Penyakit epilepsi atau yang dikenal sebagai “ayan” merupakan gangguan pada sistem saraf yang terjadi karena aktivitas listrik di otak yang abnormal. Apa saja penyebab dan faktor risiko dari epilepsi?
Penyebab penyakit epilepsi anak dan dewasa
Kejang dapat disebabkan oleh beragam kondisi. Namun jika kejang terus-menerus terjadi, bisa jadi ini adalah gejala penyakit epilepsi.
Penyebab dari penyakit ini sebenarnya tidak diketahui secara pasti. Akan tetapi, hasil pemeriksaan pada otak menunjukkan adanya aktivitas kelistrikan abnormal di otak saat kejang terjadi.
Melansir Mayo Clinic, ada beberapa faktor dan kondisi yang dapat menyebabkan aktivitas tidak normal di otak yang mungkin juga menjadi penyebab epilepsi pada anak-anak maupun orang dewasa, di antaranya sebagai berikut.
1. Genetik
Meski jarang, mutasi gen yang diwariskan dari orangtua bisa menyebabkan epilepsi pada keturunannya.
Itu artinya, seseorang yang memiliki anggota keluarga dengan penyakit epilepsi memiliki kemungkinan terkena penyakit yang sama.
Biasanya, penderita epilepsi yang dilatarbelakangi oleh gen akan menunjukkan gejala-gejalanya lebih awal. Entah itu ketika masih bayi, kanak-kanak, atau saat usia remaja.
Hasil penelitian menemukan fakta bahwa beberapa gen tertentu dapat membuat seseorang jadi lebih peka terhadap kondisi yang memicu kejang.
Gen penyebab penyakit epilepsi ini adalah SLC2A1, LGI1, dan DEPDC5.
Jika memang terjadi penyakit epilepsi dalam keluarga Anda, sebaiknya lakukan tes genetik dan konsultasi ke dokter.
Tujuannya untuk melihat seberapa besar peluang Anda terkena penyakit epilepsi.
Dengan begitu, dokter bisa melakukan tindakan sebagai pencegahan berkembangnya penyakit ini pada kemudian hari.
2. Cedera pada kepala
Sebagai salah satu gejala khas dari penyakit epilepsi, kejang terjadi akibat adanya aktivitas abnormal di otak.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa adanya cedera di kepala, yakni lokasi otak Anda berada, bisa menjadi penyebab dari penyakit epilepsi.
Anda bisa mengalami cedera kepala lewat kecelakaan kendaraan, terjatuh dari tempat tinggi, atau tertimpa benda berat di kepala.
Kondisi ini diperkirakan menyerang 35 persen pada anak-anak dan 15 persen pada orang dewasa.
Waktu munculnya gejala epilepsi pada pasien cedera kepala sangat bervariasi.
Sekitar 50 persen kasus mengalami kejang dalam 24 jam pertama, sisanya satu hingga empat minggu setelah cedera kepala terjadi.
3. Masalah pada otak
Selain cedera kepala, penyebab epilepsi lainnya yang mungkin terjadi adalah kerusakan pada otak akibat stroke atau tumor otak.
Penyakit stroke diketahui jadi penyebab utama epilepsi pada orang dewasa yang berusia 35 tahun ke atas.
Stroke sendiri adalah kondisi pembuluh darah di otak yang pecah atau adanya gumpalan yang menghalangi suplai darah ke otak.
Tubuh Anda mengalami kejang sebanyak satu kali setelah stroke terjadi.
Jika Anda tidak punya penyakit epilepsi sebelumnya, kemungkinan Anda akan mengembangkan penyakit ini pada kemudian hari.
Jenis stroke tertentu yang dapat menimbulkan perdarahan parah bisa menyebabkan epilepsi dalam waktu dekat.
Sementara itu, tumor otak menimbulkan adanya jaringan abnormal di otak. Kondisi ini diketahui dapat memicu terjadinya kejang berulang kali.
4. Adanya penyakit akibat infeksi
Infeksi pada sistem saraf dapat mengakibatkan aktivitas kejang. Ini termasuk infeksi:
- pada selaput otak dan cairan tulang belakang (meningitis),
- pada otak atau ensefalitis,
- infeksi virus yang memengaruhi imun manusia (HIV), serta
- infeksi saraf.
5. Gangguan perkembangan otak dan kerusakan otak
Penyebab epilepsi yang terjadi pada bayi atau anak-anak ialah adanya gangguan perkembangan, seperti autisme atau neurofibromatosis.
Autisme membuat si Kecil mengalami kejang-kejang dan ini terjadi karena gangguan perkembangan otak selama masa kehamilan yang penyebabnya tidak diketahui pasti.
Autisme sendiri adalah gangguan fungsi otak yang memengaruhi kemampuan manusia untuk berpikir dan berperilaku.
Epilepsi bisa terjadi bersamaan dengan autisme atau baru muncul gejalanya setelah autisme terjadi.
Sementara neurofibromatosis adalah kelainan genetik yang menyebabkan tumbuhnya tumor pada jaringan saraf yang membuat seseorang rentan mengalami penyakit kanker dan kejang-kejang.
Di samping itu, penyebab penyakit epilepsi lain yang mungkin menyerang bayi dan anak-anak adalah kerusakan otak akibat sang ibu mengalami infeksi, kekurangan oksigen, atau menderita gizi buruk.
Berbagai faktor risiko penyakit epilepsi
Pada beberapa orang, risiko penyakit epilepsi mungkin lebih besar ketimbang orang lain. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko penyakit ayan ini adalah sebagai berikut.
1. Usia
Epilepsi umumnya terjadi pada anak kecil dan manula. Biasanya, anak kecil yang baru berusia 1 atau 2 tahun akan mengalami ayan atau kejang akibat epilepsi.
Namun, tidak menutup kemungkinan epilepsi dapat terjadi pada usia dewasa awal.
2. Melakukan aktivitas yang berisiko pada cedera otak
Kerusakan atau cedera otak terjadi ketika sel-sel otak yang dikenal sebagai neuron menjadi hancur.
Hal ini dapat disebabkan oleh kerusakan fisik antara lain pasca-operasi bagian otak, kecelakaan, terbentur, dan hal yang mengakibatkan saraf otak manusia mengalami kerusakan.
Kondisi ini sangat mungkin terjadi pada orang yang bekerja di tempat tinggi, pembalap, petinju, atau yang bekerja dengan mengoperasikan kendaraan.
Penyebab penyakit epilepsi kambuh
Epilepsi adalah penyakit yang sifatnya kambuhan. Gejalanya dapat muncul kapan saja dan di mana saja.
Selain memahami penyebab dasar dan faktor risiko dari penyakit epilepsi, Anda juga perlu mengetahui penyebab dari kekambuhannya.
Lebih jelasnya, berikut beberapa hal yang bisa menjadi penyebab penderita epilepsi mengalami kekambuhan.
1. Melewatkan dosis obat
Bukan hanya untuk menangani epilepsi, penderita juga diharuskan untuk minum obat anti-epilepsi secara rutin untuk mencegah kekambuhan gejala.
Jika dosisnya terlewatkan atau tidak minum obat sesuai anjuran dokter, gejalanya mungkin akan kambuh.
Oleh karena itu, obat harus diminum secara rutin sesuai dengan instruksi dokter.
2. Kurang tidur dan stres
Kurang tidur dapat mengganggu aktivitas kelistrikan di otak yang nantinya bisa menyebabkan gejala epilepsi kembali kumat.
Di samping itu, kondisi ini juga lebih mudah membuat Anda stres. Akibatnya, risiko kambuh akan jadi lebih besar.
3. Minum alkohol berlebihan
Kebiasaan minum alkohol yang tidak terkontrol juga bisa menyebabkan gejala epilepsi kembali kambuh. Sebaiknya, selama masa pengobatan, Anda perlu berhenti dari kebiasaan ini.
Dengan menghindari pemicu tersebut, Anda bisa mencegah terjadinya kekambuhan penyakit epilepsi.
[embed-health-tool-bmi]