🔥 Diskusi Menarik

Trauma pada orang tua dan menjadi orang tua toxic

Hallo dok...


Saya pernah mengalami masa di mana sewaktu kecil ikut orang tua angkat dan punya kakak kandung yang toxic serta keponakan bapak ibu angkat yang juga toxic. Saya besar di sana, namun bapak ibu angkat saya baik.


Lalu ketika ortu angkat meninggal saya bertemu ortu kandung yang ternyata toxic dan membuat saya depresi berat, ingin tinggal sendiri namun tidak boleh dan dimarahi terus-menerus serta kata-kata kasar setiap hari. Saya kehilangan diri-sendiri.


Kemudian menikah, namun suami jarang memberi perhatian, sibuk sendiri, tidak mau membantu semua pekerjaan rumah dan tidak mau banyak tahu keadaan di rumah.


Hal ini membuat saya benar-benar stress, lalu kemudian berteriak dan marah pada anak-anak, tetapi bukan kata-kata kasar seperti orang tua kandung dulu.


Saya merasa, I am not a good mom dan menyalahkan diri-sendiri. Saya kok begini? Saya mengapa menjadi ibu yang toxic pada anak-anak? Dan mereka tumbuh seperti suka melawan dan main di luar mencari hal yang bisa jadi tidak didapatkan di rumah. Saya jadi enggan bermain dengan mereka, berkomunikasi dengan mereka bahkan kadang merasa benci dengan mereka.

Saya tahu saya salah, tapi saya belum tahu caranya memperbaiki semua ini.


Bagaimana agar bisa berkomunikasi yang baik dengan anak-anak tanpa marah dan meledak-ledak. Saya ingin memutus rantai ini agar anak-anak saya bahagia kelak.

Suka
Bagikan
Simpan
Komentar
6
2
1

1 komentar

Halo, terima kasih untuk pertanyaan anda.


Saya dapat memahami kondisi anda, tentunya terasa berat menjalani hal tersebut sendirian. Namun, saya mengapresiasi upaya anda bertahan sampai saat ini dan berusaha menjadi ibu terbaik buat anak-anak anda.


Tidak bisa dipungkiri bahwa pengalaman yang tidak menyenangkan yang anda peroleh dari lingkungan memberikan dampak hadirnya emosi negative (marah, kecewa, sedih, cemas, dll). Munculnya emosi marah, dll tersebut adalah hal yang wajar, tetapi jika berlebihan maka perlu untuk dikendalikan, terutama apabila mengganggu aktivitas sehari-hari, atau bahkan menjadikan diri sendiri/ orang lain sebagai pelampiasan, maka perlu untuk segera dikonsultasikan kepada tenaga profesional.


Dalam diri individu terjadi proses mental yang saling berkaitan antara pikiran, perasaan, perilaku, dan sensasi tubuh/ fisik. Pada saat seseorang menghadapi situasi/ kondisi, maka akan terjadi proses berpikir, yang kemudian mempengaruhi munculnya emosi, yang disertai dengan terjadi perubahan sensasi tubuh/ kondisi fisik dan termanifestasi ke dalam bentuk perilaku (seperti: membentak/ berbicara dengan nada tinggi/ mengomel/ menyendiri/ dsb). Oleh karena itu, dengan mengenali dan mengelola pikiran, maka secara tidak langsung emosi kemarahan yang dirasakan juga lebih dapat dikendalikan.


Beberapa cara yang dapat anda lakukan untuk mengendalikan marah anda agar tidak meledak-ledak yaitu, melakukan relaksasi pernapasan sampai anda merasa tenang dan rileks. Dengan kondisi tenang, anda dapat berpikir lebih jernih untuk mempertimbangkan kembali keputusan anda merespon dengan marah yang meledak-ledak. Selain itu, anda juga dapat berhitung mundur dan melakukan self-talk untuk mencoba tetap tenang dalam merespon. Anda sebaiknya tetap menggunakan energi yang dimiliki untuk mengontrol yang dapat anda kendalikan seperti pikiran, perasaan, perilaku, dan sebagainya, daripada energi anda terkuras untuk mencoba mengendalikan respon/ sikap orang lain terhadap anda.


Anda tidak perlu malu untuk meminta maaf kepada anak dan menyampaikan perasaan bersalah anda, ajak mereka berdiskusi dan bebicara dari hati ke hati (tanyakan pikiran, perasaan, dan harapan). Berikan mereka pelukan lebih sering dari biasanya, apresiasi setiap pencapaian (baik besar maupun kecil) yang mereka raih. Anda juga dapat mengembangkan pola komunikasi hangat dan terbuka dengan pasangan karena berumah tangga dan mengurus anak adalah tanggung jawab bersama. Kembangkan sikap memaafkan pada masa lalu yang membuat anda tidak nyaman.


Anda juga dapat menjalani pola hidup sehat, seperti berolahraga, asupan nutrisi yang tercukupi, pola tidur yang cukup sehingga akan membantu untuk menstabilkan kondisi emosi anda. Anda dapat mendengarkan musik relakasi, atau menuliskan situasi yang memicu emosi marah anda pada jurnal harian secara berkala, sehingga anda dalam melihat secara objektif apakah hal tersebut perlu direspon dengan marah yang berlebihan atau tidak. Anda sebaiknya tetap terkoneksi dengan sekitar, agar tidak merasa semakin terasingkan.


Jangan ragu untuk memeriksakan diri anda ke psikolog/ psikiater jika keluhan berlanjut atau bertambah parah agar segera tertangani dengan tepat.


1 tahun yang lalu
Suka
Balas
Temukan komunitas Anda
Jelajahi berbagai jenis komunitas yang ada dan paling sesuai dengan kondisi kesehatan yang Anda hadapi.
Iklan
Iklan