Sebagai makhluk sosial, manusia tentu membutuhkan orang lain untuk menghadapi berbagai aspek kehidupan. Namun, seiring dengan tingkat kesibukan yang berbeda-beda pada setiap orang, tidak jarang mereka mengalami isolasi sosial.
Ditinjau secara medis oleh dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H. · General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)
Sebagai makhluk sosial, manusia tentu membutuhkan orang lain untuk menghadapi berbagai aspek kehidupan. Namun, seiring dengan tingkat kesibukan yang berbeda-beda pada setiap orang, tidak jarang mereka mengalami isolasi sosial.
Lantas, bagaimana sebenarnya isolasi sosial bisa terjadi? Apakah kondisi ini bisa membahayakan kesehatan? Simak uraian berikut untuk mengetahui jawabannya.
Isolasi sosial atau social isolation adalah kondisi ketika seseorang kekurangan interaksi sosial atau kesempatan untuk berinteraksi dengan orang lain.
Pada beberapa kondisi, social isolation memang tidak berbahaya. Menjauhkan diri dari interaksi sosial terkadang memang dibutuhkan untuk menenangkan diri.
Namun, jika social isolation terbentuk bukan karena pilihan dan membuat Anda kesepian, ini artinya kondisi tersebut tidak bisa dibiarkan.
Isolasi sosial juga sering kali membuat seseorang terisolasi secara emosional. Akibatnya, ia akan kesulitan untuk berbagi emosi dengan orang lain.
Kondisi itulah yang membuat seseorang yang terisolasi secara sosial lebih rentan mengalami berbagai masalah kesehatan mental dan bahkan fisik.
Berikut adalah gejala isolasi sosial yang menandakan bahwa kondisi tersebut perlu segera diakhiri.
Setiap orang bisa menunjukkan gejala social isolation yang berbeda, sesuai dengan penyebab dan tingkatan yang dialaminya.
Pada awalnya, beberapa orang mungkin berpikir bahwa social isolation bukanlah hal yang buruk karena mereka jadi mendapatkan lebih banyak me time.
Namun, ketika kondisi tersebut mulai membuat Anda cemas atau merasa terasingkan, itu tandanya isolasi sosial perlu segera diakhiri.
Isolasi sosial bisa disebabkan oleh beberapa hal, baik yang berasal dari dalam diri atau pengaruh dari luar.
Pada laporan studi yang berjudul Social Isolation and Loneliness in Older Adults (2020), disebutkan bahwa penyakit kronis dan isolasi sosial saling berkaitan.
Seseorang yang mengidap penyakit kronis umumnya memang memiliki lebih sedikit kesempatan untuk berbaur dengan lain.
Sementara itu, terlalu banyak menghabiskan waktu sendirian juga dapat meningkatkan tingkat keparahan penyakit kronis.
Mengisolasi diri setelah kehilangan teman atau anggota keluarga tentu merupakan hal yang wajar.
Namun, ketika dampak akibat terus berduka membuat Anda mulai berpikir bahwa tidak ada orang lain yang mau menemani Anda lagi, ini bisa menjadi hal yang membahayakan.
Maka, penting untuk mendapat dukungan dari orang lain saat Anda kehilangan orang terdekat supaya Anda tidak merasa sendirian.
Meski media sosial mempermudah Anda untuk berkomunikasi, jangan sampai keberadaannya menggantikan interaksi secara langsung.
Sudah cukup banyak penelitian yang membuktikan bahwa penggunaan media sosial yang berlebihan justru membuat Anda kesepian dan merasa mengalami isolasi sosial.
Sama halnya dengan penyakit kronis, kesehatan mental dan social isolation merupakan hal yang berkaitan.
Seseorang yang terisolasi secara sosial akan lebih rentan mengidap gangguan kecemasan hingga depresi, begitu pula sebaliknya.
Oleh karena itu, sama halnya dengan penyakit fisik, gangguan kesehatan mental juga perlu mendapat penanganan yang tepat.
Tulane University School of Public Health, AS, menyebutkan bahwa seseorang yang tinggal di daerah terpencil atau terpisah dari keluarga dan teman-temannya karena tuntutan lebih berisiko mengalami isolasi sosial.
Risikonya dapat meningkat ketika Anda mengalami kesulitan di tempat tersebut dan tidak bisa berbagi keresahan dengan orang-orang di sekitar.
Pasangan idealnya menjadi salah satu orang yang bisa Anda andalkan. Namun, tidak demikian dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Tidak jarang, seseorang yang menjadi korban KDRT enggan berbagi penderitaannya. Pasalnya, mereka mungkin merasa malu dengan kondisinya.
Isolasi emosional seperti yang dialami oleh korban KDRT juga bisa menjadi penyebab isolasi sosial.
Jika isolasi sosial yang Anda alami merupakan pilihan, atau Anda melakukannya atas keinginan sendiri, cara terbaik untuk mengatasinya adalah memulai kembali interaksi dengan orang di sekitar.
Untuk memudahkan upaya tersebut, mulailah berinteraksi dengan orang-orang terdekat melalui obrolan sederhana.
Anda juga bisa melakukannya dengan mengikuti berbagai kegiatan komunitas, seperti menjadi relawan atau mengikuti kelas yang sesuai dengan minat.
Namun, jika berbagai cara tersebut tidak juga mengatasi perasaan tidak nyaman Anda karena social isolation, jangan ragu untuk mencari bantuan pada profesional.
Penanganan social isolation umumnya akan dilakukan dengan bentuk terapi, seperti terapi perilaku kognitif atau terapi pemaparan.
Melalui terapi dengan seorang profesional, Anda juga akan dibantu menggali lebih dalam berbagai penyebab social isolation sehingga bisa mendapatkan pengobatan yang sesuai.
Catatan
Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.
Ditinjau secara medis oleh
dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.
General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)
Tanya Dokter
Punya pertanyaan kesehatan?
Silakan login atau daftar untuk bertanya pada para dokter/pakar kami mengenai masalah Anda.
Ayo daftar atau Masuk untuk ikut berkomentar