backup og meta
Kategori
Cek Kondisi

6

Tanya Dokter
Simpan

Penyebab, Gejala, dan Cara Mengatasi Ruam Pada Kulit Pengidap HIV

Ditinjau secara medis oleh dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H. · General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)


Ditulis oleh Nabila Azmi · Tanggal diperbarui 07/09/2023

    Penyebab, Gejala, dan Cara Mengatasi Ruam Pada Kulit Pengidap HIV

    Sekitar 90% orang yang terinfeksi HIV (ODHA) cenderung mengalami gejala pada kulit berupa ruam dalam beberapa bulan pertama setelah tertular virus, melansir UC San Diego Health. Ruam merupakan salah satu gejala awal HIV pada kulit yang biasanya dialami selama 2-4 minggu. Apa penyebab dan seperti apa ciri-ciri ruam pada kulit yang menandakan infeksi HIV?

    Gejala ruam kulit pada pengidap HIV

    Ciri-ciri atau gejala HIV yang muncul pada kulit ditandai dengan terbentuknya makulopapular atau ruam kulit.

    Ruam kulit tersebut merupakan bercak berwarna merah berukuran kecil dan biasanya mengumpul rapat di satu titik. 

    Ruam mungkin tampak berwarna merah terang pada orang berkulit putih atau pucat. Sementara pada kulit yang lebih gelap, ruam cenderung berwarna keunguan.

    Kemunculan ruam HIV ini dapat dibarengi dengan timbulnya luka borok di mulut alias sariawan HIV atau luka di alat kelamin.

    Gejala HIV/AIDS pada kulit ini sebenarnya hampir mirip dengan ruam secara umum, seperti: 

    • Ruam berupa bintik-bintik merah yang tersebar merata.
    • Bagian tengah ruam memiliki benjolan kecil.
    • Ruam terasa gatal.
    • Munculnya ruam menjalar dari wajah hingga ke seluruh tubuh, termasuk kaki dan tangan.

    Ruam tidak terasa gatal selama 2-3 minggu pertama setelah baru muncul. Bila HIV tidak segera diobati, daya tahan tubuh akan semakin menurun sehingga bisa membuat ruam semakin merah, gatal, dan perih. 

    Walaupun tidak terlihat berbahaya, gejala awal HIV pada kulit ini harus segera diperiksakan ke dokter agar tidak terjadi komplikasi HIV di kemudian hari. 

    Penyebab ruam pada kulit pengidap HIV

    Penyebab HIV adalah infeksi virus yang menyerang dan menghancurkan sel CD4 dalam tubuh. Sel CD4 adalah jenis sel darah putih dalam sistem kekebalan tubuh yang berfungsi melawan infeksi.

    Nah, timbulnya ruam pada tubuh berkaitan erat dengan penurunan kekebalan tubuh akibat infeksi HIV.

    Pada awalnya, gejala HIV hanya memunculkan keluhan samar dan umum menyerupai gejala flu yaitu demam HIV, sakit kepala, dan sakit tenggorokan.

    Gejala flu tersebut biasanya dibarengi dengan kemunculan 1-2 ruam di beberapa bagian tubuh. Gejala-gejala tersebut merupakan respon alami sistem imun saat melawan peradangan akibat infeksi virus di dalam tubuh.

    Sayangnya, sistem kekebalan tubuh tidak cukup kuat untuk membunuh virus HIV.

    Selain itu, kemunculan ruam pada kulit orang dengan HIV/AIDS (ODHA) juga dapat menjadi gejala infeksi oportunistik tertentu, seperti infeksi jamur Candida.

    Kemunculan infeksi oportunistik ini menandakan bahwa infeksi HIV sudah masuk ke stadium akhir alias AIDS. Artinya, tak hanya muncul sebagai tanda awal HIV, ruam juga dapat menjadi gejala AIDS pada kulit.

    Di luar dari faktor kekebalan tubuh, timbulnya gejala HIV pada kulit ini juga dapat dipengaruhi oleh:

    1. Efek samping obat-obatan

    obat tekanan darah tinggi

    Orang-orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) yang sudah memulai pengobatan dengan antiretroviral (ARV) dapat mengalami efek samping berupa kemunculan ruam kulit.

    Dilansir dari HIV.gov, ada 3 kelompok obat antiretroviral yang bisa menimbulkan ruam kulit pada penderita HIV, yaitu:

    • Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NNRTIs) atau inhibitor transkriptase balik non-nukleosida.
    • Nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NRTI) atau inhibitor transkriptase balik nukleosida.
    • Protease inhibitors (PIs) atau inhibitor protease.

    Ruam pada kulit paling sering muncul diakibatkan oleh efek samping obat nevirapine. Melansir HIV Pharmaco Vigilance, 5% pengguna nevirapine melaporkan timbulnya ruam pada kulit mereka.

    Ciri-ciri HIV pada kulit ini cenderung muncul dalam 1-2 minggu setelah pengobatan dimulai. Namun, ada juga yang muncul dalam hitungan 1-3 hari. Pada kasus ini, bentuk ruam HIV umumnya tampak seperti ruam campak.

    Ruam akibat efek samping obat ARV cenderung menyebar ke leher dan anggota tubuh lainnya dalam pola simetris. Pada beberapa kasus, tekstur ruam juga bisa lebih menonjol dan kadang mengeluarkan sedikit cairan saat dikelupas. 

    Pada umumnya, gejala HIV pada kulit ini akan hilang ketika tubuh sudah mulai terbiasa dengan efek samping pengobatan ARV.

    2. Stevens-Johnson syndrome

    gejala alergi kulit

    Sindrom Stevens-Johnson (SJS) adalah kondisi yang terjadi akibat hipersensitivitas obat dan berisiko mengancam nyawa.

    SJS diyakini sebagai gangguan sistem kekebalan tubuh yang dipicu oleh infeksi, obat, atau keduanya. SJS biasanya dimulai dengan demam dan sakit tenggorokan sekitar 1-3 minggu setelah memulai terapi ARV. 

    Gejala HIV pada kulit akibat SJS biasanya ditandai dengan munculnya borok atau lesi dengan bentuk tidak beraturan. Lesi kulit ini muncul di mulut, alat kelamin, dan anus.

    Ukuran lesi atau borok biasanya sebesar 1 inci atau 2,5 sentimeter (cm) dan tersebar di wajah, perut, dada, tungkai, hingga telapak kaki.

    Nevirapine dan abacavir adalah 2 jenis obat antiretroviral yang paling berisiko tinggi menyebabkan SJS.

    3. Dermatitis seboroik

    Dermatitis seboroik adalah salah satu penyebab kemunculan ruam yang paling umum pada pengidap HIV/AIDS. Gejala pada kulit ini muncul pada sekitar 80% pengidap HIV dan didiagnosis sebagai penyakit komplikasi.

    Ruam dermatitis seboroik biasanya tampak kemerahan dan bersisik yang suka muncul di bagian kulit berminyak, seperti kulit kepala, wajah, dan dada.

    Dalam kasus yang lebih parah, ruam HIV pada kulit dapat muncul dengan ciri-ciri jerawat bersisik di sekitar wajah, di belakang dan bagian dalam telinga, hidung, alis, dada, punggung atas, atau ketiak.

    Penyebab ruam ini belum diketahui pasti. Namun, penurunan kekebalan tubuh adalah salah satu pemicu munculnya dermatitis seboroik. 

    Cara mengatasi ruam kulit untuk pengidap HIV

    efek samping krim steroid

    Ruam biasanya dapat menghilang dan sembuh dalam 1-2 minggu setelah pengobatan dimulai dengan antiretroviral (ARV).

    Untuk mempercepat penyembuhan gejala HIV pada kulit ini, umumnya dibutuhkan obat khusus dari dokter yang akan diresepkan setelah Anda menjalani pemeriksaan.

    Beberapa obat yang biasanya diberikan dokter untuk mengatasi gejala ruam HIV antara lain:

    1. Krim hidrokortison

    Kandungan steroid dalam krim atau salep hidrokortison ini berfungsi untuk mengurangi gatal dan bengkak akibat ruam yang muncul.

    2. Benadryl atau diphenhydramine

    Obat antihistamin seperti diphenhydramine dapat menghambat efek zat kimia penyebab gatal sehingga meredakan sensasi kulit gatal. 

    Akan tetapi, perlu diingat bahwa penggunaan obat dapat berhasil bila Anda mengikuti aturan pakai dan sesuai dengan penyebab terjadinya ruam kulit. 

    Selain menggunakan obat-obatan, Anda akan dianjurkan untuk menghindari paparan sinar matahari langsung agar ruam HIV tidak semakin parah. 

    Kapan harus ke dokter?

    Segera periksakan diri ke dokter bila ruam menyebar dengan cepat disertai lepuhan pada kulit dan demam. Terlebih, jika ruam HIV pada kulit ternyata merupakan ciri-ciri masa infeksi HIV telah mengarah pada stadium akhir, jangan tunda untuk berkonsultasi dengan dokter.

    Selain itu, Anda juga perlu segera memeriksakan diri ke dokter apabila kemunculan gejala HIV pada kulit juga disertai tanda-tanda alergi parah, misalnya:

    • Jantung berdebar
    • Sesak napas
    • Kehilangan kesadaran

    Bila ruam muncul tidak lama setelah Anda meminum obat jenis baru, segera hentikan pemakaian obat dan diskusikan kembali dengan dokter.

    Ruam kulit memang menjadi salah satu gejala yang dapat menandakan Anda terkena HIV.

    Akan tetapi, ingatlah bahwa Anda belum tentu terinfeksi virus HIV sekalipun muncul ruam di tubuh Anda, terlebih jika Anda tak memiliki risiko tertular HIV.

    Jika Anda masih ragu, konsultasikan masalah penyakit menular seksual Anda dengan dokter Anda agar mendapatkan solusi terbaik.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.

    General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)


    Ditulis oleh Nabila Azmi · Tanggal diperbarui 07/09/2023

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan