Pernahkah Anda mendengar kutipan bahwa kecerdasan anak diturunkan dari orangtua? Meski tak sepenuhnya salah, faktanya, kecerdasan juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Inilah mengapa stimulasi untuk anak penting dilakukan. Selain kecerdasan, pemberian stimulasi yang tepat juga dapat mendukung tumbuh kembang anak secara keseluruhan. Jadi, apa sebenarnya stimulasi?
Apa arti dari kata stimulasi?
Stimulasi adalah rangsangan yang diberikan kepada anak agar ia memperoleh kesempatan untuk belajar tentang lingkungannya.
Bentuk rangsangan yang diberikan bisa sekadar sentuhan, senyuman, atau pelukan hingga kata-kata dan aktivitas yang melibatkan berbagai aspek.
Ini bisa terkait dengan keterampilan sensorik atau panca indera (pendengaran, penglihatan, perabaan, pembauan, dan pengecapan), motorik, kognitif, hingga sosial.
Adapun pemberian stimulasi perlu dilakukan setiap hari sejak bayi baru lahir. Lalu, diteruskan saat memasuki usia keemasan (golden age) untuk mendukung perkembangan anak balita, yaitu hingga berusia 5 tahun.
Pada usia ini, pertumbuhan dan perkembangan seorang anak sedang mengalami peningkatan yang pesat sehingga perlu dimanfaatkan untuk mencapai tumbuh kembangnya yang optimal.
Perlu diingat!
[embed-health-tool-vaccination-tool]
Apa saja manfaat stimulasi untuk anak?
Stimulasi penting untuk dilakukan guna mendukung perkembangan otak anak yang akan memengaruhi tumbuh kembangnya hingga dewasa. Berikut beberapa manfaat stimulasi untuk anak.
1. Membentuk sinaps otak
Melansir California Childcare Health Program, jumlah rangsangan yang diterima anak sejak dini dapat memengaruhi berapa banyak sinaps (penghubung antar sel saraf) yang terbentuk.
Stimulasi yang berulang dan konsisten dapat memperkuat sinaps ini dan menjadikannya permanen. Sementara itu, sinaps yang dibiarkan dan tidak digunakan akan terputus.
Dengan kata lain, otak anak Anda akan semakin berkembang apabila stimulasi diberikan secara terus menerus dan semakin banyak.
2. Meningkatkan kecerdasan dan kemampuan berpikir
Stimulasi sejak dini seperti berbicara, membaca, atau bermain dengan anak terbukti dapat meningkatkan kecerdasan anak.
Misalnya, dalam studi di Jamaika, anak-anak yang menerima stimulasi selama 2 tahun menunjukkan kenaikan IQ dan penghasilan yang lebih tinggi saat dewasa dibanding anak yang tidak distimulasi.
Hal ini diungkapkan melalui sebuah studi pada Journal of Child Psychology and Psychiatry.
Menurut studi tersebut, mereka yang mendapat stimulasi sejak masih anak-anak memiliki IQ dan fleksibilitas kognitif yang jauh lebih besar, kesehatan mental dan keterampilan psikososial yang lebih baik, serta perilaku berisiko yang lebih minim saat dewasa.
3. Membantu anak siap belajar di sekolah
Stimulasi dini membantu anak memahami konsep dasar seperti angka, huruf, warna, dan emosi.
Hal ini membuat anak lebih siap saat masuk sekolah.
Dalam studi dari 5 negara berkembang di jurnal Developmental science, anak-anak yang sering diajak membaca, bernyanyi, atau bermain memiliki kemampuan literasi, numerasi, motorik, dan sosial-emosional yang lebih baik.
4. Menguatkan hubungan antara orangtua dan anak
Aktivitas seperti bermain bersama membuat anak merasa dicintai dan aman. Ini memperkuat hubungan emosional antara anak dan orangtua.
Studi dalam jurnal Int J Public Health terhadap 15 studi menunjukkan stimulasi meningkatkan interaksi positif orangtua-anak dan pengetahuan orangtua tentang tumbuh kembang anak.
5. Mendukung pertumbuhan fisik dan motorik
Stimulasi juga membantu perkembangan motorik kasar (seperti berjalan) dan halus (seperti menggambar).
Studi dalam jurnal Int J Public Health di Pakistan menunjukkan stimulasi seperti menyentuh, menyanyi, dan bermain membantu anak tumbuh lebih sehat, mencegah stunting, dan mengembangkan kemampuan fisik dengan baik.
6. Mengurangi risiko masalah perilaku di masa depan
Anak-anak yang jarang mendapatkan stimulasi bisa mengalami kesulitan dalam mengatur emosi atau berperilaku di sekolah.
Sebaliknya, stimulasi dini membantu anak memiliki kontrol diri yang lebih baik dan mengurangi risiko kenakalan atau kekerasan saat besar nanti.
7. Memberikan manfaat ekonomi jangka panjang
Investasi dalam stimulasi anak usia dini memberikan hasil yang besar secara ekonomi.
Studi Bank Dunia menunjukkan program stimulasi seperti kunjungan rumah dapat meningkatkan penghasilan dan mengurangi kemiskinan antar generasi.
8. Meningkatkan kesiapan mental dan sosial
Anak yang distimulasi sejak kecil cenderung lebih percaya diri, mudah bergaul, dan mampu mengatasi stres.
Hal ini sangat penting untuk mendukung perkembangan sosial anak agar ia bisa menghadapi tantangan saat sekolah atau di lingkungan sosial.
Apa saja bentuk stimulasi yang bisa diberikan untuk anak?
Stimulasi sebaiknya dilakukan setiap kali ada kesempatan berinteraksi dengan bayi atau balita.
Anda tentu dapat melakukannya kapan saja, termasuk ketika memandikan bayi, mengganti popok, menyusui, menyuapi makanan, dan lain-lain.
Stimulasi yang diberikan untuk setiap anak berbeda-beda tergantung pada usianya. Berikut beberapa jenis stimulasi yang dapat diberikan kepada bayi dan anak Anda sesuai dengan usia mereka.
1. Stimulasi fisik
Stimulasi fisik untuk anak adalah jenis rangsangan yang diberikan melalui gerakan tubuh untuk membantu perkembangan otot, tulang, dan keterampilan motorik seperti duduk, merangkak, berjalan, atau memegang benda.
Aktivitas ini bisa berupa tummy time (bayi tengkurap saat terjaga), pijatan lembut, bermain bola, berenang untuk bayi, hingga aktivitas fisik di luar ruangan seperti berlari dan melompat.
Studi dari International Journal of Behavioral Nutrition and Physical Activity menunjukkan bahwa tummy time sejak usia 5 bulan bermanfaat meningkatkan kekuatan otot leher dan kemampuan motorik kasar pada bayi.
Penelitian lain dalam jurnal PLOS Medicine juga menjelaskan bahwa stimulasi fisik yang dilakukan secara rutin sejak di bawah usia 1 tahun dapat mempercepat perkembangan motorik, kognitif, dan kesehatan secara menyeluruh, terutama jika digabungkan dengan perhatian dan nutrisi yang cukup.
2. Stimulasi kognitif
Stimulasi kognitif pada anak adalah rangsangan yang menstimulasi kemampuan otak seperti berpikir, bahasa, memori, serta kontrol diri melalui interaksi dan aktivitas yang menantang secara mental.
Contohnya, membacakan buku cerita, bermain puzzle sederhana, bernyanyi sambil membicarakan gambar, atau bahkan memperkenalkan kegiatan pemikiran komputasional (coding) pada anak usia sekolah dasar.
Dalam sebuah penelitian dari Abdul Latif Jameel Poverty Action Lab dengan 650 anak kembar, stimulasi kognitif dari orangtua pada usia 2 tahun terbukti meningkatkan kemampuan membaca pada usia 4 tahun.
Hal ini juga mendorong anak untuk secara aktif mencari stimulasi lebih lanjut, termasuk dari orangtua mereka sendiri.
Program bermain dan membaca oleh pendidik atau pengunjung rumah di 11 negara berpenghasilan rendah hingga menengah efektif memperbaiki perkembangan kognitif anak usia 0–3 tahun, dengan dampak yang terkadang bertahan hingga dua dekade.
3. Stimulasi sensorik
Stimulasi sensorik pada anak adalah bentuk rangsangan yang menyentuh berbagai indera, seperti melihat, mendengar, meraba, mencium, dan bergerak, untuk membantu otak mereka memahami dunia.
Misalnya, makan finger foods, menyentuh tekstur berbeda seperti pasir atau kain, mendengar suara musik atau riak air, melihat lampu warna-warni, dan bergerak lewat ayunan atau bola besar.
Sebuah artikel di Parents menjelaskan bahwa “sensory play involves using all five senses while playing” dan memberikan manfaat besar seperti meningkatkan bahasa, keterampilan motorik, kreativitas, dan regulasi emosi anak.
Di sisi klinis, terapi integrasi sensorik (sensory integration therapy) telah terbukti efektif membantu anak dengan autisme atau kesulitan pengolahan sensorik melalui aktivitas terstruktur seperti ayunan, pijatan, dan bermain di bola pit.
4. Stimulasi emosional dan sosial
Stimulasi emosional dan sosial adalah rangsangan melalui interaksi hangat dan responsif yang membantu anak memahami dan mengelola perasaan serta membangun hubungan dengan orang lain.
Dalam jurnal Frontiers in public health, stimulasi ini mencakup cara orangtua modeling (mencontohkan perilaku emosional), responding (merespons ekspresi anak dengan empati), dan instructing (mengajarkan kata-kata untuk mengekspresikan emosi), yang terbukti meningkatkan kemampuan anak dalam mengenal, mengekspresikan, dan mengatur emosi mereka.
Selain itu, intervensi responsive caregiving, yakni pola asuh di mana orangtua cepat tanggap dan konsisten mengenali serta menanggapi isyarat anak, terbukti membangun keterikatan yang aman, kemampuan empati, regulasi emosi, dan keterampilan sosial anak.
5. Stimulasi kreatif
Stimulasi kreatif untuk anak adalah jenis rangsangan yang mendorong imajinasi, ekspresi diri, dan kemampuan berpikir fleksibel melalui kegiatan seperti menggambar, bermain peran, membuat kerajinan, atau menciptakan cerita.
Aktivitas ini membantu anak belajar menyelesaikan masalah, mengekspresikan emosi, dan berpikir “di luar kotak.”
Menurut studi dari Frontiers in Psychology, stimulasi kreatif yang diberikan secara rutin, seperti seni dan musik, dapat meningkatkan kemampuan kognitif, sosial-emosional, serta memperkuat rasa percaya diri anak.
Itu adalah beberapa jenis stimulasi yang bisa diberikan kepada anak. Namun, apapun bentuk stimulasi di atas harus diberikan dalam suasana yang menyenangkan.
Jangan memberikan stimulasi secara terburu-buru dan dengan paksaan. Jangan pula memaksakan kehendak Anda, misalnya ketika bayi sedang ingin bermain hal yang lain.
Rangsangan emosional yang negatif, seperti sedang marah atau bosan, akan diingat oleh anak sehingga menimbulkan ketakutan pada anak Anda.
Agar anak cerdas dan berkembang dengan baik, berikan stimulasi dini dengan penuh kasih sayang dan kegembiraan.
Untuk mengetahui perkembangannya sudah sesuai atau belum, Anda bisa melakukan tes stimulasi anak secara daring.
Kesimpulan
- Stimulasi dini pada anak usia 0–5 tahun dilakukan melalui interaksi sehari-hari—termasuk sentuhan, senyuman, percakapan, menyuapi, dan bermain, yang bertujuan mendukung perkembangan sensorik, motorik, kognitif, dan sosial anak.
- Hal ini sebaiknya dilakukan setiap kali ada kesempatan, dengan suasana hangat, menyenangkan, dan tanpa paksaan.
- Pada usia 3–5 tahun, stimulasi lebih difokuskan pada kesiapan sekolah, seperti memegang pensil, mengenal huruf dan angka, berhitung sederhana, mendorong kemandirian, serta meningkatkan interaksi sosial.
- Pemberian stimulasi pada momen “golden age” ini sangat penting karena hanya terjadi sekali dalam hidup anak