diri dan merasa pantas disalahkan. 

Dalam benaknya, orang tersebut harus mendapat hukuman saat melakukan kesalahan, bahkan saat pelaku kekerasan tidak mengetahui kesalahan yang mereka perbuat. 

Sebagai bentuk hukuman, beberapa orang akan menyakiti diri sendiri, seperti dengan sengaja tidak makan, membenturkan kepala, atau menyayat diri.

6. Mencari kepuasan

Sama halnya seperti orang yang kecanduan nikotin sehingga selalu berusaha merokok, mereka yang sering menyakiti diri sendiri melakukannya untuk mencari kepuasan semata. 

Sebagian orang merasa bersemangat setelah melihat darahnya sendiri atau bahkan merasakan sensasi fisik yang sangat kuat saat menyakiti diri. 

Pada akhirnya, pandangan yang keliru ini lama-kelamaan bisa saja mengarah pada kecanduan.

Cara menghentikan kebiasaan menyakiti diri sendiri

Menurut buku Self-Harm: Longer-Term Management (2012), pelaku self-harm sekitar 50–100% lebih mungkin meninggal dunia akibat bunuh diri dalam beberapa tahun ke depan.

Segeralah berkonsultasi dengan dokter atau spesialis kesehatan mental, yakni psikolog atau psikiater, untuk mencegah self-harm dengan penanganan yang tepat.

Penanganan kondisi ini akan melibatkan kombinasi psikoterapi dan obat-obatan seperti berikut.

1. Psikoterapi

Terdapat beberapa pendekatan melalui psikoterapi atau terapi psikologi untuk membantu orang yang memiliki kebiasaan melukai diri sendiri. Berikut beberapa di antaranya.

  • Terapi perilaku kognitif (CBT): membantu menyadarkan Anda pada pemikiran dan perilaku yang berdampak negatif. Jadi, ketika harus berhadapan dengan situasi yang sama, Anda bisa memberikan respons yang lebih baik.
  • Terapi perilaku dialektika (DBT): membantu Anda mengubah mengelola stres dan emosi yang dapat mengarah pada perilaku melukai diri sendiri, pikiran bunuh diri, dan upaya bunuh diri.
  • Terapi penyelesaian masalah (PST): membantu Anda mengidentifikasi masalah spesifik yang Anda hadapi, lalu menemukan solusi serta tindakan terbaik untuk menghadapi masalah tersebut.

2. Obat-obatan

Dokter atau spesialis kesehatan mental mungkin meresepkan obat-obatan tertentu, terlebih bila orang tersebut juga didiagnosis mengalami stres atau skizofrenia.

Beberapa obat-obatan, seperti antidepresan, antikecemasan, atau antipsikotik, dapat membantu mengendalikan kondisi tersebut.

Selain itu, Anda juga dapat menemukan cara untuk mencegah atau mengalihkan perhatian dari keinginan untuk menyakiti diri sendiri saat melewati masa-masa sulit.

Hal ini bisa ditempuh dengan melakukan hobi penghalau stres, mendengarkan musik, olahraga, dan melakukan yoga atau meditasi untuk membantu mengurangi kecemasan.

Di manakah Anda bisa mendapatkan bantuan?

Jika Anda, kerabat, atau anggota keluarga Anda menunjukkan tanda-tanda depresi atau gangguan mental lainnya, maupun menunjukkan keinginan, perilaku, atau ingin mencoba bunuh diri, segeralah hubungi Bisa Helpline (+62) 811-3855-472 atau layanan konseling psikologi SEJIWA hotline 119 (extension 8). Anda juga bisa mencari psikolog atau psikiater terdekat dari lokasi Anda dan booking via Hello Sehat.

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.

Self-harm and Suicide. (2022). Centre for Suicide Prevention. Retrieved January 15, 2024, from https://www.suicideinfo.ca/local_resource/self-harm-and-suicide/ 

6 Reasons Why People Self-Injure. (2022). American Addiction Centers. Retrieved January 15, 2024, from https://www.mentalhelp.net/suicide/6-reasons-why-people-self-injure/

Self-harm. (2020). Mind UK. Retrieved January 15, 2024, from https://www.mind.org.uk/information-support/types-of-mental-health-problems/self-harm/about-self-harm/

Self-harm. (2022). NHS UK. Retrieved January 15, 2024, from https://www.nhs.uk/mental-health/feelings-symptoms-behaviours/behaviours/self-harm/

Self-Harm: Longer-Term Management. (2012). National Collaborating Centre for Mental Health. Retrieved January 15, 2024, from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK126777/

Moran, P., Coffey, C., Romaniuk, H., Olsson, C., Borschmann, R., Carlin, J., & Patton, G. (2012). The natural history of self-harm from adolescence to young adulthood: a population-based cohort study. The Lancet, 379(9812), 236-243. https://doi.org/10.1016/s0140-6736(11)61141-0

Hatcher, S., Sharon, C., Parag, V., & Collins, N. (2011). Problem-solving therapy for people who present to hospital with self-harm: Zelen randomized controlled trial. British Journal of Psychiatry, 199(4), 310-316. https://doi.org/10.1192/bjp.bp.110.090126

Versi Terbaru

18/01/2024

Ditulis oleh Satria Aji Purwoko

Ditinjau secara medis oleh dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.

Diperbarui oleh: Diah Ayu Lestari


Artikel Terkait

3 Aturan Penting Menolong Orang yang Ingin Bunuh Diri

Jadi Stres karena Melihat "Keindahan" Media Sosial? Yuk, Bijak Menggunakannya!


Ditinjau secara medis oleh

dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.

General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)


Ditulis oleh Satria Aji Purwoko · Tanggal diperbarui 18/01/2024

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan