backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan
Konten

Eccedentesiast, Orang yang Tersenyum padahal Depresi

Ditinjau secara medis oleh dr. Nurul Fajriah Afiatunnisa · General Practitioner · Universitas La Tansa Mashiro


Ditulis oleh Nabila Azmi · Tanggal diperbarui 28/02/2024

Eccedentesiast, Orang yang Tersenyum padahal Depresi

Pernahkah Anda bertemu dengan seseorang yang selalu tersenyum di depan orang lain, padahal sebenarnya menyimpan perasaan sedih di dalam hatinya? Fenomena ini dikenal sebagai eccedentesiast. Simak ciri-ciri hingga dampak fenomena kesehatan mental ini di sini!

Apa itu eccedentesiast?

Eccedentesiast adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan seseorang yang menyembunyikan gejala depresi di balik senyuman.

Walaupun fenomena yang disebut smiling depression ini bukan diagnosis klinis, ini adalah masalah kesehatan mental yang nyata. 

Umumnya, kondisi ini terjadi pada seseorang yang mengalami depresi dan menyembunyikan gejalanya. Mereka biasanya menyembunyikan diri di balik senyuman untuk meyakinkan orang lain bahwa tidak ada masalah. 

Akibatnya, jenis depresi ini sering tidak terdeteksi. Pasalnya, banyak orang membayangkan ketika orang mengalami depresi justru terlihat sangat sedih atau sering menangis.

Walaupun memang benar kesedihan dan menangis menjadi ciri-ciri depresi, tidak semua orang terlihat sedih saat mengalaminya.

Apa saja ciri seorang eccedentesiast?

senyum bikin bahagia

Mengetahui tentang ciri seorang eccedentesiast tentu penting untuk membantu Anda mengambil tindakan positif.

Hal ini berlaku bagi diri sendiri maupun orang lain yang Anda curigai menyembunyikan rasa sakit mereka. Ini daftarnya. 

1. Selera makan berubah

Seorang eccedentesiast mungkin mengalami perubahan dalam selera makan mereka. Beberapa mungkin makan berlebihan sebagai respons terhadap gejala depresi.

Sementara itu, yang lain mungkin kehilangan selera makan mereka sama sekali. Perubahan berat badan juga bisa terjadi, baik peningkatan maupun penurunan berat badan.

2. Perubahan dalam pola tidur

Ada yang mungkin kesulitan bangun dari tempat tidur karena ingin tidur sepanjang waktu ketika sedang depresi.

Sementara itu, beberapa orang mungkin mengalami insomnia dan kesulitan tidur, atau justru tidur sepanjang hari dan tetap terjaga di malam hari.

3. Merasa putus asa

Orang yang sering menyembunyikan perasaan sedih mereka dengan senyuman sebenarnya sering merasa putus asa, bersalah, dan tidak berharga.

Mereka mungkin merasa tidak ada harapan bagi perasaan mereka untuk membaik. Hal ini dapat menguatkan pemikiran negatif mereka.

4. Tidak ingin melakukan apa pun

Selain merasa putus asa, ciri lainnya dari seorang eccedentesiast mungkin kehilangan minat pada aktivitas yang biasanya mereka nikmati.

Mereka mungkin tidak lagi tertarik untuk melakukan hal-hal yang biasanya membuat mereka bahagia atau semangat. 

Penyebab seseorang menjadi eccedentesiast

Tidak jarang seseorang menyembunyikan depresi mereka secara pribadi. Banyak pula alasan yang mendasari hal tersebut, mulai dari ingin melindungi privasi, takut dihakimi, hingga merasa malu.

Berikut adalah beberapa faktor yang bisa membuat seseorang menjadi eccedentesiast.

1. Takut membebani orang lain

Depresi dan rasa bersalah sering kali berjalan bersamaan. Oleh karena itu, banyak orang tidak ingin membebani orang lain dengan masalah mereka. 

Hal ini terutama berlaku bagi orang yang terbiasa merawat orang lain daripada meminta bantuan dari orang lain. Mereka tidak tahu bagaimana meminta bantuan, jadi mereka menyimpan masalahnya sendiri.

2. Merasa malu

Beberapa orang percaya bahwa depresi adalah cacat karakter atau tanda kelemahan. Mereka bahkan mungkin percaya bahwa mereka seharusnya bisa mengatasinya sendiri. 

Ketika mereka tidak bisa, muncul pikiran bahwa ada yang salah dengan diri mereka. Akibatnya, mereka mungkin merasa malu tentang memiliki depresinya.

3. Penyangkalan (denial)

Eccedentesiast mungkin berasal dari penyangkalan seseorang bahwa mereka merasa depresi. Mereka mungkin berpikir bahwa selama mereka tersenyum, mereka tidak boleh merasa depresi.

Banyak orang tidak dapat mengakui bahwa ada sesuatu yang salah dengan dirinya. Lebih mudah bagi mereka untuk berpura-pura baik-baik saja daripada membuka diri tentang perasaannya yang sebenarnya. 

4. Khawatir akan akibat dari memperlihatkan kesedihannya

arti senyuman

Terkadang, orang khawatir tentang dampak depresi terhadap kehidupan pribadi dan profesionalnya.

Sebagai contoh, seorang komedian atau pengacara mungkin khawatir bahwa atasannya akan meragukan kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan. 

Ada juga yang mungkin khawatir ditinggalkan pasangan jika tahu dirinya memiliki depresi. Alih-alih mengambil risiko dihakimi atau dihukum, depresi ini disembunyikan erat-erat di balik senyuman. 

5. Tidak ingin terlihat lemah

Seseorang dengan smiling depression sering kali takut bahwa orang lain akan memanfaatkannya jika ia mengungkapkan bahwa dirinya memiliki depresi.

Alhasil, orang-orang yang mengalami depresi ini cenderung menunjukkan citra yang kuat dibandingkan mengakui kalau mereka butuh bantuan.

6. Merasa bersalah

Karena rasa bersalah sering kali menyertai depresi, kadang-kadang orang tidak merasa seolah mereka seharusnya merasa depresi.

Mereka mungkin berpikir bahwa mereka memiliki kehidupan yang baik dan seharusnya tidak merasa buruk. 

7. Pandangan yang tidak realistis soal kebahagiaan

Media sosial secara tidak realistis menampilkan kebahagiaan. Banyak orang menelusuri media sosial dan melihat gambar orang-orang bahagia. 

Akibatnya, mereka mulai percaya bahwa mereka adalah satu-satunya yang berjuang dengan masalah kesehatan mental.

Mereka mungkin merasa lebih terisolasi dari sebelumnya dan hal itu bisa membuat mereka menyembunyikan masalahnya.

8. Perfeksionisme

Orang yang perfeksionis sering kali telah menguasai seni terlihat sempurna. Bagi banyak orang, itu berarti menyembunyikan rasa sakit atau masalah yang mereka alami. 

Akibatnya, mengakui bahwa mereka depresi berarti mengakui bahwa kehidupan mereka tidak sempurna seperti keinginannya. 

Dampak eccedentesiast bagi kesehatan mental

Ini deretan dampak yang perlu diwaspadai dari perilaku seorang eccedentesiast.

1. Risiko melukai diri sendiri hingga bunuh diri

Depresi dapat membawa seseorang kepada pemikiran untuk melakukan tindakan merugikan terhadap diri sendiri atau bahkan bunuh diri

Dalam kasus eccedentesiast, risiko ini menjadi lebih besar. Pasalnya, tanda dan gejala depresi mungkin tidak terlihat bagi orang lain.

Akibatnya, mereka tidak mungkin mencari bantuan sebelum masalah tersebut menjadi tidak terkendali.

2. Memengaruhi kualitas hidup

Smiling depression membuat seseorang merasa terjebak dalam siklus emosi negatif. Hal ini secara signifikan memengaruhi kualitas hidup mereka. 

Mereka mungkin merasa tidak mampu menikmati kegiatan yang mereka sukai atau merasa terisolasi dari hubungan sosial. Hal tersebut tentu semakin memperburuk kondisi kesehatan mental mereka.

3. Dampak fisik yang negatif

Selain memengaruhi kesehatan mental, depresi juga dapat berdampak negatif pada kesehatan fisik seseorang. Ini termasuk:

  • penurunan berat badan yang tidak sehat, 
  • peningkatan risiko penyakit jantung, 
  • gangguan tidur, dan
  • penyalahgunaan zat-zat berbahaya seperti alkohol dan obat-obatan.
  • 4. Kesulitan mengatasi masalah

    Kebiasaan menutupi kesedihan dengan senyuman juga membuat seseorang sulit untuk menghadapi masalah dan mengekspresikan perasaan mereka dengan jujur.

    Hal ini dapat menyebabkan penumpukan emosi negatif dan kesulitan dalam menemukan solusi yang sehat.

    Eccedentesiast adalah pengingat bagi kita bahwa di balik senyum yang terlihat, mungkin ada kesedihan yang tersembunyi.

    Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menjadi lebih sensitif terhadap perasaan orang lain dan menciptakan lingkungan yang mendukung.

    Kesimpulan

    • Arti dari eccedentesiast adalah seseorang yang menyembunyikan gejala depresi di balik senyuman.
    • Ciri eccedentesiast antara lain perubahan selera makan dan pola tidur, perasaan putus asa, dan hilangnya minat untuk melakukan apa pun.
    • Seseorang bisa menjadi eccedentiast karena merasa malu, takut membebani orang lain, tidak ingin terlihat lemah, dan memiliki pandangan yang tak realistis tentang kebahagiaan.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Nurul Fajriah Afiatunnisa

    General Practitioner · Universitas La Tansa Mashiro


    Ditulis oleh Nabila Azmi · Tanggal diperbarui 28/02/2024

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan