Ditinjau secara medis oleh dr. Patricia Lukas Goentoro · General Practitioner · Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI)
Antibiotik adalah obat untuk mengatasi penyakit akibat bakteri. Sayangnya, beberapa golongan obat antibiotik justru bisa memicu reaksi alergi bagi penggunanya. Alergi terjadi ketika sistem imun bereaksi melawan antibiotik yang dianggap berbahaya.
Sekitar 1 dari 15 orang memiliki alergi terhadap antibiotik, terutama dari golongan penisilin dan cephalosporin. Golongan antibiotik lainnya dengan kandungan yang mirip dengan penisilin dan cephalosporin juga berpotensi menyebabkan reaksi ini.
Penderita alergi biasanya menunjukkan gejala berupa ruam dan pembengkakan pada wajah tidak lama setelah minum obat. Ada pula reaksi alergi parah yang disebut anafilaksis dengan ciri utama berupa sesak napas, jantung berdebar, dan pusing.
Alergi obat antibiotik terbilang umum, tapi perlu diingat bahwa hal ini mungkin berhubungan dengan banyaknya pemakaian antibiotik. Maka dari itu, orang yang mengalami gejala alergi perlu didiagnosis dengan akurat agar penanganannya juga tepat.
Jika Anda terbukti memiliki alergi, ada berbagai pilihan pengobatan untuk meredakan gejala yang muncul. Pengobatan juga berguna untuk mencegah kambuhnya alergi di kemudian hari.
Gejala alergi obat dapat bervariasi pada tiap orang, baik dalam bentuk maupun waktu kemunculan. Reaksi biasanya muncul satu jam setelah minum obat, tapi ada pula kasus langka ketika reaksi terjadi setelah beberapa jam, hari, hingga pekan.
Seseorang yang mengalami alergi umumnya menunjukkan ciri-ciri berupa:
Beberapa orang mungkin mengalami gejala ringan seperti kulit gatal dan mata merah sehingga tidak menyadari bahwa ini adalah reaksi alergi. Di sisi lain, ada pula yang mengalami gejala lebih berat seperti bengkak, sesak napas, sakit perut, dan muntah.
Salah satu ciri paling khas yang dialami penderita adalah ruam. Gejala ini terutama muncul setelah seseorang meminum amoxicillin, yakni sejenis antibiotik yang masih satu keluarga dengan penisilin.
Bentuk ruam akibat amoxicillin bisa berbeda-beda, tergantung tingkat keparahannya. Kondisi ini dapat dialami setiap penderita alergi obat, tapi anak-anaklah yang paling sering mengalaminya.
Ruam amoxicillin sebenarnya tidak berbahaya dan dapat sembuh dengan pengobatan. Namun, ruam amoxicillin pada anak mungkin bisa semakin memburuk dari waktu ke waktu, terutama jika kondisi ini tidak segera disadari dan diberi perawatan yang tepat.
Pada kasus yang langka, reaksi alergi ini bisa berkembang menjadi anafilaksis. Anafilaksis adalah reaksi alergi parah yang memengaruhi berbagai sistem tubuh dan dapat menyebabkan kematian bila tidak segera ditangani.
Segera kunjungi klinik atau rumah sakit terdekat apabila Anda mengalami gejala berikut setelah mengonsumsi antibiotik.
Anda juga perlu mengunjungi dokter bila kerap mengalami gejala tertentu setelah minum antibiotik dan tidak mengetahui penyebabnya. Pemeriksaan lanjutan dapat membantu mengatasi gejala dan mencegah alergi bertambah parah.
Alergi antibiotik terjadi ketika sistem imun bereaksi melawan zat-zat yang terkandung dalam antibiotik. Sistem imun keliru mengenali antibiotik sebagai zat yang berbahaya, lalu mengirimkan antibodi dan berbagai zat kimia untuk menghilangkannya.
Padahal, sistem imun yang normal seharusnya hanya bereaksi terhadap bibit penyakit dan zat asing yang merugikan kesehatan. Sistem imun seharusnya tidak menggubris zat lain yang menguntungkan tubuh, termasuk kandungan antibiotik.
Reaksi alergi umumnya terjadi saat Anda meminum antibiotik untuk pertama kalinya. Meski begitu, tidak menutup kemungkinan reaksi ini muncul pada orang yang sudah berulang kali meminum obat tersebut tanpa mengalami masalah.
Tidak semua obat antibiotik memicu reaksi alergi. Di antara semua jenisnya, antibiotik kelas beta-laktam seperti golongan penisilin dilaporkan sebagai yang paling sering menimbulkan reaksi.
Secara umum, berikut adalah daftar antibiotik yang dapat memicu reaksi alergi.
Beberapa orang yang alergi terhadap penisilin juga alergi terhadap antibiotik lain yang kandungannya mirip. Contohnya seperti golongan cephalosporin berikut.
Siapa pun dapat mengalami alergi obat, termasuk pada antibiotik. Penyebab pastinya belum diketahui, tapi ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan risikonya, yakni:
Banyak orang tidak mengetahui bahwa mereka alergi terhadap antibiotik sekalipun sudah mengalami kumpulan gejalanya. Cara terbaik untuk memastikannya adalah dengan memeriksakan diri ke dokter.
Dokter pertama-tama akan melakukan pemeriksaan fisik dan mengajukan pertanyaan seputar gejala, jenis obat yang dikonsumsi, dan kebiasaan minum obat. Pertanyaan tersebut adalah petunjuk penting untuk membantu dokter membuat diagnosis.
Setelah itu, biasanya dokter akan menyarankan tes alergi lanjutan berupa tes tusuk kulit (skin prick test) dan tes darah. Tes alergi adalah cara akurat untuk mengetahui apakah Anda memiliki alergi obat antibiotik atau tidak.
Penanganan utama untuk mengatasi alergi antibiotik adalah dengan segera berhenti mengonsumsi obat tersebut. Sementara untuk menangani gejala yang muncul, Anda dapat menerapkan cara berikut:
Dokter umumnya menyarankan konsumsi obat alergi untuk meredakan gejala yang kambuh. Obat alergi yang paling awal disarankan mungkin adalah antihistamin berupa diphenhydramine atau cetirizine.
Selain itu, dokter juga bisa meresepkan obat kortikosteroid minum atau lewat suntikan untuk mengobati peradangan akibat reaksi alergi. Berbeda dengan antihistamin yang dapat dibeli, penggunaan kortikosteroid harus atas anjuran dan pengawasan dokter.
Suntikan epinefrin adalah pertolongan pertama untuk reaksi alergi berat yang disebut anafilaksis. Obat ini bekerja dengan memulihkan sistem tubuh akibat efek histamin. Histamin merupakan salah satu zat kimia yang berperan dalam reaksi alergi.
Perlu diingat bahwa suntikan epinefrin hanya mengatasi anafilaksis dan mencegahnya bertambah parah. Reaksi masih bisa muncul beberapa jam kemudian, jadi penderita alergi harus tetap mendapatkan bantuan medis.
Desensitisasi bukanlah cara meredakan alergi, melainkan terapi yang bertujuan untuk menekan respons sistem imun terhadap zat pemicu alergi. Jadi, tubuh Anda tidak lagi bereaksi secara berlebihan saat meminum antibiotik.
Anda akan diminta meminum antibiotik dalam dosis kecil setiap 15-30 menit selama beberapa jam atau hari. Jika pada dosis tertentu tidak muncul reaksi alergi, dosis tersebut dianggap sebagai batas aman bila Anda ingin mengonsumsi antibiotik.
Alergi antibiotik merupakan salah satu bentuk alergi obat. Seperti jenis alergi lainnya, kondisi ini menimbulkan sejumlah gejala yang dapat bertambah berat bila tidak lekas ditangani.
Jangan ragu untuk bertanya kepada dokter bila Anda merasa mengalami suatu gejala setelah meminum antibiotik. Pasalnya, pemeriksaan dan diagnosis yang tepat akan menuntun Anda menuju pengobatan yang sesuai.
Hello Health Group tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.
Ditinjau secara medis oleh
dr. Patricia Lukas Goentoro
General Practitioner · Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI)
Tanya Dokter
Punya pertanyaan kesehatan?
Silakan login atau daftar untuk bertanya pada para dokter/pakar kami mengenai masalah Anda.
Ayo daftar atau Masuk untuk ikut berkomentar