Terbaru, Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO mendesak seluruh negara untuk melarang peredaran vape dengan perasa karena membahayakan anak-anak dan remaja. Memang, seberapa parah dampak produk ini terhadap generasi muda?
WHO: Lindungi anak-anak dari vape dengan perasa
Dalam rilis resmi yang diterbitkan pada 14 Desember 2023, WHO menyoroti kekhawatirannya terhadap peningkatan tren vape atau rokok elektrik perasa di kalangan anak muda.
WHO pada akhirnya mendesak negara-negara di seluruh dunia untuk mengambil tindakan tegas dalam melindungi anak-anak dan remaja dari vape berperasa.
Vape yang awalnya digunakan sebagai pengganti rokok tembakau kini telah dipasarkan secara masif dengan iklan dan pemasaran yang ditujukan untuk anak-anak di bawah umur.
Perasa buah-buahan, permen, mint, atau menthol serta perangkat dalam berbagai desain membuat jenis vape berperasa lebih menarik untuk anak-anak dan remaja.
Tak ayal, tingkat penggunaan rokok elektrik pada anak-anak usia 13–15 tahun dalam beberapa tahun ke belakang lebih tinggi dibandingkan dengan orang dewasa.
Di Kanada misalnya, WHO menyebut bahwa penggunaan vape perasa di kalangan remaja usia 16–19 tahun meningkat dua kali lipat antara tahun 2017–2022.
Hal serupa juga terjadi di Inggris Raya, di mana perokok elektrik jumlahnya meningkat tiga kali lipat dalam tiga tahun ke belakang.
Tahukah Anda?
Studi dalam Morbidity and Mortality Weekly Report (2023) menyebutkan bahwa sebanyak 89,4% siswa sekolah menengah di Amerika Serikat yang memakai rokok elektrik lebih memilih vape berperasa. Dari angka tersebut, jenis perasa yang umum digunakan adalah buah (63,4%), permen atau makanan penutup (35%), mint (27,8%), dan menthol (20,1%). Mengapa vape perasa dilarang peredarannya?
Hingga saat ini, masih banyak pertanyaan mengenai dampak jangka panjang penggunaan vape dengan perasa, khususnya pada anak-anak dan remaja.
Penggunaan perasa dalam rokok elektrik umumnya bertujuan untuk menyamarkan efek nikotin. Seperti diketahui, nikotin adalah senyawa tembakau yang dapat memicu kecanduan.
Senyawa ini bersifat racun dan mampu meningkatkan risiko gangguan paru-paru, jantung, dan kanker.
Rokok elektrik dengan setidaknya 16.000 varian rasa menyasar anak-anak lewat media sosial. Beberapa produk menggunakan karakter kartun dan desain yang menarik bagi generasi muda.
Dr. Ruediger Krech, Direktur Promosi Kesehatan WHO
Cara pemasaran ini diketahui bisa menimbulkan sikap lebih positif terhadap rokok elektrik pada orang-orang yang sebelumnya tidak tertarik terhadap rokok tembakau.
Dengan meningkatnya pemakaian produk nikotin pada kalangan anak-anak dan remaja, WHO pun mengambil langkah tegas untuk melarang vape berperasa di seluruh dunia.
WHO mencatat ada 34 negara yang melarang penjualan rokok elektronik sepenuhnya, seperti Brasil, India, Australia, Selandia Baru, dan Thailand.
Bahaya vape untuk kesehatan anak-anak dan remaja
Vape kerap kali dipasarkan sebagai alternatif rokok tembakau yang lebih sehat dan aman. Akan tetapi, kedua benda ini sebenarnya sama-sama berbahaya bagi kesehatan tubuh.
Cairan vape atau liquid tetap mengandung nikotin yang berbahaya bagi tubuh. Selain itu, liquid juga mengandung bahan lain, seperti propilen glikol dan perasa.
Kandungan inilah yang akan menimbulkan bahaya vape atau rokok elektrik seperti berikut ini.
1. Kecanduan nikotin
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit atau CDC menemukan bahwa beberapa cairan vape yang dipasarkan mengandung 0% nikotin nyatanya tetap mengandung zat ini.
Pada sebagian orang, penggunaan vape berisiko menyebabkan kecanduan nikotin. Bahkan, paparan nikotin pada masa remaja bisa meningkatkan risiko kecanduan zat lain pada kemudian hari.
2. Gangguan perkembangan otak
Otak manusia akan terus berkembang hingga usia 25 tahun. Paparan nikotin dari rokok elektrik diketahui dapat menyebabkan gangguan perkembangan otak remaja.
Kebiasaan buruk ini bisa menimbulkan kerusakan pada bagian otak yang mengontrol perhatian, pembelajaran, suasana hati, dan kontrol impuls.
3. Kerusakan paru-paru dan jantung
Tidak hanya nikotin, rokok elektrik atau vape juga mengandung senyawa kimia berbahaya lain, seperti asetaldehida, akrolein, dan formaldehida.
Menurut American Lung Association, kelompok senyawa kimia yang disebut aldehida ini dapat meningkatkan risiko kerusakan paru-paru dan sistem kardiovaskular.
Beberapa gangguan kesehatan akibat pemakaian vape perasa dalam jangka panjang misalnya asma, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), serangan jantung, dan bahkan stroke.
Keputusan WHO melarang vape dengan perasa bertujuan untuk menurunkan risiko gangguan kesehatan, terutama pada anak-anak dan remaja.
Vape memang bisa digunakan dalam terapi kecanduan nikotin dan berhenti merokok. Namun, bukan berarti vape adalah hal yang menyehatkan.
Jika Anda tidak pernah merokok, vape bukanlah opsi untuk “merokok dengan lebih sehat”. Opsi yang lebih sehat adalah dengan tidak merokok atau menggunakan vape sama sekali.
Kesimpulan
- WHO melarang peredaran vape perasa untuk melindungi anak-anak dan remaja.
- Hal ini didasarkan pada meningkatnya tren penggunaan rokok elektrik pada anak-anak usia 13–15 tahun dalam beberapa tahun ke belakang.
- Produk vape perasa biasanya tersedia dengan karakter kartun dan warna yang menarik sekaligus menimbulkan kesan positif pada kalangan muda.
- Kandungan nikotin dalam vape atau rokok elektronik berisiko menyebabkan kecanduan, gangguan perkembangan otak, serta kerusakan paru-paru dan jantung.
[embed-health-tool-bmi]