backup og meta

Mengenal Ciri Stres Berat, Dampak, dan Tips Mengatasinya

Mengenal Ciri Stres Berat, Dampak, dan Tips Mengatasinya

Stres bisa dialami oleh siapa saja. Namun, stres berat diketahui dapat meningkatkan risiko gangguan jiwa yang memengaruhi cara seseorang dalam berpikir dan berperilaku.

Bahkan stres berat juga berisiko menimbulkan masalah fisik yang serius dan kronis. Oleh sebab itu, penting untuk mengenali ciri-ciri dan cara mengatasi stres berat seperti berikut ini.

Ciri-ciri stres berat secara fisik dan psikologis

Pada dasarnya, stres adalah respons alami tubuh untuk melindungi diri dari bahaya. Kondisi ini membuat Anda tetap fokus, aktif, dan selalu waspada. 

Namun, respons ini tidak mudah untuk dikendalikan oleh otak dan bisa menyebabkan tekanan mental dalam jangka panjang. Yang jadi pertanyaan, “Stres berat itu seperti apa?”

Ciri-ciri stres berat mungkin sama seperti gejala stres pada umumnya. Namun, intensitasnya lebih hebat dan frekuensinya lebih sering dari yang biasa terjadi.

Perlu dipahami bahwa stres berat dapat berdampak pada kesehatan fisik dan psikologis Anda.

Beberapa gejala fisik yang umumnya terkait dengan stres berat antara lain:

  • sakit kepala,
  • mudah merasa lelah,
  • ketegangan dan nyeri otot,
  • susah tidur atau insomnia,
  • detak jantung lebih cepat,
  • berkeringat deras,
  • sakit perut,
  • kulit mudah berjerawat,
  • perubahan nafsu makan,
  • berat badan naik atau turun drastis,
  • menstruasi terasa sakit atau tidak teratur,
  • penurunan gairah seksual (libido), dan 
  • disfungsi ereksi.

Sementara itu, stres berat yang berdampak pada kesehatan mental dapat menampilkan gejala berbeda, antara lain:

  • murung dan mudah marah,
  • selalu merasa cemas dan memikirkan kecemasan tersebut,
  • kesulitan fokus dan berkonsentrasi,
  • menghindari interaksi dengan orang lain,
  • kecenderungan untuk berpikir negatif (negative thinking),
  • sering meninggalkan atau menunda pekerjaan,
  • suka berbohong dan mencari-cari alasan,
  • melakukan mekanisme koping yang buruk, seperti merokok dan minum alkohol, serta
  • keinginan impulsif untuk berbelanja, berjudi, atau melakukan seks bebas.

Dampak stres berat pada kesehatan

dampak stres

Stres berat diketahui berpotensi memicu perubahan dan ketidakseimbangan materi dalam otak.

Studi yang diterbitkan dalam jurnal Scientific Reports (2021) menemukan bahwa post-traumatic stress disorder (PTSD) menyebabkan perubahan volume materi abu-abu (gray matter) dalam otak.

Pengidap PTSD mengalami stres berat akibat trauma di masa lalu. Dari penelitian ini, otak dari pasien PTSD diketahui mengalami penurunan volume materi abu-abu.

Perubahan struktur otak ini juga bisa mengurangi jumlah neuron dan glia yang berguna dalam pengolahan dan penyimpanan informasi. 

Penurunan jumlah neuron saat otak mengalami stres berat dapat menurunkan kemampuan memproses informasi sehingga komunikasi antarsel otak jadi tidak efektif. 

Di sisi lain, otak yang sedang stres juga merespons ketakutan lebih cepat dari biasanya. Hal ini dapat mengganggu mekanisme pada otak untuk menenangkan diri.

Gangguan akibat stres berat yang perlu diwaspadai

Stres berat memicu pelepasan hormon stres, salah satunya kortisol. Kelebihan kadar kortisol di dalam tubuh diketahui dapat meningkatkan risiko obesitas, hipertensi, dan diabetes.

Tidak hanya itu, pelepasan kortisol dalam jangka panjang juga berdampak langsung pada kendali hormon di otak yang memicu beberapa gangguan mental berikut ini.

1. Depresi

Depresi dapat disebabkan oleh produk sisa dari kortisol yang membuat orang-orang dengan jenis stres ini merasa lesu dan tenang.

Gangguan mental ini merujuk pada perubahan mood yang berkelanjutan dalam jangka panjang, berbeda dengan rasa sedih atau berduka yang terjadi sesekali dan hilang seiring waktu.

Depresi bisa mengisolasi pengidapnya dari kehidupan dan interaksi sosial. Hal ini bahkan dapat meningkatkan kecenderungan untuk mengakhiri hidup.

2. Gangguan bipolar

Gangguan bipolar ditandai dengan perubahan mood dari amat sangat sedih (fase depresi) dan amat sangat bahagia (fase mania) yang bergantian dalam hitungan hari, minggu, atau bulan. 

Ketika fase depresi, pengidap gangguan bipolar merasakan kesedihan dan keterpurukan. Memasuki fase mania, terjadi peningkatan mood drastis sehingga timbul rasa bahagia, hiperaktif, dan energetik. 

Perubahan tersebut berisiko diperburuk bila pengidap gangguan bipolar mengalami stres berat yang parah dan berlangsung dalam waktu lama. 

3. Gangguan kecemasan

Rasa cemas dan gangguan kecemasan berbeda. Gangguan kecemasan dapat dikenali dengan adanya gejala cemas berlebihan, seperti serangan panik, gemetar, dan detak jantung cepat.

Gangguan kecemasan serius juga bisa menyebabkan pengidapnya mengalami ketakutan yang tidak beralasan untuk melakukan berbagai hal. 

Tanpa penanganan yang tepat, stres berat yang Anda alami juga bisa berubah menjadi depresi dan memicu gejala PTSD.

Tips mengatasi stres berat agar mental lebih sehat

Tingkat stres yang begitu tinggi tentu bisa berdampak buruk bagi kesehatan tubuh. Oleh karena itu, penting untuk menerapkan manajemen stres yang baik.

Manajemen stres dapat melibatkan kombinasi perubahan gaya hidup, perawatan diri (self-care), hingga dukungan profesional seperti berikut.

  • Luangkan waktu dari media sosial dan berita yang berpotensi memicu stres.
  • Lakukan aktivitas fisik secara teratur, misalnya dengan berjalan kaki, jogging, berenang, atau yoga.
  • Terapkan pola makan sehat dan seimbang yang terdiri dari sayuran, buah-buahan, dan sumber protein rendah lemak.
  • Usahakan untuk mendapatkan waktu tidur yang berkualitas, setidaknya selama 7–8 jam setiap malam.
  • Jadwalkan untuk melakukan hobi atau hal-hal yang menyenangkan, contohnya bermain musik, membaca buku, menonton film, atau menghabiskan waktu di alam sekitar.
  • Jaga hubungan dengan orang-orang terkasih untuk mendapatkan dukungan emosional.

Apabila manajemen stres secara mandiri tidak efektif menangani kondisi Anda, sebaiknya Anda mempertimbangkan untuk melakukan konsultasi psikologi.

Psikolog maupun psikiater dapat membantu Anda dalam menentukan strategi yang tepat untuk mengatasi stres berat yang sedang Anda alami.

Kesimpulan

  • Stres berat menimbulkan gejala dengan yang intensitas yang lebih hebat dan frekuensi yang lebih sering dari stres yang umumnya terjadi.
  • Gejala stres berat timbul dapat muncul secara fisik atau psikologis. Keduanya bisa berdampak negatif pada kesehatan secara keseluruhan.
  • Manajemen stres yang baik melibatkan perubahan gaya hidup, perawatan diri, dan dukungan dari profesional kesehatan mental.
  • Hal ini bisa mencakup olahraga rutin, pola makan sehat, tidur cukup, menjaga hubungan sosial, dan konsultasi dengan psikolog bila diperlukan.

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.

Stress. (n.d.). Centre for Addiction and Mental Health. Retrieved April 12, 2024, from https://www.camh.ca/en/health-info/mental-illness-and-addiction-index/stress

Stress effects on the body. (2018). American Psychological Association. Retrieved April 12, 2024, from https://www.apa.org/topics/stress/body

How stress affects your health. (2013). American Psychological Association. Retrieved April 12, 2024, from https://www.apa.org/topics/stress/health

Thau, L., Gandhi, J., & Sharma, S. (2023). Physiology, cortisol. StatsPearls. Retrieved April 12, 2024, from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK538239/

Crombie, K. M., Ross, M. C., Letkiewicz, A. M., Sartin-Tarm, A., & Cisler, J. M. (2021). Differential relationships of PTSD symptom clusters with cortical thickness and grey matter volumes among women with PTSD. Scientific Reports, 11(1). https://doi.org/10.1038/s41598-020-80776-2

Bin Saif, G. A., Alotaibi, H. M., Alzolibani, A. A., Almodihesh, N. A., Albraidi, H. F., Alotaibi, N. M., & Yosipovitch, G. (2018). Association of psychological stress with skin symptoms among medical students. Saudi medical journal, 39(1), 59–66. https://doi.org/10.15537/smj.2018.1.21231

Abdallah, C. G., & Geha, P. (2017). Chronic Pain and Chronic Stress: Two Sides of the Same Coin?. Chronic stress (Thousand Oaks, Calif.), 1, 2470547017704763. https://doi.org/10.1177/2470547017704763

Versi Terbaru

19/04/2024

Ditulis oleh Satria Aji Purwoko

Ditinjau secara medis oleh dr. Nurul Fajriah Afiatunnisa

Diperbarui oleh: Edria


Artikel Terkait

8 Hal yang Tak Boleh Diucapkan Pada Orang yang Depresi

Waspadai Burnout Syndrome Akibat Stres Pekerjaan


Ditinjau secara medis oleh

dr. Nurul Fajriah Afiatunnisa

General Practitioner · Universitas La Tansa Mashiro


Ditulis oleh Satria Aji Purwoko · Tanggal diperbarui 19/04/2024

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan