Sawan pada bayi sering kali dikaitkan dengan hal-hal mistis. Banyak orang yang percaya bayi tidak boleh melakukan hal tertentu karena bisa menyebabkan sawan.
Sebagai contoh, ada yang mengatakan jangan bawa bayi melayat ke rumah orang meninggal karena dipercaya ia bisa melihat arwah atau makhluk halus yang ada di sana. Jika hal tersebut terjadi, bayi akan mengalami sawan.
Akibatnya, tidak jarang sawan pada bayi diberi penanganan yang kurang tepat. Padahal, terjadinya sawan pada bayi bisa dijelaskan secara ilmiah.
Apa itu sawan pada bayi?
Istilah sawan sendiri tidak ada di dalam dunia medis. Sebaliknya, secara medis, kondisi ini disebut dengan kejang.
Sawan atau kejang adalah kondisi yang disebabkan oleh adanya satu atau beberapa bagian otak yang menerima sinyal dari sel saraf secara berlebihan, sehingga mengganggu sinyal normal otak.
Sawan lebih sering dialami oleh bayi berusia 12 – 18 bulan. Namun, bayi pada usia berapa pun juga bisa mengalaminya.
Bahkan, kejang pada bayi dapat terjadi pada ia yang memiliki tumbuh kembang normal dan belum pernah mengalami gangguan saraf sebelumnya.
Pada kondisi ini, orangtua sering kali panik melihat gejala yang sedang dialami oleh sang bayi.
Namun, kejang pada umumnya bukanlah kondisi yang berbahaya dan hanya terjadi selama beberapa menit.
Apa saja gejala sawan pada bayi?
Dilansir dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), sawan pada bayi umumnya dapat ditandai dengan gejala berikut ini.
- Mata mendelik.
- Badan kaku atau kelojotan.
- Lidah tergigit.
Namun, gejala lain juga bisa menyertai, tergantung dari jenis kejang yang dialami. Kejang bisa terbagi ke dalam beberapa jenis sesuai bagian otak yang terdampak.
Berikut ini beberapa gejala dari masing-masing jenis kejang.
1. Kejang sebagian
Kejang sebagian (parsial) terjadi ketika hanya satu atau beberapa bagian otak yang terdampak.
Jenis kejang ini bisa menimbulkan gejala berupa ketakutan, gangguan pendengaran, atau gangguan penciuman.
Gejala yang timbul juga bisa lebih bervariasi tergantung pada jenis kejang sebagian yang dialami bayi, seperti berikut ini.
- Jenis kejang sederhana, terjadi ketika hanya bagian yang terdampak yang mengalami gejala tanpa disertai hilangnya kesadaran.
- Jenis kejang kompleks, yaitu kejang sebagian disertai hilang kesadaran yang menimbulkan perubahan perilaku, seperti berteriak, menangis, atau tertawa.
2. Kejang seluruhnya
Jenis kejang seluruhnya disebabkan oleh gangguan sinyal pada kedua sisi otak. Pada kejang ini, bayi akan kehilangan kesadarannya dan kemudian merasa kelelahan setelah selesai mengalami kejang.
Apa penyebab sawan pada bayi?
Sawan atau kejang terjadi ketika bayi mengalami kondisi tertentu, sehingga menyebabkan gangguan sinyal di otak.
Ada beberapa kondisi yang bisa memicu sawan pada bayi, di antaranya sebagai berikut.
1. Demam
Pada bayi, demam ringan terkadang juga bisa memicu kejang demam.
Demam pada bayi biasanya disebabkan oleh adanya infeksi pada tubuh. Infeksi ini lebih sering terjadi akibat paparan virus, tetapi terkadang juga bisa disebabkan oleh bakteri.
Pada bayi, infeksi virus yang paling sering menimbulkan kejang demam, yaitu flu (influenza) dan roseola.
Adapun bayi yang memiliki riwayat keluarga dengan kejang demam lebih berisiko mengalami kondisi sawan.
Selain itu, beberapa jenis vaksinasi pada bayi bisa meningkatkan risiko terjadinya demam, seperti vaksin difteri, vaksin tetanus dan pertusis, serta vaksin campak-gondong-rubella.
Demam ringan dapat terjadi setelah bayi menjalani vaksinasi. Namun, bukan vaksinasinya, melainkan demam yang dialami bayi lah yang memicu terjadinya sawan.