Kesehatan Hubungan
Saya menjalin hubungan
dengan seorang pria beristri selama lebih dari 8 tahun. Hubungan kami sangat erat, tapi
kami masih menjaga supaya tidak melampaui batas. Kami teman sekantor. 2017 dia
sekolah ke luar negeri, saya mengatakan ingin menyudahi hubungan ini supaya dia
kembali ke keluarganya. 2019 dia kembali, dan dia menyatakan masih mencintai
saya dan gak ingin hubungan kami berakhir.
Beberapa bulan
belakangan ini, hasratnya sangat kuat ke saya, kami akhirnya melakukan hubungan
terlarang itu sekali, tapi kemudian beberapa kali kami melakukan or*l se*. Mungkin
karena kami memang masih sama-sama mencintai dan menyalurkan kerinduan
bertahun-tahun.
Kami pernah membahas
hubungan kami. Sepakat untuk menyudahinya dan menjalin sebatas teman kerja.
Tapi kami masih
melakukannya hingga dia pernah mengatakan klo kita sebagai partner se*, jika
berhasrat maka kami akan lakukan, tetap tanpa didasari rasa cinta.
Saya sempat
tersinggung dan menanyakan maksudnya.
Lalu saya testpek dan
positif. Saya mengabarinya. Dan dia marah besar. Dia menganggap saya menjebaknya
dan sangat membenci saya. Saya menjelaskan klo saya gak minta
pertanggungjawaban dan gak minta apa2 sama dia. Dia marah dan memutuskan
hubungan.
Beberapa hari
kemudian, saya pendarahan. Rupanya saya tidak hamil, saya mengidap penyakit
yang mengakibatkan hormon saya kacau sehingga saya pendarahan terus-terusan dan
sakit di bawah perut saya yang gak berhenti-henti. Di kantor pun saya sempat
kesakitan. Dia masih tidak mempedulikan saya ketika saya kesakitan.
Dia hanya merespon
jika terkait pekerjaan.
Saya sempat cuti
karena harus bedrest karena penyakit saya.
Sampai suatu hari,
saya menceritakan tentang penyakit saya, lalu saya menanyakan kabarnya. Saya kira mendengar saya sakit dia akan memaafkan saya dan hubungan kami baik-baik saja.
Saya tidak pernah cemburu dengan istrinya. Kami selalu tidak pernah pernah membahas keluarganya. Saat itu saya menanyakan keluarganya dan keadaan dirinya karena kami baru bertemu lagi setelah saya cuti.
Tetapi ternyatra dia marah-marah, gak
usah nanya-nanya kabar atau keadaan dia apakah baik-baik saja. Lalu keluar
ruangan dengan membanting pintu. Saya bingung. Salah saya apa? Apakah dia masih
marah?benci? Apa yang dia benci dari saya?
Saya tidak ingin
masalah ini berlarut-larut karena kami sekantor dan akan terus berinteraksi.
Saya pernah mengajak
dia untuk ngobrol dan menyelesaikan masalah ini secara dewasa. Tapi tidak
direspon hingga wa saya diblokir. Sekarang semua medsos saya juga diblokir.
Saya masih gak ngerti
dengannya. Apa yang harus saya lakukan?
Maaf jika terlalu
panjang.
Halo, terima kasih untuk pertanyaannya.
Permasalahan yang hadir dalam hidup terkadang membuat seseorang merasa kesulitan untuk berpikir jernih, apalagi mencari solusi terbaik untuk permasalahan tersebut. Bagaimanapun kondisi anda, anda tetap berharga.
Ada baiknya anda perlu memperbanyak waktu berdialog dengan diri sendiri. Dengan melakukan introspeksi secara berkala, maka anda lebih mudah menyadari dan menerima kelebihan dan kelemahan yang anda miliki, serta lebih mudah menemukan tujuan hidup dan kebutuhan diri anda.
Adapun yang dapat anda lakukan lainnya, yaitu menuliskan seluruh isi pikiran dan perasaan anda pada kertas secara berkala tanpa terkecuali. Kegiatan ini dikenal dengan istilah jurnaling, di mana dapat dilakukan setiap hari sehingga pikiran dan perasaan tersebut tidak hanya menumpuk dalam diri anda, serta dapat membantu mengenali kondisi anda yang sebenarnya. Terkadang kita memunculkan pikiran otomatis yang seolah-olah jauh lebih buruk dari yang sebenarnya terjadi. Jangan lupa untuk melatih diri berpikir positif dan lebih rasional.
Anda dapat menggunakan energi yang anda miliki untuk mengendalikan hal yang dapat dikontrol, seperti mengendalikan respon (pikiran, perasaan, perilaku, dan sebagainya) terhadap stimulus/ kondisi yang tidak menyenangkan yang anda peroleh dari lingkungan. Selain itu, anda juga perlu mengembangkan sikap memaafkan dan berterima kasih bagi diri sendiri dan sekitar. Anda telah berupaya menjadi yang terbaik. Anda tidak perlu malu untuk menceritakan permasalahan anda kepada orang terdekat yang anda percaya agar tidak merasa sendirian dan terasingkan.
Jangan ragu untuk memeriksakan diri anda ke psikolog/ psikiater jika keluhan berlanjut atau bertambah parah.