Setiap orang pernah mengalami stres. Rasa takut dan waswas yang mencekik akibat stres bisa terasa seperti tidak ada habisnya. Karena hal ini juga, beberapa orang merasa bahwa dirinya telah mengalami depresi. Sebetulnya, apa perbedaan stres dan depresi?
Perbedaan stres dan depresi
Stres dan depresi sering dianggap sama. Padahal, keduanya merupakan kondisi yang berbeda.
Stres merupakan respons alami tubuh akibat banyaknya tekanan, baik dari luar atau dari dalam diri sendiri, dalam waktu yang cukup lama.
Berbeda dengan stres, depresi adalah penyakit kejiwaan yang berdampak buruk pada suasana hati, perasaan, nafsu makan, pola tidur, dan tingkat konsentrasi pengidapnya.
Secara umum, stres bersifat sementara dan dapat hilang ketika pemicunya teratasi. Sementara itu, depresi dapat bertahan hingga hitungan bulan atau tahun tanpa perawatan yang tepat.
Untuk memahami perbedaan stres dan depresi secara lebih jelas, simak tabel di bawah ini.
Stres | Depresi | |
Definisi | Respons tubuh terhadap tekanan | Gangguan mental yang memengaruhi suasana hati, pikiran, dan perilaku |
Durasi | Sementara dan akan mereda setelah pemicu teratasi | Bertahan lama yang bisa berlangsung hingga bertahun-tahun |
Penyebab | Tekanan pekerjaan, konflik keluarga, atau masalah keuangan | Kombinasi faktor biologis, psikologis, dan sosial |
Dampak fisik | Peningkatan detak jantung, otot tegang, dan susah tidur | Kurang berenergi, perubahan nafsu makan, dan gangguan tidur |
Dampak psikologis | Cemas, mudah tersinggung, dan sulit berkonsentrasi | Perasaan hampa, kehilangan minat, putus asa, hingga muncul pikiran bunuh diri |
Cara mengatasi | Relaksasi, olahraga, dan manajemen waktu yang baik | Terapi psikologis dan obat antidepresan |
Memahami beda stres dan depresi lainnya
Selain perbedaan yang telah disebutkan dalam tabel di atas, terdapat sejumlah aspek lain yang menjadi pembeda antara stres dan depresi.
Berikut adalah beberapa faktor yang akan membantu membedakan kedua gangguan mental ini.
1. Stres bisa berubah menjadi depresi
Dalam beberapa kasus, stres berat yang tidak ditangani dengan baik dapat meningkatkan risiko Anda untuk mengalami depresi.
Saat Anda mengalami stres terus-menerus tanpa menemukan solusi atau dukungan yang tepat, kelelahan emosional tentu meningkat. Hal ini yang pada akhirnya bisa memicu gejala depresi.
2. Gejala depresi lebih parah
Beberapa kalangan mungkin sering bertanya, “Lebih parah stres atau depresi?” Perlu dipahami bahwa depresi cenderung lebih parah atau intens dibandingkan dengan stres.
Umumnya, gejala stres dapat mereda setelah pemicunya diatasi. Lain hal dengan depresi yang cenderung memiliki gejala yang lebih intens dan menetap.
Depresi bisa berlangsung selama enam bulan atau lebih. Pengidap depresi umumnya kesulitan menjalani kegiatan sehari-sehari, seperti bekerja, belajar, atau berkendara secara normal.
3. Depresi cenderung lebih berbahaya
Studi dalam jurnal Psychiatry Investigation (2020) menyebutkan bahwa pengidap depresi punya peluang 58% lebih tinggi untuk mengalami obesitas.
Depresi pada usia muda juga bisa menurunkan fungsi otak sehingga dapat meningkatkan risiko stroke dan penyakit Alzheimer.
Dalam kasus parah, orang dengan depresi berat cenderung memiliki pemikiran untuk menyakiti diri sendiri bahkan keinginan bunuh diri.
4. Depresi bisa muncul tanpa sebab
Stres biasanya muncul karena situasi tertentu, seperti tekanan pekerjaan, konflik keluarga, atau masalah keuangan. Ketika situasi tersebut mulai membaik, stres pun akan berkurang.
Sebaliknya, depresi bisa muncul tanpa pemicu yang jelas. Seseorang yang tampaknya memiliki kehidupan yang baik sekalipun bisa mengalami gangguan mental ini.
Sejumlah faktor yang diduga berisiko memicu depresi adalah faktor genetik, ketidakseimbangan zat kimia di dalam otak, trauma masa kecil, hingga riwayat penyakit tertentu.
5. Perubahan pola tidur yang berbeda
Baik stres ataupun depresi bisa menyebabkan gangguan tidur, tetapi dalam pola yang berbeda.
Orang yang sedang stres biasanya mengalami kesulitan tidur karena pikiran mereka terus aktif memikirkan masalah dan tekanan yang tengah dihadapi.
Sementara itu, orang yang mengidap depresi dapat mengalami insomnia atau sebaliknya, tidur terlalu lama tanpa merasa segar setelahnya.
6. Cara mengatasi depresi lebih kompleks
Stres bisa dikendalikan dengan menerapkan manajemen stres, seperti meditasi, olahraga, atau sekadar istirahat dan meluangkan waktu untuk melakukan hobi.
Namun, depresi memerlukan penanganan yang lebih serius. Hal ini mencakup terapi psikologis, pengobatan dengan obat antidepresan, ataupun kombinasi keduanya.
Apabila Anda atau orang terdekat mengalami gejala depresi, segera cari bantuan psikolog atau psikiater untuk mendapatkan penanganan yang tepat.
7. Stres bisa meningkatkan produktivitas
Stres bisa memotivasi Anda untuk bekerja lebih baik dan menyelesaikan tugas tepat waktu. Ini yang disebut sebagai stres positif alias eustress.
Di sisi lain, depresi justru mengurangi motivasi Anda saat melakukan aktivitas yang sederhana.
Orang yang mengidap depresi sering merasa tidak memiliki energi untuk melakukan pekerjaan atau kehilangan minat terhadap aktivitas yang disukai sebelumnya.
Walaupun sering kali dianggap sama, stres dan depresi mempunyai perbedaan yang signifikan.
Memahami beda stres dan depresi merupakan langkah awal untuk menjaga kesehatan mental dengan lebih baik.
Apabila Anda atau orang terdekat mengalami gejala yang mengarah pada depresi, segera cari bantuan profesional untuk mendapatkan penanganan yang tepat.
Kesimpulan
- Stres adalah respons tubuh yang muncul terhadap situasi yang menyebabkan tekanan, sedangkan depresi adalah gangguan mental yang memengaruhi suasana hati.
- Gejala depresi cenderung lebih intens dan berdampak luas pada kehidupan sehari-hari. Stres yang tidak ditangani pun bisa berkembang menjadi depresi.
- Depresi memerlukan penanganan yang lebih kompleks, termasuk terapi psikologis dan obat antidepresan. Segera cari bantuan profesional bila mengalami gejala depresi.