backup og meta

Penyakit SARS

Penyakit SARS

Sebelum COVID-19 merebak pada 2019 silam, SARS menjadi salah satu penyakit infeksi pernapasan yang menyebar dengan cepat ke beberapa negara di seluruh dunia. Kenali gejala, penyebab, dan cara mengobatinya dalam pembahasan di bawah ini.

Apa itu penyakit SARS?

SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) adalah salah satu infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus SARS-CoV.

Infeksi SARS-CoV yang menyerang saluran pernapasan bisa menyebabkan kematian, terutama bila tidak segera ditangani dengan tepat. 

Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), tingkat kematian akibat penyakit SARS mencapai 3% di seluruh dunia.

SARS pertama kali ditemukan di Tiongkok pada tahun 2002. Selanjutnya, penyakit infeksi virus ini menyebar dengan cepat dan mewabah di 29 negara dalam beberapa bulan saja. 

Kebanyakan pengidap SARS adalah orang dewasa berumur 25–70 tahun. Beberapa kasus lain ditemukan pada remaja berusia 15 tahun ke bawah. 

Orang berusia di atas 50 tahun atau orang dengan komorbiditas atau kondisi penyerta, meliputi diabetes dan penyakit jantung, berisiko mengalami komplikasi fatal dari penyakit ini. 

Hal ini bisa terlihat dari angka kematian akibat SARS pada kelompok berisiko yang lebih tinggi.

Tanda dan gejala SARS

menambah nafsu makan saat demam

Saat Anda tertular, virus tidak langsung menginfeksi dan memicu gangguan. Gejala infeksi virus ini mulai muncul pada hari ke-2 hingga ke-7 setelah tertular.

SARS umumnya dimulai dengan gejala mirip flu. Ciri-ciri umum dari penyakit ini meliputi:

  • demam di atas 38 derajat Celsius (℃), 
  • meriang,
  • sakit kepala,
  • kedinginan,
  • nyeri otot,
  • kehilangan nafsu makan, dan
  • diare.

Setelahnya, virus akan masuk lebih dalam dan menyerang sel-sel sehat pada saluran pernapasan. Kondisi tersebut akan menimbulkan gejala yang lebih berbahaya, seperti:

  • batuk kering,
  • tubuh lemas (malaise), dan
  • sesak atau kesulitan bernapas.

Keluhan yang lebih serius bisa berupa pneumonia parah dan berkurangnya kadar oksigen dalam darah. Kondisi ini dapat berakibat fatal pada kasus dengan gejala berat.

Penyebab SARS

Penyakit SARS disebabkan oleh salah satu jenis virus corona yang disebut sebagai SARS-CoV. 

Selain SARS, kelompok virus ini juga menyebabkan penyakit lain yang turut menyerang sistem pernapasan, seperti MERS dan COVID-19. 

Penularan virus pertama kali terjadi dari hewan ke manusia. Para peneliti menyebutkan bahwa kelelawar dan musang merupakan hewan yang menjadi “sumber virus” SARS.

Dalam tubuh manusia, virus corona bermutasi sehingga dapat berpindah di antara manusia. SARS-CoV masuk ke dalam tubuh melalui hidung, mulut, dan mata. 

Virus penyebab SARS bisa ditularkan melalui udara dan percikan air liur (droplet). Berikut merupakan cara penularan virus yang perlu diwaspadai dalam aktivitas sehari-hari.

  • Melakukan kontak dekat, seperti berjabat tangan, berpelukan, berciuman dengan orang yang terinfeksi.
  • Menyentuh mulut, mata, atau hidung dengan tangan yang terkontaminasi air liur, urine, atau feses mengandung virus.
  • Menggunakan alat makan atau benda pribadi yang sama dengan orang yang terinfeksi.

SARS vs COVID-19

Meskipun berasal dari kelompok virus yang sama dan menunjukkan gejala serupa, SARS dan COVID-19 merupakan dua penyakit yang berbeda. SARS disebabkan oleh virus SARS-CoV, sedangkan COVID-19 disebabkan oleh virus SARS-CoV-2.

Faktor risiko SARS

Beberapa faktor di bawah ini dapat meningkatkan kerentanan Anda untuk terjangkit penyakit SARS.

  • Melakukan interaksi dengan hewan atau orang yang terinfeksi virus SARS-CoV, baik itu secara langsung maupun tidak.
  • Melakukan perjalanan ke wilayah atau negara di mana wabah SARS sedang menyebar. 
  • Merawat anggota keluarga atau pasien yang terinfeksi.
  • Tidak mencuci tangan sebelum maupun setelah makan atau tidak menjaga kebersihan diri dengan baik.

Diagnosis SARS

Dokter akan menanyakan Anda beberapa hal, seperti riwayat perjalanan dan dengan siapa Anda melakukan kontak sebelumnya. 

Kemudian, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik menyeluruh dengan cara mengukur suhu tubuh, denyut nadi, tekanan darah, dan laju pernapasan.

Untuk menegakkan diagnosis penyakit ini, dokter membutuhkan pemeriksaan lanjutan, seperti:

  • tes darah,
  • pemeriksaan sampel kotoran,
  • tes reverse polymerase chain reaction (RT-PCR),
  • kultur dahak, dan
  • rontgen dada atau CT scan.

Pemeriksaan pada sampel darah, dahak, atau feses dapat mendeteksi antibodi yang muncul sebagai respons tubuh saat terinfeksi virus penyebab SARS.

Sementara itu, tes pencitraan bisa dilakukan untuk melihat kondisi paru-paru untuk mengetahui tingkat keparahan dan penyebaran infeksi. 

Pengobatan SARS

resistensi antibiotik

Meski penelitian terhadap penyakit infeksi ini terus dilakukan, para ilmuwan belum menemukan pengobatan yang efektif untuk SARS.

Karena disebabkan oleh virus, obat antibiotik tentu tidak akan bekerja. Di sisi lain, obat antivirus belum menunjukkan banyak manfaat untuk menangani penyakit ini.

Pengobatan SARS umumnya berupa perawatan suportif yang bertujuan mengendalikan gejala dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh.

Beberapa upaya yang dapat dokter lakukan untuk mengobati SARS adalah sebagai berikut.

  • Penggunaan obat antivirus, seperti kombinasi nirmatrelvir dan ritonavir (Paxlovid) untuk mengurangi keparahan infeksi SARS-CoV.
  • Alat bantu pernapasan, seperti oksigen dan ventilator.
  • Fisioterapi melalui latihan pernapasan dalam masa pemulihan.

Pada pasien yang mengalami gejala pneumonia, dokter juga akan memberikan resep tambahan berupa obat steroid anti-inflamasi.

Perawatan pasien juga harus dilakukan di ruangan dengan sistem ventilasi yang optimal untuk melancarkan sirkulasi udara.

Pencegahan SARS

Para peneliti masih menguji beberapa vaksin yang efektif untuk mencegah infeksi SARS-CoV.

Meski begitu, Anda tetap bisa melakukan beberapa kebiasaan hidup sehat di bawah ini untuk mencegah penularan penyakit SARS.

  • Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir atau gunakan hand sanitizer dengan kadar alkohol setidaknya 60 persen.
  • Menggunakan desinfektan untuk membersihkan permukaan benda yang sering disentuh oleh penghuni rumah.
  • Tutup mulut dan hidung Anda saat batuk dan bersin.
  • Menggunakan masker, kacamata pelindung, dan sarung tangan saat berpergian, berada di kerumunan, dan melakukan kontak dengan orang yang terinfeksi.
  • Ketika sakit, berdiam diri di rumah dan melakukan masa karantina setidaknya sampai 10 hari setelah keluhan penyakit benar-benar menghilang.
  • Hindari kegiatan yang memungkinkan terjadinya kontak berkelanjutan, misalnya makan dan minum, menggunakan alat mandi, handuk, atau tidur satu kasur dengan orang sakit.

Jika Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut mengenai penyakit ini, konsultasikan dengan dokter untuk mendapatkan informasi terbaik. 

Kesimpulan

  • SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) adalah infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus SARS-CoV.
  • Penyakit ini pertama kali ditemukan di Tiongkok pada 2002, kemudian menyebar ke 29 negara dengan tingkat kematian hingga 3 persen.
  • Infeksi virus ini menyebabkan gejala mirip flu, seperti demam, sakit kepala, serta batuk kering, yang berpotensi berkembang menjadi pneumonia parah.
  • Tidak ada pengobatan khusus untuk penyakit SARS. Perawatan medis bertujuan untuk membantu mengurangi keparahan gejala dan mencegah komplikasi.

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.

Severe acute respiratory syndrome (SARS). (2019). World Health Organization (WHO). Retrieved July 8, 2024, from https://www.who.int/health-topics/severe-acute-respiratory-syndrome

Severe acute respiratory syndrome (SARS). (n.d.). American Lung Association. Retrieved July 8, 2024, from https://www.lung.org/lung-health-diseases/lung-disease-lookup/severe-acute-respiratory-syndrome-sars

Severe acute respiratory syndrome (SARS). (2021). Mayo Clinic. Retrieved July 8, 2024, from https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/sars/symptoms-causes/syc-20351765

Hodgens, A., & Gupt,a V. (2023). Severe Acute Respiratory Syndrome. StatPearls. Retrieved July 8, 2024, from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK558977/

Lam, C., & Patel, P. (2023). Nirmatrelvir-Ritonavir. StatPearls. Retrieved July 8, 2024, from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK585126/

López, D., & García-Peydró, M. (2023). Could SARS-CoV-1 Vaccines in the Pipeline Have Contributed to Fighting the COVID-19 Pandemic? Lessons for the Next Coronavirus Plague. Biomedicines, 12(1), 62. https://doi.org/10.3390/biomedicines12010062

Rat, P., Olivier, E., & Dutot, M. (2020). SARS-CoV-2 vs. SARS-CoV-1 management: antibiotics and inflammasome modulators potential. European review for medical and pharmacological sciences, 24(14), 7880–7885. https://doi.org/10.26355/eurrev_202007_22293

Versi Terbaru

11/07/2024

Ditulis oleh Fidhia Kemala

Ditinjau secara medis oleh dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.

Diperbarui oleh: Diah Ayu Lestari


Artikel Terkait

12 Penyakit Paru-Paru yang Perlu Diwaspadai, Kenali Gejalanya

Manfaat Lendir Bekicot untuk Infeksi Paru-Paru? Ini Penjelasannya!


Ditinjau secara medis oleh

dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.

General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)


Ditulis oleh Fidhia Kemala · Tanggal diperbarui 11/07/2024

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan