Perasaan sedih yang berlarut-larut pada pengidap depresi dapat menimbulkan gangguan kesehatan, baik secara fisik maupun psikis. Ketahui beberapa masalah kesehatan akibat depresi berkepanjangan dalam pembahasan di bawah ini.
Apa yang terjadi jika depresi tidak diobati?
Pada dasarnya, depresi bisa diobati. Sebagian besar pengidap masalah mental ini bisa sembuh dalam beberapa minggu atau bulan setelah menjalani pengobatan.
Sayangnya, kesadaran untuk mengenali gejala depresi di Indonesia tergolong masih rendah. Ini jugalah yang menyebabkan banyak orang jarang pergi ke spesialis kejiwaan atau psikolog.
Sebagai akibatnya, banyak orang yang mengabaikan depresi begitu saja tanpa berobat. Padahal, depresi berkepanjangan bisa menimbulkan bahaya seperti berikut ini.
1. Penyakit kardiovaskular
Depresi berkepanjangan dan tidak diobati dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, seperti stroke, penyakit jantung koroner, hingga serangan jantung.
Hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon dalam aliran darah. Ketika depresi melanda, otak Anda akan terus-menerus menerima sinyal ancaman.
Akibatnya, otak akan melepas hormon stres berupa adrenalin dan kortisol ke dalam aliran darah.
Meningkatnya kadar dua hormon tersebut juga akan meningkatkan tekanan darah, menyebabkan detak jantung tidak teratur, dan lama-kelamaan merusak pembuluh darah Anda.
Studi yang dimuat dalam jurnal JAMA Network Open (2020) menguak bahwa pengidap depresi, terutama pria, cenderung mengalami kematian dini akibat penyakit kardiovaskular.
2. Gangguan tidur
Gangguan tidur dan depresi merupakan gangguan kesehatan yang saling berhubungan. Sekitar 75% pengidap depresi akan kesulitan untuk terlelap dan tetap tertidur.
Depresi juga bisa mengurangi durasi tahapan tidur nyenyak atau deep sleep. Padahal, tahapan tidur ini penting dalam pemulihan fisik dan mental setelah beraktivitas.
Deep sleep berperan sangat penting dalam proses metabolisme tubuh, seperti untuk mengatur produksi hormon dan mendukung pertumbuhan.
Tahapan tidur ini juga membantu memproses ingatan. Itu sebabnya, tidak heran bila pengidap depresi dan insomnia kronis lebih berisiko mengalami gangguan daya ingat.
3. Penurunan kekebalan tubuh
Depresi menyebabkan pengidapnya kesulitan menjaga pola hidup sehat. Pada saat yang sama, gangguan mental ini juga memicu pelepasan hormon stres, seperti kortisol.
Pola hidup yang tidak sehat dan hormon kortisol yang terlalu tinggi dapat menganggu kekebalan tubuh sehingga Anda menjadi lebih rentan terhadap infeksi.
Para peneliti dari University of Zurich, Swiss, juga menemukan bahwa kadar hormon stres yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada sel darah putih atau leukosit.
Kondisi sel darah putih yang rusak dan berkurang jumlahnya ini yang meningkatkan risiko Anda untuk terserang infeksi virus, bakteri, atau patogen lainnya.
4. Kecanduan
Jika depresi tidak diobati dengan tepat, Anda berisiko tinggi mengalami kecanduan obat-obatan, minuman keras, rokok, atau bahkan judi.
Kebanyakan pengidap depresi keliru bahwa pemicu candu tersebut bisa membantu mengatasi gejala depresi yang mereka alami.
Rasa putus asa memang dapat hilang selama beberapa saat setelah menggunakan narkoba. Namun, efek menenangkan dari narkoba ini hanya terjadi sementara.
Faktanya, narkoba malah bisa menyebabkan kerusakan pada otak dan sistem tubuh pengidap depresi.
Akibatnya, suasana hati yang sejatinya diatur oleh otak menjadi bertambah kacau serta sulit dikendalikan. Setelah efek narkoba habis, keputusasaan justru makin menjadi-jadi.
5. Kerusakan otak
Banyak riset yang mempelajari bahaya depresi yang tidak diobati terhadap otak. Salah satunya yang diterbitkan dalam jurnal CNS Neuroscience & Therapeutics (2018).
Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa depresi dapat menyebabkan kelainan pada struktur otak, seperti hipokampus, lobus frontal, lobus parietal, dan talamus.
Dampak depresi pada otak ini dapat menyebabkan penurunan fungsi kognitif, yaitu berpikir, berkomunikasi, mengambil keputusan, dan mengingat sesuatu.
Dalam beberapa kasus, depresi kronis yang tidak ditangani juga bisa berkaitan dengan gangguan jiwa lainnya, seperti skizofrenia, gangguan obsesif-kompulsif (OCD), dan gangguan bipolar.
6. Kesulitan menjalin hubungan
Selain secara fisik, depresi berkepanjangan juga bisa berdampak pada hubungan sosial Anda. Pengidap depresi cenderung kesulitan untuk menjalin hubungan dengan orang lain.
Jiwa sosial manusia sendiri diatur oleh hormon serotonin. Gangguan mental yang memengaruhi mood, seperti depresi, umumnya menyebabkan tubuh kekurangan hormon ini.
Akibatnya, Anda pun menjadi kesulitan bersosialisasi dan membangun hubungan yang baik dengan orang-orang terdekat, seperti pasangan, anak, dan sahabat.
Anda mungkin lebih memilih untuk menyendiri serta menjauhi situasi sosial. Pada akhirnya, depresi berkepanjangan bisa menyebabkan isolasi sosial.
7. Keinginan dan perilaku bunuh diri
American Foundation for Suicide Prevention memperkirakan lebih dari 50% orang yang bunuh diri memiliki riwayat mengalami gejala depresi mayor.
Pada pengidap depresi, bunuh diri bukanlah wujud balas dendam terhadap orang yang pernah menyakitinya, melainkan lebih diakibatkan oleh faktor biologis.
Maksudnya, gangguan mental ini membuat otak kehilangan kemampuan kognitif untuk berpikir jernih dan menimbang pilihan secara matang.
Ketidakseimbangan zat kimia dalam otak juga juga makin memicu rasa putus asa, seolah-olah memang tidak ada gunanya lagi untuk melanjutkan hidup.
Apabila Anda merasakan dorongan untuk mengakhiri hidup, segeralah minta bantuan orang terdekat. Anda juga disarankan untuk berkonsultasi dengan psikolog atau spesialis kejiwaan.
Kesimpulan
- Depresi yang tidak diobati menyebabkan gangguan kesehatan fisik dan psikis, termasuk penyakit kardiovaskular, gangguan kekebalan tubuh, dan kecanduan.
- Beberapa masalah yang bisa timbul akibat depresi yakni memburuknya hubungan sosial dan meningkatnya peluang seseorang untuk bunuh diri.
- Apabila Anda merasakan gejala yang dicurigai sebagai depresi, sebaiknya temui psikolog atau psikiater.