Penyakit autoimun merupakan berbagai kondisi yang muncul karena sistem kekebalan tubuh menyerang sel tubuh yang sehat. Proses diagnosis penyakit ini ternyata cukup sulit. Anda mungkin harus menjalani belasan tes autoimun untuk memperoleh diagnosis yang tepat.
Beragam tes untuk mendiagnosis penyakit autoimun
Ada lebih dari 80 jenis penyakit autoimun yang bisa menyerang berbagai bagian tubuh, contohnya psoriasis dan lupus.
Karena penyakit ini begitu luas dan beragam, tidak ada satu pun tes yang dapat mendiagnosis semua jenis penyakit autoimun.
Jika Anda mengalami tanda-tanda penyakit autoimun, dokter akan memeriksa kondisi fisik dan gejala Anda terlebih dulu.
Setelah itu, dokter akan melakukan beberapa tes lanjutan untuk menegakkan diagnosis.
Berikut berbagai pemeriksaan autoimun yang umumnya dilakukan.
1. Antibodi antinuklear (tes ANA)
Sistem kekebalan tubuh membentuk antibodi untuk melawan zat asing seperti bakteri dan virus.
Namun dalam kondisi autoimun, antibodi antinuklear justru menyerang nukleus (inti sel) yang sehat. Untuk mendeteksi antibodi ini, Anda perlu menjalani tes ANA dengan sampel darah.
Tes ANA biasanya dianjurkan bila Anda mengalami gejala autoimun seperti demam, ruam kupu-kupu, nyeri otot, dan nyeri sendi.
Penyakit yang dapat didiagnosis dengan tes ini antara lain lupus, skleroderma, rematik, dan sindrom Sjögren.
2. Laju endap darah
Tes laju endap darah mengukur seberapa cepat sel darah merah berkumpul di dasar tabung reaksi dan membentuk endapan.
Dalam kondisi normal, sel darah merah perlu waktu yang cukup lama untuk mengendap.
Laju endap darah yang tinggi mungkin menunjukkan adanya peradangan pada tubuh. Peradangan dapat disebabkan oleh infeksi, kanker, penyakit ginjal, atau kondisi peradangan lainnya termasuk penyakit autoimun.
3. Protein C-reaktif (CRP)
CRP merupakan protein hasil produksi hati yang dilepaskan ke aliran darah saat terjadi peradangan.
Perubahan pada hasil tes CRP bisa menandakan bahwa tubuh mengalami peradangan akibat infeksi atau penyakit autoimun, seperti lupus dan rematik.
Namun, tes CRP tidak menunjukkan penyebab atau lokasi terjadinya radang.
Maka dari itu, jika hasil tes CRP Anda tidak normal, dokter akan menyarankan pemeriksaan lebih lanjut untuk mencari tahu penyebabnya.
4. Ferritin
Ferritin merupakan protein yang menyimpan zat besi dalam sel sebelum tubuh siap menggunakannya.
Tes ferritin dapat membantu dokter memahami seberapa banyak zat besi yang tubuh Anda simpan.
Kadar ferritin yang rendah menandakan bahwa tubuh kekurangan zat besi.
Sebaliknya, hasil tes ferritin yang lebih tinggi dari normal dapat menjadi tanda dari infeksi, kanker, atau peradangan yang disebabkan oleh penyakit autoimun.
5. Rheumatoid factor (RF)
Tes RF bertujuan untuk mengukur jumlah rheumatoid factor dalam darah.
Rheumatoid factor merupakan protein dari sistem kekebalan tubuh yang dapat menyerang jaringan sehat dalam tubuh Anda.
Nilai RF yang tinggi umumnya berkaitan dengan penyakit autoimun seperti rematik atau sindrom Sjögren.
Meski begitu, orang yang sehat pun bisa saja memiliki nilai RF yang tinggi dan pengidap penyakit autoimun mungkin memiliki nilai RF yang normal.
6. Enzyme-linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Tes ELISA mampu mendeteksi berbagai antibodi atau antigen yang secara spesifik berkaitan dengan penyakit tertentu.
Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mencari protein RF atau antibodi IL-17 dan anti-CCP pada pengidap rematik.
Nilai normal tes ELISA bervariasi, tergantung jenis antibodi atau antigen yang sedang diperiksa.
Hasil tes ELISA juga dapat menentukan pemeriksaan lebih lanjut yang perlu Anda jalani untuk mendiagnosis penyakit autoimun.
7. Antibodi anti-cyclic citrullinated peptide (anti-CCP)
Tes anti-CCP bertujuan untuk mendeteksi antibodi CCP pada pengidap rematik.
Dokter biasanya menyarankan pemeriksaan ini kepada pasien yang mengalami gejala rematik seperti nyeri, bengkak, dan kaku pada sendi pada pagi hari.
Guna mendapatkan diagnosis yang tepat, dokter umumnya melakukan pemeriksaan ini bersama tes RF. Berikut beberapa hasil yang mungkin Anda dapatkan.
- Antibodi CCP dan RF positif: pasien mengalami penyakit rematik.
- Antibodi CCP positif dan RF negatif: pasien mengalami rematik tahap awal atau akan mengalaminya di kemudian hari.
- Anti-CCP dan RF negatif: pasien tidak mengalami rematik.
8. Imunoglobulin
Tes ini bertujuan untuk mengukur antibodi imunoglobulin dalam darah Anda.
Penyakit autoimun yang bisa didiagnosis dengan tes ini antara lain myasthenia gravis, sindrom Sjögren, dan sindrom Guillain-Barré.
Mengutip laman MedlinePlus, berikut jenis imunoglobulin yang umumnya diperiksa dalam tes ini.
- IgA: antibodi pertahanan lini pertama yang kerap ditemukan pada cairan tubuh, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan.
- IgG: antibodi dalam darah dan cairan tubuh yang melindungi tubuh dengan cara mengingat kuman yang pernah memasuki tubuh.
- IgM: antibodi dalam darah dan cairan getah bening yang terbentuk paling awal ketika tubuh mengalami infeksi.
9. Tes autoimun lainnya
Selain berbagai pemeriksaan di atas, dokter mungkin juga menyarankan tes lain untuk mendeteksi antibodi tertentu secara spesifik.
Berikut sejumlah tes antibodi spesifik yang mungkin dokter sarankan.
- DNA untai ganda (lupus).
- Kompleks komplemen (lupus).
- Krioglobulin (sindrom Raynaud).
- Tes partikel pengenalan anti-sinyal (peradangan otot).
- Antibodi sitoplasma anti-neutrofil (granulomatosis, penyakit radang usus).
- Antigen nuklir yang dapat diekstraksi (lupus, sindrom Sjögren, peradangan otot, penyakit jaringan ikat campuran).
- Lupus antikoagulan, antibodi antikardiolipin, atau autoantibodi antifosfolipid (lupus, sindrom antifosfolipid).
Proses diagnosis penyakit autoimun memang tidaklah sederhana. Anda perlu menjalani serangkaian tes hingga dokter dapat menentukan jenis penyakit autoimun dan faktor yang menjadi penyebabnya.
Oleh sebab itu, beri tahu dokter mengenai gejala yang Anda alami, bahkan jika Anda merasa gejala tersebut tidak berkaitan dengan penyakit autoimun.
Setiap gejala bisa memberikan petunjuk dan membantu penegakan diagnosis yang tepat.
[embed-health-tool-bmi]