backup og meta

7 Dampak Melarang Anak Menangis, Bisa Memengaruhi Mentalnya

7 Dampak Melarang Anak Menangis, Bisa Memengaruhi Mentalnya

Terkadang, tangisan anak yang tanpa sebab membuat orangtua tak nyaman. Selanjutnya, ayah dan ibu berusaha menghentikan tangisan anak dengan berbagai cara atau bahkan melarangnya menangis saat sudah mulai muncul tanda-tandanya. Padahal, sering melarang si Kecil menangis tidak baik untuk perkembangan emosionalnya. Berikut dampaknya bila melarang anak menangis.

Dampak bila orangtua melarang anak menangis

trauma ptsd pada anak

Menangis tidak selalu karena rasa sakit akibat anak terjatuh atau menabrak sesuatu. Anak bisa saja menangis ketika mereka merasa sedih dan frustrasi. 

Apalagi perkembangan emosional anak belum matang sehingga tidak begitu mengerti tentang perasaan sendiri.  Saat sulit untuk mengungkapkan uneg-uneg dengan kata, anak akan ‘meledak’ lewat tangisan.

Nah, karena penyebabnya tidak menentu, orangtua yang merasa jengkel kerap melarang anak menangis. Padahal, bila dilarang menangis, ada dampak yang bisa terjadi pada anak, seperti berikut ini.

1. Merasa orangtua menyepelekan dirinya

Ada tipe orangtua yang cenderung mengabaikan anak atau memarahinya saat mulai menangis, terutama pada anak laki-laki. 

Sebagian orangtua masih menganggap bahwa anak laki-laki harus menjadi anak yang kuat dan mereka tidak boleh cengeng.

Ada juga orangtua yang menekankan bahwa menangis hanya akan buang-buang waktu. Pada saat ini, anak merasa orangtua menyepelekan apa yang ia rasakan.

Padahal, setiap emosi yang muncul dalam diri anak sangat penting. Sebagian orangtua terlalu berfokus pada emosi yang baik saja.

Kemudian, ketika anak menyalurkan emosi buruk lewat tangisan, orangtua akan cenderung mengabaikan atau malah menghentikannya.

2. Menurunkan kepercayaan diri anak

Saat orangtua melarang anak untuk mengekspresikan perasaannya, lama kelamaan tingkat kepercayaan diri si Kecil menurun.

Mengutip dari Good Therapy, bila orangtua terbiasa melarang anak menangis, ia bisa takut untuk bertemu dengan orang lain.

Anak juga bisa menolak bantuan orang lain saat merasa butuh karena takut dianggap lemah dan tidak berdaya. 

Efek samping lain adalah anak bisa menyalahkan dirinya sendiri ketika butuh bantuan. Padahal, minta bantuan merupakan hal yang sangat wajar, terutama pada anak-anak.

Ini karena anak perlu membangun kepercayaan diri sebagai bekal saat ia dewasa nanti.

3. Anak merasa perasaannya sesuatu yang salah

Ketika orangtua sering melarang anak menangis, anak akan merasa bahwa emosi yang ia rasakan merupakan sesuatu yang salah. 

Anak juga bisa merasa malu setelahnya. Nantinya, anak jadi terbiasa memendam perasaan dan merasa baik-baik saja. 

Tanpa sadar, anak menekan dirinya sendiri dengan merasa baik-baik saja, padahal ia sedang merasa sebaliknya.

4. Sulit berempati

Manusia memiliki kelebihan daripada makhluk lainnya dalam hal merasakan dan mengekspresikan emosi.

Emosi atau luapan perasaan sudah menjadi salah satu bentuk bagi makhluk hidup untuk berkomunikasi. Memisahkannya dari kehidupan akan sangat mustahil.

Saat anak terbiasa tidak boleh menangis untuk mengekspresikan perasaannya, ia akan melakukan hal yang sama pada orang lain.

Anak akan sulit atau bahkan bisa kehilangan rasa empati ketika melihat temannya sedih, kecewa, atau menangis.

5. Kecemasan dan stres

Melarang anak menangis dapat menyebabkan kecemasan dan stres pada anak.

Ini karena tangisan adalah salah satu cara alami bagi anak untuk mengekspresikan emosinya.

Ketika anak merasa bahwa ekspresi emosinya dibatasi atau tidak diterima, ia mungkin merasa tertekan, cemas, atau stres.

6. Ketergantungan pada cara pengeluaran emosi yang tidak sehat

Jika anak dilarang menangis, ia mungkin mencari cara lain untuk mengeluarkan emosinya, seperti dengan perilaku agresif.

Padahal, hal ini bisa menjadi kebiasaan yang tidak sehat dan berbahaya untuk perkembangan anak.

Pada akhirnya, anak akan lebih berisiko melakukan hal-hal yang merugikan diri sendiri.

7. Ketidakmampuan untuk mengatasi masalah

Tangisan sering kali merupakan respons alami ketika anak merasa frustrasi atau kesulitan.

Dengan melarang anak menangis, Anda mungkin menghambat kemampuan anak untuk mengatasi masalah atau kesulitan yang dihadapinya.

Anak mungkin justru akan memiliki lebih banyak masalah dibanding sebelumnya.

Emosi memang tidak selalu negatif, ada juga yang positif. Namun, anak yang terbiasa tidak boleh menangis akan menganggap ketakutan dan kemarahan adalah emosi buruk yang harus ia hindari.

Manfaat membiarkan anak menangis

Telinga terasa tidak nyaman saat mendengar anak menangis sehingga orangtua cenderung melarang. Namun, menangis memberikan banyak manfaat untuk tubuh

Saat menangis, tubuh akan mengeluarkan hormon stres dan zat sisa lewat cairan air mata.

Selain itu, air mata juga dapat membersihkan kotoran seperti debu dan serpihan sehingga terhindar dari infeksi.

Tubuh menghasilkan hormon kortisol dan adrenalin ketika seseorang sedang merasa sedih atau stres. 

Kedua zat tersebut dapat meningkatkan detak jantung dan tekanan darah. Jika anak menahan tangis, akibatnya hormon ini membuat dada menjadi terasa sesak. 

Itu sebabnya anak-anak yang menahan tangis sering merasa kesulitan saat bernafas.

Terlalu sering menahan tangis tidak akan membuat perasaan menjadi lebih baik, justru akan menumpuk stres dalam tubuh.

Berapa lama sebaiknya membiarkan anak menangis?

Penting untuk mencoba memahami alasan di balik tangisan anak. Apakah ia lapar, haus, kedinginan, kepanasan, merasa tidak nyaman, atau hanya butuh perhatian dan kasih sayang? Jika tangisan disebabkan oleh kebutuhan fisik atau emosional yang mendesak, penting untuk merespons segera.

Meski anak boleh menangis, tetap perhatikan hal ini

obat maag untuk anak

Sebagai orangtua, Anda tentunya ingin memastikan bahwa anak merasa bahagia. Namun, bukan berarti harus melarang anak menangis dan memaksa untuk melupakan masalahnya.

Membiarkan anak menangis memang baik, tetapi ada kondisi yang membuat orangtua perlu menghentikannya, di antaranya sebagai berikut.

1. Melukai orang lain atau diri sendiri

Menangis adalah reaksi yang sangat normal. Namun, kalau sudah melukai diri sendiri atau orang lain, segera hentikan.

Orangtua bisa menenangkan anak dengan nada bicara yang tenang tetapi tegas. Tanyakan kepada anak Anda tentang hal yang membuatnya menangis. 

Sekonyol apa pun alasannya, tetap dengarkan sampai ia selesai bercerita. 

Ayah dan ibu juga bisa mengulang dengan pertanyaan seperti, “Jadi, kamu sedih karena teman nggak mau minjemin mainan?” 

Hal ini penting agar anak merasa Anda benar-benar memperhatikannya. Yakinkan pada anak bahwa menangis adalah hal yang wajar dan semua orang melakukannya.

Setelah itu, peluk anak dan usap lembut kepalanya agar suasana hati anak menjadi sedikit lebih baik.

2. Perhatian tangisan anak

Alih-alih tidak melarang anak menangis, perhatikan juga perhatian yang Anda berikan pada si Kecil.

Mengutip dari Center for Disease Control and Prevention (CDC), ada dua jenis perhatian, positif dan negatif.

Perhatian positif adalah ketika Anda memberi perhatian pada sikap anak yang menyenangkan.

Sementara itu, perhatian negatif adalah saat orangtua memerhatikan anak ketika ia melakukan sesuatu yang tidak Anda sukai.

Ambil contoh, anak sedang bermain balok susun dan membuat rumah atau gedung tinggi, lalu Anda memberikan perhatian dengan pujian, seperti “wah, gedungnya tinggi sekali!” Ini adalah perhatian positif pada anak.

Sementara itu, contoh perhatian negatif adalah saat anak bermain balok susun dan mengacak-acak atau melempar balok, Anda merespons “Jangan lempar-lempar, nanti kena kepala!” 

Alasannya, Anda baru bereaksi pada sesuatu yang menyebalkan dan mengabaikan saat anak melakukan yang menyenangkan.

Tentu ini akan berdampak pada psikologis anak. Anak akan berpikir bahwa ia baru mendapat perhatian dengan tangisan dan merengek.

Takutnya, anak jadi terbiasa merengek dan menangis agar mendapat perhatian orangtua tentu tidak baik untuk anak pada kemudian hari.

[embed-health-tool-vaccination-tool]

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.

Summers, D. (2020). How to Recognize and Overcome Childhood Emotional Neglect. Retrieved 7 March 2024, from https://www.goodtherapy.org/blog/how-to-recognize-overcome-childhood-emotional-neglect-0218165

Crying: babies. (2022). Retrieved 7 March 2024, from https://raisingchildren.net.au/newborns/behaviour/crying-colic/crying-babies

Breath-holding. (2022). Retrieved 7 March 2024, from https://raisingchildren.net.au/babies/behaviour/common-concerns/breath-holding

How to recognize signs of distress in children. (n.d.). Retrieved 7 March 2024, from https://www.unicef.org/parenting/child-care/how-to-recognize-signs-of-distress

Vaitsn. (2022). Crying Helps: How Tears Support Emotional Development. Retrieved 7 March 2024, from https://va-itsnetwork.org/crying-helps-how-tears-support-emotional-development/

Rivera, D. (2015). Let the Child Cry: How Tears Support Social and Emotional Development. Retrieved 7 March 2024, from https://www.edutopia.org/blog/tears-support-social-emotional-development-diana-rivera

Versi Terbaru

08/03/2024

Ditulis oleh Riska Herliafifah

Ditinjau secara medis oleh dr. Damar Upahita

Diperbarui oleh: Ihda Fadila


Artikel Terkait

9 Penyebab Bayi Rewel Tanpa Henti dan Tips Menenangkannya

4 Manfaat Menangis Bagi Kesehatan Fisik dan Mental


Ditinjau secara medis oleh

dr. Damar Upahita

General Practitioner · None


Ditulis oleh Riska Herliafifah · Tanggal diperbarui 08/03/2024

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan