Salah satu gangguan mental serius yang umum menyerang orang lanjut usia atau lansia yakni delirium. Meski dampaknya fatal, kondisi ini masih bisa dicegah pada orang yang berisiko.
Apa itu delirium?
Delirium adalah penyakit mental serius yang membuat seseorang mengalami kebingungan dan tidak mampu memerhatikan lingkungan sekitar.
Pengidapnya kerap tidak bisa berpikir dan mengingat dengan jelas sehingga mudah teralihkan.
Gangguan ini umumnya terjadi tiba-tiba, cepat, dan sementara. Pengidapnya bisa merasa kebingungan dalam beberapa jam atau hari, yang mungkin datang dan pergi.
Terkadang, disorientasi yang timbul kerap kali sulit dibedakan dengan gejala demensia. Terlebih lagi, kondisi ini lebih berisiko terjadi seiring pertambahan usia.
Perlu dipahami bahwa delirium tergolong kondisi yang lebih serius. Pengidapnya bahkan butuh menjalani rawat inap di rumah sakit.
Meski begitu, gangguan mental ini masih bisa diobati dengan perawatan medis yang diberikan.
Seberapa umumlah kondisi ini?
Macam-macam delirium
Para ahli membagi delirium ke dalam tiga jenis berdasarkan tanda dan gejala yang ditunjukkan.
1. Delirium hiperaktif (hyperactive delirium)
Gangguan ini menimbulkan perubahan perilaku yang sangat jelas, seperti kegelisahan, agitasi atau mudah marah, perubahan suasana hati yang cepat, dan halusinasi.
2. Delirium hipoaktif (hypoactive delirium)
Kebalikan dari hiperaktif, jenis delirium ini menunjukkan perilaku tidak aktif, yakni berkurangnya aktivitas motorik, kelesuan, rasa kantuk tidak normal, linglung, atau lambat merespons.
Meski begitu, delirium hipoaktif merupakan yang paling sering terjadi dan sulit terdeteksi. Diperkirakan kasusnya mencapai 75% dari seluruh pengidap gangguan mental ini.
3. Delirium campuran (mixed delirium)
Sesuai namanya, delirium campuran ditandai dengan gejala hiperaktif dan hipoaktif secara bergantian.
Pengidapnya bisa menjadi sangat agresif dan aktif selama satu menit, tetapi selanjutnya tampak lesu atau mengantuk pada menit berikutnya.
Tanda dan gejala delirium
Tanda dan gejala delirium umumnya muncul secara mendadak dan cenderung memburuk dalam beberapa jam atau hari.
Terkadang, gejala muncul naik-turun sepanjang hari, yang cenderung lebih buruk pada malam hari dan kerap diikuti dengan periode tanpa gejala.
Dikutip dari Cleveland Clinic, gejala utama delirium adalah kebingungan. Itu artinya, pengidapnya mungkin mengalami hal-hal berikut ini.
- Kesulitan dalam berpikir dan berkonsentrasi.
- Tidak mampu mengingat fakta, peristiwa, dan orang lain di sekitarnya.
- Tidak bisa menjawab dengan benar saat ditanya jam berapa, tanggal, dan di mana dia berada saat ini.
- Kesulitan berbicara dengan jelas, menjawab pertanyaan, atau memahami apa yang dikatakan oleh orang lain.
- Tidak mampu memproses apa yang dilihat, termasuk mengenali objek atau keberadaan orang di sekitarnya.
- Perubahan suasana hati, seperti lebih emosional, merasa takut, atau marah.
- Menunjukkan pola tidur yang terganggu, seperti tidur pada siang hari dan terbangun pada malam hari.
Pengidap delirium juga bisa menunjukkan gejala fisik, termasuk tremor dan kehilangan kontrol terhadap usus atau kandung kemih (inkontinensia).
Mungkin ada tanda dan gejala lain yang tidak disebutkan di atas. Jika Anda merasa khawatir terhadap gejala tertentu, konsultasikan lebih lanjut dengan dokter.
Penyebab delirium
Delirium adalah kondisi yang terjadi saat proses pengiriman dan penerimaan sinyal saraf di otak terganggu. Berbagai faktor bisa membuat otak tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Berikut ini adalah beberapa kondisi yang mungkin menjadi penyebabnya.
- Kecanduan alkohol, termasuk sindrom putus alkohol yang terjadi saat seseorang berhenti minum setelah mengonsumsi alkohol selama bertahun-tahun atau disebut delirium tremens.
- Efek samping obat-obatan tertentu, seperti pereda nyeri, obat tidur, obat antidepresan, obat alergi, kortikosteroid, obat antikejang, dan obat untuk penyakit Parkinson.
- Malnutrisi atau dehidrasi.
- Penyakit infeksi, seperti infeksi saluran kemih, pneumonia, dan influenza.
- Paparan racun, seperti karbon monoksida atau sianida.
- Kurang tidur atau sedang mengalami tekanan emosional yang parah.
- Ketidakseimbangan hormon, seperti hipertiroidisme dan hipotiroidisme.
- Penyakit kronis atau gagal organ, seperti gagal ginjal atau hati.
- Kondisi kesehatan tertentu, seperti stroke, serangan jantung, penyakit paru-paru, atau cedera kepala akibat jatuh.
- Pembedahan atau prosedur medis lain yang melibatkan anestesi.
Diagnosis delirium
Apabila Anda melihat orang terdekat Anda mengalami gejala delirium, segeralah berkonsultasi dengan dokter. Dokter akan menentukan diagnosis dan perawatan yang tepat.
Dokter akan mendiagnosis setelah melihat gejala dan riwayat kesehatan pasien. Untuk makin menegakkan diagnosis, dokter akan melakukan serangkaian tes berikut ini.
- Pemeriksaan fisik: memeriksa tanda-tanda masalah kesehatan tertentu yang mungkin menimbulkan gejala menyerupai delirium.
- Pemeriksaan neurologis: memeriksa penglihatan, keseimbangan, koordinasi, dan refleks yang membantu dokter menentukan apakah stroke atau penyakit sistem saraf menyebabkan kondisi ini.
- Penilaian status mental: menilai kesadaran, perhatian, dan pemikiran pasien melalui percakapan, termasuk mendapatkan informasi dari anggota keluarga.
- Tes penunjang: termasuk tes darah, urine, atau pencitraan (rontgen, CT-scan, atau MRI), untuk memastikan diagnosis.
Pengobatan delirium
Langkah pertama yang dilakukan dokter untuk mengobati delirium adalah menangani kondisi medis yang menyebabkan gangguan mental ini.
Sebagai contoh, menghentikan penggunaan obat-obatan tertentu, mengobati infeksi, maupun mengatasi malnutrisi yang terjadi.
Dengan mengobati penyebabnya, diharapkan pengidap bisa untuk kembali pulih sepenuhnya.
Pengidap masalah ini mungkin juga membutuhkan pengobatan lain yang berfokus untuk mengatasi gejala. Berikut ini beberapa metode pengobatan yang biasa dilakukan.
- Kendalikan lingkungan untuk menenangkan pikiran pengidap, misalnya memastikan ruangan tenang dan cukup terang.
- Pemberian obat-obatan yang membantu mengontrol agitasi atau kebingungan. Hal ini baru akan dilakukan saat perawatan tanpa obat tidak efektif mengurangi gejala dan kondisi ini membahayakan orang tersebut.
- Penggunaan alat bantu untuk membantu pengidap berkomunikasi, meliputi kacamata atau alat bantu dengar.
- Perawatan suportif untuk mencegah komplikasi, seperti melindungi jalan napas, memberi cairan infus, membantu gerak, atau mengatasi rasa nyeri.
Pada kondisi yang parah, pengidap delirium bisa saja memerlukan rawat inap. Masa pemulihan kondisi ini bisa memakan waktu hingga berminggu-minggu atau terkadang berbulan-bulan.
Selalu konsultasikan dengan dokter Anda untuk mengetahui prosedur penanganan yang tepat.