backup og meta

Waspada Trombositopenia, Efek Samping Obat Heparin untuk Penyakit Jantung

Waspada Trombositopenia, Efek Samping Obat Heparin untuk Penyakit Jantung

Heparin adalah obat penyakit jantung untuk mencegah kemungkinan komplikasi yang bisa berakibat fatal, seperti serangan jantung dan penggumpalan darah. Heparin juga umum digunakan untuk pencegahan pembekuan darah atau trombosis pasca operasi. Namun sama seperti obat-obatan lainnya, heparin dapat menimbulkan efek samping. Salah satu efek samping heparin yang perlu diwaspadai adalah trombositopenia.

Sebelum menelaah lebih dalam seputar efek samping obat penyakit jantung yang satu ini, ada baiknya kita mengetahui dulu cara kerja heparin.

Cara kerja heparin untuk obat penyakit jantung

Pembekuan darah dalam arteri yang menuju jantung dapat menyebabkan sindrom koroner akut, seperti angina yang tidak stabil (perasaan sesak di dada) atau serangan jantung. Untuk mencegah dan/atau mengatasi ini, diperlukan obat golongan pengencer darah (antikoagulan) seperti heparin.

Heparin bekerja mencegah pembekuan darah dengan mengaktifkan antithrombin III untuk menghalangi kerja thrombin dan fibrin, dua faktor yang diperlukan untuk membekukan darah. Melalui hambatan pada aktivasi thrombin dan fibrin ini, heparin menggagalkan proses pembekuan darah.

Apa saja efek samping heparin?

Obat penyakit jantung heparin memiliki beberapa efek samping yang perlu Anda ketahui. Beberapa di antaranya adalah:

  • Perdarahan: Heparin bekerja mengencerkan darah, akibatnya tubuh akan lebih rentan untuk mengalami perdarahan. Apabila terjadi terus menerus, dosis heparin harus segera dihentikan dan diberikan obat penawarnya yaitu protamin sulfat.
  • Dapat memicu reaksi alergi dan syok anafilaktik
  • Osteoporosis: terjadi pada 30% pasien yang didosiskan heparin jangka panjang. Heparin dapat mempercepat proses pengeroposan tulang.
  • Meningkatkan enzim transaminase hati
  • Trombositopenia (Heparin– induced thrombocytopenia/HIT)

Kenapa heparin dapat menyebabkan trombositopenia?

Trombositopenia adalah efek samping obat penyakit jantung heparin yang termasuk unik. Trombositopenia terjadi akibat kurangnya jumlah platelet atau trombosit, sel darah yang berperan penting pada proses pembekuan darah. Umumnya penurunan jumlah trombosit akan meningkatkan risiko perdarahan. Itu sebabnya gejala umum dari trombositopenia termasuk mudah mimisan dan memar, luka lama sembuh, dan perdarahan haid yang berat.

Namun ketika trombositopenia secara spesifik dipicu oleh penggunaan heparin, alias HIT, risiko terjadinya trombosis atau penyumbatan pembuluh darah justru lebih besar daripada perdarahan. Padahal, penurunan trombosit pada HIT jarang mencapai 20.000/ul. Hal ini dipengaruhi fakta bahwa HIT terjadi akibat adanya antibodi tubuh terhadap kompleks Heparin-PF4.

Di dalam tubuh, heparin akan berikatan dengan Platelet Specific Protein Factor 4 (PF4). Kompleks ini akan dikenali oleh antibodi. Kemudian setelah berikatan dengan kompleks Heparin-PF4, antibodi akan berikatan dengan reseptor pada trombosit, sehingga menyebabkan terjadinya aktivasi trombosit. Aktivasi trombosit ini akan mengakibatkan terbentuknya sumbatan pembuluh darah. Sederhananya, heparin yang seharusnya bekerja menghambat pembekuan darah, pada beberapa orang malah jadi sebaliknya: memicu aktivasi trombosit sehingga darah membeku dan menyumbat pembuluh darah.

Seberapa umum trombositopenia akibat heparin?

Pada orang-orang yang baru pertama kali mengonsumsi heparin, HIT dapat terjadi 5-14 hari setelah pendosisan dimulai. Pada pasien yang pernah menggunakan obat penyakit jantung ini sebelumnya, efek samping heparin dapat muncul lebih awal (kurang dari 5 hari setelah terapi dimulai). Gejala HIT dapat muncul terlambat pada beberapa orang, kurang lebih 3 minggu setelah dosis dihentikan.

Beberapa sumber mengatakan HIT lebih banyak terjadi pada pasien yang mengonsumsi heparin pasca operasi dan perempuan yang memiliki penyakit jantung yang diresepkan obat ini.

Apakah trombositopenia akibat efek samping heparin ini bahaya?

HIT merupakan kondisi medis yang berbahaya bila tidak terdeteksi. Menurut Medscape, 6-10% pasien HIT meninggal dunia. Untuk itu, ktia perlu mengenal “4T” pada pasien yang sedang mengkonsumsi heparin:

  • Trombositopenia (menurunnya jumlah trombosit tubuh)
  • Timing dari penurunan jumlah trombosit
  • Trombosis (penyumbatan)
  • Tidak ada penyebab trombositopenia lainnya.

Bagaimana dokter mendiagnosis HIT?

HIT dapat dideteksi dengan menemukan penurunan trombosit hingga <100.000/ul atau penurunan >50% dari nilai trombosit sebelum terapi. Sekitar 50% pasien HIT mengalami penyumbatan pembuluh darah (Heparin induced thrombocytopenia and thrombosis – HITT). Untuk mendiagnosis trombosis dapat dilakukan pemeriksaan doppler.

Apabila dokter mendeteksi adanya tanda-tanda HIT, maka dokter akan melakukan beberapa hal dibawah ini:

  1. Segera menghentikan dosis heparin
  2. Ganti heparin dengan antikoagulan lain. Di sini antikoagulan tetap harus diberikan mengingat risiko penyumbatan pada HIT yang tinggi, dan diberikan sampai + 1 bulan setelah kadar trombosit kembali normal. Pemberian warfarin hanya boleh diberikan setelah kadar trombosit kembali ke awal.
  3. Tidak boleh diberikan transfusi platelet atau trombosit.
  4. Evaluasi penyumbatan (trombosis) dengan doppler atau pemeriksaan lainnya.

Beberapa literatur merekomendasikan pemeriksaan tambahan untuk HIT yaitu dengan Enzyme Linked Assay (ELISA) guna mendeteksi antibodi terhadap kompleks heparin-PF4; dan serotonin release assay untuk melihat aktivasi platelet. Serotonin linked assay lebih akurat dalam mendeteksi HIT, namun masih sulit untuk menemukan pusat kesehatan yang memiliki pemeriksaan ini di Indonesia. Risiko terjadinya trombosis dapat dilihat dengan kadar antibodi yang bersirkulasi.

Tidak semua orang boleh diresepkan heparin untuk obat penyakit jantung

Melihat risiko efek samping heparin yang unik, obat penyakit jantung ini tidak boleh diberikan pada pasien-pasien dengan riwayat alergi obat heparin sebelumnya, kelainan/gangguan perdarahan, alkoholisme, atau pada pasien dengan riwayat operasi otak, mata, dan medulla spinalis.

[embed-health-tool-heart-rate]

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.

 

  1. Kasper D, Hauser S, Jameson J, Fauci A, Longo D, Loscalzo M. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 19th, editor.
  2. Whalen K. Lippincot Illustrated Reviews : Pharmacology. 6th editio. Finkel R, Panavelil TA, editors. Wolters Kluwe; 2015.
  3. Kasper D, Hauser S, Jameson J, Fauci A, Longo D, Loscalzo M. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 19th, editor.
  4. Favaloro EJ. Toward improved diagnosis of HIT. Insid Blood Comment. 2017;126(5):2015–7.
  5. Cuker A. Clinical and laboratory diagnosis of heparin-induced thrombocytopenia: an integrated approach. Semin Thromb Hemost. 2014;40(1):106–14.
  6. Eke S. Heparin-Induced Thrombocytopenia. Medscape Reference. 2016. Available at : https://emedicine.medscape.com/article/1357846-overview#showall (Accessed : Oct 17th 2017)

Versi Terbaru

07/01/2022

Ditulis oleh dr. Angelina Yuwono

Ditinjau secara medis oleh dr. Yusra Firdaus

Diperbarui oleh: Nanda Saputri


Artikel Terkait

Tekanan Darah Normal Sesuai Usia dan Tips Menjaganya

MRI Jantung


Ditinjau secara medis oleh

dr. Yusra Firdaus


Ditulis oleh dr. Angelina Yuwono · Tanggal diperbarui 07/01/2022

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan