Para peserta penelitian diminta mengisi kuesioner yang dibuat oleh Michael Pluess, pimpinan penelitian yang juga seorang profesor psikologi perkembangan. Kuesioner tersebut digunakan menilai seberapa sensitif mereka terhadap lingkungan sekitarnya.
Kuesioner tersebut juga menilai jenis sifat sensitif yang mereka miliki, yakni antara lebih sensitif terhadap pengalaman positif atau negatif. Jawaban dalam kuesioner juga akan diteliti dan dihubungkan dengan pola asuh orangtua.
Para peneliti juga mengaitkan sifat sensitif para peserta dengan ciri kepribadian yang dikenal Teori Kepribadian Model Lima Besar (Big Five Personality). Kelimanya adalah keterbukaan, kehati-hatian, ekstraversi, kemudahan untuk akur, dan neurotisme.
Menjadi sensitif adalah faktor genetik?

Setelah diteliti, ternyata sekitar 47% perbedaan sifat sensitif seseorang ditentukan oleh faktor genetiknya. Sementara itu, 53% sisanya adalah hasil dari pengaruh lingkungan. Kedua faktor ini rupanya memengaruhi kepribadian dengan cukup seimbang.
Hasil kuesioner juga menunjukkan bahwa faktor genetik ikut menentukan apakah anak lebih peka terhadap pengalaman positif atau negatif. Apabila anak lebih peka terhadap pengalaman negatif, ini mungkin karena anak lebih mudah stres saat menghadapi situasi sulit.
Sebaliknya, anak yang lebih peka terhadap pengalaman positif mungkin diasuh dengan baik oleh orangtuanya dan mendapatkan pengaruh baik dari sekolahnya. Kedua faktor ini membuat mereka mampu menghadapi situasi sulit dengan lebih baik.
Tanya Dokter
Punya pertanyaan kesehatan?
Silakan login atau daftar untuk bertanya pada para dokter/pakar kami mengenai masalah Anda.
Ayo daftar atau Masuk untuk ikut berkomentar