Saat beranjak dewasa, anak-anak tentu akan meninggalkan rumah, baik itu untuk kuliah atau memulai keluarga baru. Orangtua yang ditinggalkan oleh anaknya ini bisa mengalami perasaan hampa, yang dalam dunia psikologis disebut empty nest syndrome.
Apa itu empty nest syndrome?
Empty nest syndrome atau sindrom sarang kosong adalah suatu istilah yang menggambarkan kondisi psikologis dan emosional para orangtua saat anak-anaknya meninggalkan rumah.
Pada konteks ini, anak-anak meninggalkan rumah untuk menempuh pendidikan atau menikah.
Orangtua yang mengalami kondisi ini kerap kali merasakan tekanan, kesedihan, atau duka cita saat harus melepas anak yang telah mereka rawat sedari kecil.
Sindrom sarang kosong lebih umum dirasakan oleh ibu daripada ayah. Hal ini karena sebagian waktu mereka dihabiskan di rumah dan selalu berinteraksi dengan anak-anaknya.
Bahkan, kondisi psikologis ini mungkin bertambah parah bila terjadi bersamaan dengan menopause, pensiun, dan kematian pasangan.
Ciri-ciri orang dengan empty nest syndrome
Empty nest syndrome merupakan kondisi yang lazim terjadi. Dalam waktu 6–12 bulan sejak ditinggalkan oleh anaknya, sangat wajar bila proses adaptasi dengan suasana baru masih terjadi.
Namun, bila kondisi ini sudah dua tahun berjalan dan orangtua belum dapat beradaptasi, ada kemungkinan mereka mengalami sindrom ini.
Berikut ini adalah tanda-tanda dari orang tua yang mengalami sindrom sarang kosong.
- Merasa hampa karena tidak ada lagi kehadiran dan interaksi dengan anak-anak.
- Mengalami perubahan emosi, seperti cemas, sedih, atau menangis berlebihan.
- Merasa dirinya sudah tidak bermanfaat lagi dan hidupnya telah berakhir.
- Tidak mau bergaul dengan teman-teman sebayanya maupun bekerja kembali.
- Mudah marah dan tersinggung karena tidak ada yang bisa dikontrol dalam hidupnya.
- Kehilangan identitas karena peran sebagai “orangtua” sudah berakhir setelah anak-anak pergi meninggalkan rumah.
- Merasakan gangguan dalam rutinitas dan komunikasi sehari-hari.
- Mengalami gejala fisik akibat perubahan psikologis, seperti lebih sulit tidur, nafsu makan berubah, sakit kepala, nyeri tubuh, dan kelelahan.
Penyebab empty nest syndrome
Sindrom sarang kosong yang dialami orangtua berbeda dengan kesedihan akibat kehilangan orang yang dicintai.
Selain perasaan sedih, kondisi psikologis ini dapat membuat seseorang merasa bahwa perannya sebagai orangtua tidak lagi diperlukan.
Perasaan sedih tersebut juga sering kali dianggap sebelah mata, sebab masyarakat melihat perginya anak-anak yang sudah dewasa dari rumahnya sebagai suatu peristiwa yang wajar.
Padahal, orangtua yang ditinggalkan anaknya bisa mengalami kondisi-kondisi berikut ini.
1. Kehilangan peran orangtua
Beberapa orangtua berperan sangat aktif dalam merawat anak mereka. Hilangnya sosok anak dari rumah dapat membuat mereka merasa kehilangan peran tersebut.
Kondisi ini dapat menimbulkan perasaan kosong dan hampa. Mereka biasanya sulit untuk memaknai hidup kembali begitu tugas dan tanggung jawabnya sebagai orangtua telah “berakhir”.
2. Perubahan rutinitas
Kehadiran anak-anak menciptakan rutinitas dalam kehidupan sehari-hari orangtua, seperti menyiapkan sarapan atau bercengkrama dengan anak di waktu luang.
Saat anak-anak mulai pergi meninggalkan rumah, perubahan pada rutinitas sehari-hari ini bisa menyebabkan perasaan yang asing dan tidak nyaman.
3. Ketidakpastian masa depan
Ditinggalkan oleh anak tidak hanya memicu perasaan sedih. Orangtua mungkin merasa cemas dan khawatir tentang masa depan mereka sendiri setelah anak-anak pergi.
Hal ini termasuk perasaan khawatir akan kesepian, kesehatan, dan cara mengisi waktu luang yang sebelumnya dihabiskan bersama dengan anak-anak.
Cara mengatasi empty nest syndrome
Kesedihan akibat ditinggal anak yang sudah dewasa bisa dianggap normal bila hanya berlangsung selama sekitar satu minggu.
Sindrom sarang kosong bukanlah gangguan mental. Namun, kondisi ini dapat meningkatkan risiko stres, depresi, dan bahkan gangguan kecemasan bila berlangsung lama.
Tidak hanya memengaruhi kualitas hidup diri sendiri, kondisi ini juga dapat memicu konflik antara suami-istri atau orangtua dengan sang anak.
Apabila diri Anda sendiri atau orangtua Anda mengalami empty nest syndrome, berikut adalah langkah-langkah untuk mengatasinya.
- Bangun hubungan kembali. Memperkuat ikatan dengan pasangan, keluarga, maupun teman lama dapat mengalihkan pikiran orangtua dari kesedihan akibat ditinggalkan anak.
- Minta dukungan dari orang sekitar. Dukungan orang-orang di sekitar dan teman dekat dari orangtua dapat membantu mereka untuk merasa lebih baik.
- Temukan dan jalani hobi. Melakukan kembali kegiatan yang disukai membuat orangtua tidak terlalu terfokus pada anaknya.
- Tetap terhubung dengan anak. Orangtua tetap perlu mempertahankan komunikasi rutin dengan anak, baik itu melalui panggilan telepon maupun pesan singkat.
- Luangkan waktu bersama keluarga. Buatlah rencana liburan keluarga atau luangkan waktu bersama-sama, tetapi orangtua harus tetap memberikan privasi kepada anaknya.
- Fokus pada perawatan diri (self-care). Pola makan sehat, olahraga rutin, tidur yang cukup, dan keterlibatan dalam kegiatan sosial dapat meredakan rasa sedih orangtua.
Hal terpenting dalam menghadapi empty nest syndrome adalah komunikasi. Cobalah berbicara secara terbuka tentang kesedihan mendalam yang Anda rasakan.
Apabila perasaan sedih tidak berangsur membaik setelah melakukan langkah-langkah tersebut, Anda bisa mempertimbangkan konsultasi dengan psikolog untuk mendapatkan penanganan yang lebih baik.
Kesimpulan
- Empty nest syndrome adalah perasaan hampa dan kesedihan mendalam yang dialami oleh orangtua saat anak-anaknya meninggalkan rumah.
- Penyebab dari sindrom sarang kosong ini melibatkan hilangnya peran orangtua, adanya perubahan rutinitas, dan ketidakpastian masa depan setelah anak-anak pergi.
- Meski tidak termasuk gangguan mental, kondisi ini berpotensi meningkatkan risiko stres, depresi, hingga gangguan kecemasan.
- Tetap menjalin komunikasi dengan anak, mencari dukungan orang sekitar, dan merawat diri sendiri adalah beberapa langkah yang bisa membantu orangtua mengatasi perasaan sedih ini.