Akalasia merupakan penyakit langka yang terjadi pada area kerongkongan. Penyakit ini membuat penderitanya mengalami kesulitan menelan makanan atau minuman. Ingin tahu lebih lanjut tentang penyakit akalasia? Simak penjelasan lengkapnya berikut ini.
Apa itu akalasia?
Akalasia (achalasia) adalah kelainan langka pada kerongkongan yang membuat makanan dan minuman sulit untuk bergerak masuk dari mulut ke perut.
Umumnya, ketika seseorang makan atau minum, cincin otot pada kerongkongan akan berkontraksi untuk mendorong makanan masuk ke perut.
Namun, pada penderita akalasia, cincin otot bagian bawah kerongkongan (lower esophageal sphincter) tidak berkontraksi saat menelan makanan. Akibatnya, makanan dan minuman tidak dapat masuk ke dalam kerongkongan.
Seberapa umum akalasia?
Akalasia adalah penyakit langka, artinya jarang terjadi. Dikutip dari studi dalam jurnal Gastroenterology Research, kondisi ini diperkirakan hanya terjadi pada 1 dari 100.000 orang.
Penyakit langka ini dapat menyerang siapa saja dari segala usia, tapi umumnya menyerang orang usia 20 – 60 tahun.
Tanda dan gejala akalasia
Gejala utama dari akalasia adalah sulit menelan. Selain itu, Anda dapat mengalami penurunan berat badan karena kesulitan makan akibat rasa sakit saat menelan.
Berikut gejala lain dari penyakit akalasia.
- Mengi, napas berbunyi.
- Nyeri tulang dada.
- Batuk.
- Rasa panas dalam perut.
- Sendawa.
- Muntah.
- Penumpukan lendir pada paru-paru.
Kapan sebaiknya saya ke dokter?
Setiap orang dapat memiliki reaksi yang berbeda-beda. Namun, jika Anda memiliki salah satu tanda atau gejala yang disebutkan, konsultasikan dengan dokter Anda.
Penyebab akalasia
Walaupun penyebab pastinya belum diketahui, akalasia terjadi akibat kerusakan saraf pada kerongkongan.
Di dalam kerongkongan, terdapat cincin otot yang akan mengendur untuk membiarkan makanan masuk ke dalam perut.
Saraf pada otot di kerongkongan mengalami gangguan sehingga cincin otot tidak dapat berkontraksi atau tidak terbuka sama sekali.
Selain itu, aktivitas gerakan otot berupa meremas-remas makanan hingga masuk ke dalam perut (gerakan peristaltik) juga berkurang.
Pada beberapa orang, kondisi ini mungkin terkait dengan infeksi virus.
Selain itu, penyakit achalasia dapat dikaitkan dengan kondisi autoimun, yakni kondisi sistem kekebalan tubuh yang menyerang sel, jaringan, dan organ yang sehat.
Faktor risiko akalasia
Penyakit ini merupakan kondisi langka. Namun, beberapa faktor berikut bisa meningkatkan kemungkinan munculnya achalasia.
- Orang dewasa usia 30 hingga 60 tahun.
- Memiliki gen tertentu.
- Gangguan pada sistem kekebalan tubuh.
- Terjangkit virus herpes simpleks.
- Terkena penyakit Chagas (infeksi parasit dari serangga).
Diagnosis akalasia
Untuk mendiagnosis, dokter umumnya akan mengajukan pertanyaan mengenai gejala dan riwayat kesehatan pasien.
Selain itu, dokter mungkin akan melakukan pemeriksaan fisik berikut ini.
1. Manometri esofagus
Tes ini dilakukan dengan cara memeriksa gerak dan kekuatan otot kerongkongan saat menelan dan fungsi sfingter esofagus, yakni otot yang memisahkan bagian bawah kerongkongan dengan lambung.
2. Esophagram
Esophagram merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan menggunakan sinar X-ray untuk melihat bagian sempit dan lebar esofagus Anda.
Dokter biasanya akan meminta Anda untuk meminum sebuah cairan yang disebut barium. Sinar X-ray akan ditembakkan untuk melihat pergerakan cairan di kerongkongan
3. Endoskopi
Dokter akan memasukkan alat berupa pipa kecil yang dilengkapi dengan lampu dan kamera ke tenggorokan Anda.
Prosedur endoskopi ini dilakukan untuk melihat bagian dalam kerongkongan, perut, dinding kerongkongan, serta lambung.
Pengobatan akalasia
Hingga saat ini belum ditemukan obat untuk menyembuhkan penyakit akalasia. Akan tetapi, tetap ada pengobatan yang ditujukan untuk membantu meringankan gejala dan mencegah komplikasi.
Berikut pilihan pengobatan yang diberikan oleh dokter.
1. Obat-obatan
Obat-obatan, seperti nitrat atau nifedipin mampu membantu mengendurkan otot-otot di kerongkongan sehingga dapat membuat Anda menelan dengan lebih mudah
Namun, efek obatan-obatan ini hanya bertahan sebentar. Sehingga, jenis pengobatan ini dapat digunakan untuk meredakan gejala sambil menunggu pengobatan yang lebih permanen.
2. Suntik botoks
Pengobatan ini dilakukan dengan menyuntikkan botoks ke ke dalam cincin otot, sehingga otot akan menjadi lebih rileks dan makanan dapat dengan mudah masuk ke dalam perut.
Suntik botoks biasanya tidak menimbulkan rasa sakit dan dapat digunakan sebagai pengobatan sementara pada orang yang tidak mampu menjalani perawatan lain.
3. Pneumatic dilation
Pneumatic dilatation merupakan prosedur nonoperasi yang sering digunakan untuk membantu menangani penyakit akalasia.
Prosedur ini dilakukan dengan cara memasukkan balon khusus ke dalam kerongkongan dengan menggunakan endoskopi.
4. Heller myotomy.
Dokter bedah akan memotong otot di ujung bawah sfingter esofagus agar makanan lebih mudah masuk ke perut.
Beberapa orang yang menjalani heller myotomy dapat berisiko terkena penyakit gastroesophageal reflux (GERD).
Di samping melakukan pengobatan medis, Anda perlu mengunyah makanan secara perlahan selama mengalami gejala.
Jadwalkan pemeriksaan untuk memantau perkembangan gejala dan kesehatan Anda.
Hubungi dokter jika Anda masih mengalami sulit menelan dalam waktu yang lama, sakit ketika menelan, muntah darah atau batuk darah setelah pengobatan.
[embed-health-tool-bmr]