Down syndrome adalah salah satu kondisi genetik yang paling umum memengaruhi bayi yang baru lahir. Kira-kira apa penyebab Down syndrome? Lalu, benarkah Down syndrome merupakan penyakit yang diturunkan dalam keluarga? Untuk mengetahui jawabannya, simak ulasan berikut.
Apakah Down syndrome merupakan penyakit keturunan?
Jawaban singkatnya adalah bukan. Down syndrome pada umumnya bukanlah penyakit keturunan.
Sebagian besar kasus sindrom Down terjadi secara kebetulan alias tidak diturunkan dari orangtua ke anak.
Meski begitu, salah satu jenis Down syndrome, yaitu tipe translokasi, dapat diturunkan dari orangtua ke anak.
Namun, jumlah kasus sindrom Down dengan tipe ini hanya sekitar 3—4%. Dari jumlah tersebut pun, hanya sebagiannya yang mendapat kondisi ini dari salah satu orangtua mereka.
Tahukah Anda?
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan, setiap tahunnya ada peningkatkan jumlah kasus sindrom Down. Pada 2013, persentase kasus sindrom Down sebesar 0,13%, sedangkan pada 2018 meningkat menjadi 0,21%.
Apa penyebab Down syndrome?
Secara garis besarnya, Down syndrome disebabkan oleh kelebihan jumlah kromosom saat bayi masih berada di dalam kandungan.
Tepatnya, sindrom Down terjadi ketika pembelahan sel abnormal menghasilkan salinan kromosom 21 secara penuh atau sebagian.
Normalnya, ada 46 kromosom di dalam sel manusia dan setiap satu pasang kromosom terbentuk dari ayah dan ibu.
Nah, penderita Down syndrome memiliki total 47 kromosom karena adanya salinan dari kromosom 21 tersebut.
Hal ini dapat terbentuk saat perkembangan sel telur, sperma, maupun embrio.
Meski bukan disebut sebagai penyakit keturunan, ada beberapa variasi genetik yang dapat menjadi penyebab Down syndrome.
Melansir dari laman Mayo Clinic, berikut ini adalah beberapa variasi genetik yang dapat menjadi penyebab sindrom Down.
1. Trisomi 21
Sekitar 95% penyebab Down syndrome adalah trisomi 21. Jika biasanya anak dengan Down syndrome mempunyai dua salinan kromosom, berbeda dengan kasus trisomi 21.
Seorang anak dengan trisomi 21 mempunyai tiga salinan pada kromosom 21 di semua selnya. Kondisi ini bisa terjadi karena adanya pembelahan sel yang abnormal selama masa perkembangan sel sperma atau sel telur.
Sebagai gambaran, kromosom saling berbaris rapi guna menghasilkan telur atau sperma dalam sebuah proses bernama meiosis.
Namun, trisomi 21 memberikan efek kurang baik. Bukannya memberikan satu kromosom, justru ada dua buah kromosom 21 yang diberikan.
Jadi, nantinya setelah berhasil dibuahi, sel telur yang seharusnya memiliki dua kromosom saja malah memiliki total tiga kromosom. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab Down syndrome.
2. Mosaik (Mosaic Down syndrome)
Dibandingkan dengan variasi genetik sebelumnya, jenis mosaik ini menjadi penyebab sindrom Down yang paling jarang terjadi.
Sindrom Down mosaik adalah penyebab Down syndrome yang terjadi saat seseorang hanya memiliki beberapa sel dengan salinan tambahan dari kromosom 21.
Penyebab pasti dari Down syndrome mosaik ini berbeda dari jenis lainnya dan belum dapat diketahui.
Itu sebabnya, karakteristik atau ciri anak dengan sindrom Down mosaik ini lebih sulit diprediksi, tidak seperti kedua jenis sebelumnya.
Ciri atau karakteristik tersebut mungkin tampak kurang jelas tergantung dari sel apa dan berapa banyak jumlah sel yang memiliki kromosom 21 tambahan.
3. Translokasi (Translocation Down syndrome)
Sindrom Down translokasi adalah kondisi saat sebagian kromosom 21 melekat ke kromosom lainnya sebelum maupun saat pembuahan terjadi.
Seorang anak dengan sindrom down translokasi memiliki dua salinan kromosom 21 seperti biasanya. Akan tetapi, anak tersebut juga mempunyai bahan genetik tambahan dari kromosom 21 yang melekat pada kromosom lainnya.
Penyebab Down syndrome jenis ini yaitu adanya pembelahan sel yang abnormal, entah itu sebelum maupun setelah proses pembuahan selesai.
Seperti yang disebutkan sebelumnya, sindrom Down translokasi merupakan jenis yang terkadang dapat diturunkan dari orangtua, meski jumlah kasusnya terbilang sedikit.
Jika sindrom Down translokasi turun kepada anaknya, ini berarti sang ayah atau ibu memiliki beberapa materi genetik kromosom 21 yang disusun ulang pada kromosom lain.
Hanya saja, tidak ada materi genetik tambahan pada kromosom 21 dalam kasus sindrom Down translokasi. Artinya, ayah atau ibu sebenarnya tidak memiliki tanda atau gejala Down syndrome.
Akan tetapi, ayah atau ibu bisa mewariskan kepada anak karena membawa materi genetik tersebut sehingga menjadi penyebab sang anak mengalami Down syndrome.
Risiko menurunkan sindrom Down translokasi tergantung dari jenis kelamin orangtua pembawa kromosom 21, yakni sebagai berikut.
- Jika ayah adalah agen pembawa (carrier), risiko Down syndrome sekitar 3%.
- Jika ibu adalah agen pembawa (carrier), risiko Down syndrome berkisar antara 10—15%.
Seorang pembawa (carrier) bisa tidak menunjukkan tanda atau gejala Down syndrome, tapi ia bisa menurunkan proses translokasi tersebut ke janinnya.
Adakah faktor risiko lain yang menjadi penyebab anak Down syndrome?
Beberapa teori berpendapat bahwa Down syndrome dipicu dari seberapa baiknya tubuh ibu memproses asam folat.
Namun, banyak juga yang menentang teori ini karena ada banyak kesimpangsiuran mengenai faktor yang memengaruhi terjadinya Down syndrome.
Di sisi lain, ada beberapa kondisi tertentu yang dapat meningkatkan risiko Anda memiliki bayi dengan Down syndrome. Hal-hal tersebut disebut dengan faktor risiko.
Berikut adalah beberapa faktor risiko yang bisa menjadi penyebab Down syndrome.
1. Usia ibu saat hamil
Usia ibu saat hamil memang bukan penyebab Down syndrome, tetapi ini merupakan salah satu faktor risikonya. Down syndrome bisa terjadi di usia berapa saja saat ibu sedang hamil.
Akan tetapi, peluang terjadinya Down syndrome akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
Risiko mengandung bayi dengan masalah genetika, termasuk Down syndrome, dipercaya meningkat saat usia wanita mencapai 35 tahun atau lebih ketika sedang hamil.
Ini karena sel telur wanita yang usianya lebih tua berisiko lebih besar untuk mengalami pembelahan kromosom yang tidak tepat.
Walaupun begitu, tidak menutup kemungkinan anak dengan Down syndrome lahir dari wanita berusia kurang dari 35 tahun karena peningkatan angka kehamilan dan kelahiran di usia muda.
Wanita yang berusia 25 tahun saat hamil memiliki risiko 1 banding 1.200 orang untuk melahirkan bayi dengan Down syndrome.
Sementara wanita yang berusia 35 tahun saat hamil memiliki risiko hingga 1 banding 350 orang. Begitu pula pada wanita hamil berusia 49 tahun, risiko terjadinya sindrom Down meningkat hingga 1 banding 10 orang.
Mereka menemukan bahwa pada rahim wanita yang mendekati usia menopause dan risiko infertilitas juga meningkat.
Selain itu, kemampuan menyeleksi embrio cacat menurun dan meningkatkan risiko anak yang dikandungnya akan mengalami kemunduran perkembangan sepenuhnya.
2. Pernah melahirkan bayi Down syndrome sebelumnya
Wanita yang pernah mengandung bayi dengan Down syndrome memiliki risiko lebih tinggi untuk melahirkan bayi selanjutnya dengan kondisi yang sama.
Hal ini juga berlaku untuk orangtua yang memiliki sindrom Down translokasi sehingga berisiko dapat berpengaruh kepada bayinya.
3. Jumlah saudara kandung dan jarak lahirnya
Risiko bayi lahir dengan sindrom Down juga bergantung pada seberapa banyak saudara kandung dan seberapa besar jarak usia antara anak paling bungsu dengan bayi tersebut.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, risiko memiliki bayi dengan sindrom Down semakin tinggi pada ibu yang hamil untuk pertama kali di usia yang lebih tua.
Risiko ini juga akan semakin meningkat bila jarak antar kehamilan semakin jauh.
Oleh karena itu, melakukan pemeriksaan genetik disarankan bagi keluarga dengan riwayat Down syndrome yang sedang merencanakan kehamilan.
Hal ini mungkin berguna untuk mendeteksi kemungkinan sindrom Down pada buah hatinya.
[embed-health-tool-vaccination-tool]