backup og meta
Kategori
Cek Kondisi

3

Tanya Dokter
Simpan
Konten

Premenstrual Dysphoric Disorder (PMDD)

Ditinjau secara medis oleh dr. Carla Pramudita Susanto · General Practitioner · Klinik Laboratorium Pramita


Ditulis oleh Ihda Fadila · Tanggal diperbarui 10/11/2023

Premenstrual Dysphoric Disorder (PMDD)

Hampir semua wanita pernah mengalami PMS atau premenstrual syndrome dalam siklus menstruasinya. Kondisi ini umumnya ditandai dengan mood yang mudah berubah, sakit kepala, hingga payudara yang agak bengkak. Namun, kalau gejala PMS sudah sangat parah, bisa jadi Anda punya premenstrual dysphoric disorder atau PMDD.

Apa itu premenstrual dysphoric disorder (PMDD)?

saat menstruasi tidak boleh tidur siang

Premenstrual dysphoric disorder (PMDD) adalah gangguan dengan serangkaian gejala yang jauh lebih parah dari PMS pada umumnya. 

Gejala PMDD bisa muncul 1—2 minggu sebelum hari pertama menstruasi. Biasanya, gejala akan hilang 2—3 hari setelah menstruasi terjadi.

Lalu, apakah PMDD berbahaya? John Hopkins Medicine menyebutkan bahwa PMDD adalah kondisi kronis yang serius.

Oleh karena itu, penderitanya memerlukan perawatan secara medis untuk dapat mengatasi gangguan ini.

Meski demikian, berbeda dengan PMS yang cukup umum dialami wanita, PMDD terbilang jarang sekali terjadi.

Apa bedanya PMDD dan PMS?

  • Meski sama-sama menunjukkan gejala fisik dan emosional, gejala PMDD cenderung lebih parah. 
  • Umumnya, orang yang mengalami PMS masih mampu beraktivitas. Sementara PMDD bisa menyebabkan gejala ekstrem, bahkan dapat mengganggu aktivitas sehari-hari atau hubungan dengan orang terdekat. 
  • Kasus PMDD biasanya membutuhkan penanganan medis, sedangkan PMS tidak selalu.
  • Dalam kasus tertentu, wanita yang mengidap PMDD bisa memiliki pikiran untuk bunuh diri. Biasanya, hal ini terjadi pada wanita yang memiliki riwayat depresi sebelumnya.

Apa saja tanda dan gejala PMDD?

Tanda-tanda atau gejala PMDD bisa bervariasi pada tiap orang. Beberapa tanda atau gejala umum dari premenstrual dysphoric disorder adalah sebagai berikut.

  • Rasa lemas dan lelah yang luar biasa. 
  • Perubahan mood yang ekstrem sampai muncul kecemasan atau depresi.
  • Sulit berkonsentrasi. 
  • Palpitasi jantung (jantung berdebar cepat).
  • Paranoid (padahal biasanya tidak memiliki gangguan kepribadian paranoid). 
  • Citra diri yang negatif. 
  • Koordinasi tubuh berkurang. 
  • Mudah lupa. 
  • Kembung, sakit perut, dan perubahan nafsu makan. 
  • Sakit kepala. 
  • Kejang otot atau nyeri sendi. 
  • Masalah kulit, seperti jerawat, gatal, atau kemerahan. 
  • Hot flashes
  • Pusing. 
  • Pingsan (hilang kesadaran). 
  • Sulit untuk tidur. 
  • Gejala terkait retensi cairan, seperti pembengkakan di kaki, pergelangan kaki, dan tangan, atau buang air kecil berkurang. 
  • Payudara nyeri atau payudara bengkak.
  • Gangguan penglihatan dan mata. 
  • Gangguan pernapasan, seperti alergi atau infeksi
  • Nyeri haid
  • Kehilangan gairah seksual. 

Kemungkinan ada tanda-tanda dan gejala lainnya. Bila Anda memiliki tanda-tanda tersebut atau khawatir akan sebuah gejala tertentu, konsultasikanlah dengan dokter Anda.

Apa penyebab premenstrual dysphoric disorder?

obat progesteron

Para ahli belum memahami secara pasti penyebab dari PMDD.

Namun, para ahli menduga kondisi ini sebagai reaksi abnormal tubuh terhadap perubahan hormon yang terjadi pada siklus menstruasi wanita.

Perubahan hormon ini menyebabkan kadar serotonin dalam tubuh wanita berkurang.

Adapun serotonin merupakan zat dalam otak dan usus yang mempersempit pembuluh darah dan dapat memengaruhi suasana hati serta beberapa gejala fisik pada tubuh. 

Dengan demikian, bila serotonin berkurang, gejala yang terkait dengan fisik serta suasana hati tersebut bisa muncul.

Akan tetapi, para ahli belum mengetahui secara pasti mengapa hormon serotonin pada orang tertentu bisa menurun drastis saat menstruasi.

Meski tidak ada penyebab yang pasti, beberapa faktor dapat meningkatkan risiko seorang wanita terkena PMDD, yaitu sebagai berikut.

  • Riwayat keluarga dengan PMS atau PMDD.
  • Punya riwayat depresi, depresi postpartum (pascamelahirkan), dan gangguan mood lain, baik yang terjadi pada diri sendiri atau dalam anggota keluarga. 
  • Kebiasaan merokok.
  • Penyalahgunaan alkohol atau obat terlarang.
  • Gangguan tiroid.
  • Kelebihan berat badan.
  • Kurang berolahraga.

Bagaimana cara mendiagnosis PMDD?

Gejala PMDD bisa mirip dengan kondisi medis lainnya.

Oleh karena itu, dokter mungkin akan meminta Anda untuk menjalani serangkaian pemeriksaan, termasuk fisik dan mental, guna memastikan Anda tidak mengidap penyakit lainnya.

Untuk memastikan PMDD, dokter juga mungkin akan meminta Anda untuk membuat catatan mengenai gejala apa saja yang muncul dan kapan gejala tersebut terjadi.

Biasanya, pencatatan tersebut perlu Anda lakukan selama beberapa bulan atau beberapa kali siklus menstruasi untuk memastikan diagnosis PMDD.

Adapun untuk menentukan diagnosis PMDD, paling tidak Anda harus memiliki lima atau lebih dari gejala gangguan ini, termasuk yang berhubungan dengan suasana hati.

Apa saja pilihan pengobatan untuk PMDD?

obat menyebabkan penyakit ginjal

Pengobatan secara medis untuk premenstrual dysphoric disorder dapat membantu meredakan dan mengurangi tingkat keparahan gejala.

Beberapa perawatan yang umum untuk PMDD, yaitu sebagai berikut.

  • Obat antidepresan, yaitu jenis selective serotonin reuptake inhibitors atau SSRI, seperti fluoxetine dan sertraline.
  • Pil KB. 
  • Suplemen vitamin, seperti vitamin B6, kalsium, dan magnesium. 
  • Obat pereda nyeri, seperti ibuprofen atau aspirin, untuk meredakan sakit kepala, nyeri sendi, atau kram perut menstruasi.
  • Obat diuretik untuk mengatasi gejala retensi cairan. 
  • Selain obat-obatan tersebut, Anda mungkin bisa melakukan terapi perilaku kognitif (cognitive behavioral therapy/CBT).

    Terapi ini dapat membantu mengatasi gejala PMDD yang terkait dengan kondisi mental. 

    Tak hanya itu, Anda pun perlu tetap menjalani gaya hidup sehat untuk membantu meredakan gejala PMDD, termasuk: 

    • olahraga rutin,
    • mengurangi konsumsi kafein, alkohol, garam, dan gula,
    • meningkatkan asupan protein dan karbohidrat,
    • berhenti merokok,
    • tidur dan istirahat yang cukup setiap hari, dan 
    • mengelola stres, seperti belajar teknik relaksasi (meditasi), yoga, atau melakukan aktivitas yang Anda sukai. 

    Bila ada pertanyaan, konsultasikanlah dengan dokter untuk solusi terbaik masalah Anda.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Carla Pramudita Susanto

    General Practitioner · Klinik Laboratorium Pramita


    Ditulis oleh Ihda Fadila · Tanggal diperbarui 10/11/2023

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan