Semenjak pandemi COVID-19, banyak kalangan mulai mewaspadai kemunculan penyakit baru yang tidak diketahui sebelumnya. Salah satunya ialah flu tomat yang menyerang anak-anak di India.
Simak penjelasan mengenai gejala, penyebab, dan penanganannya berikut ini.
Apa itu flu tomat?
Sebuah artikel yang diterbitkan dalam jurnal medis The Lancet Respiratory Medicine (2022) melaporkan temuan penyakit “baru” yang disebut flu tomat atau tomato flu di Kerala, India.
Penyakit misterius ini pertama kali dilaporkan pada 6 Mei 2022. Hingga 22 Juli 2022, flu tomat telah menyerang lebih dari 82 anak-anak yang berusia di bawah 5 tahun.
Adapun gejala umum yang dapat diamati pada pengidap penyakit ini, antara lain:
- demam tinggi,
- ruam kulit,
- nyeri otot,
- nyeri persendian,
- kelelahan,
- mual,
- muntah,
- diare, dan
- dehidrasi.
Pemberian nama “flu tomat” sendiri juga berasal dari gejala khasnya, yakni kulit melepuh kemerahan yang berangsur-angsur membesar hingga seukuran tomat di seluruh tubuh.
Hingga saat ini, tidak ada laporan komplikasi serius maupun kematian pada anak-anak. Umumnya, mereka akan pulih kembali dalam beberapa hari perawatan.
Penyebab flu tomat
Pada awalnya, para peneliti menduga flu tomat adalah gejala chikungunya atau demam berdarah. Penyakit infeksi ini juga diduga sebagai efek lanjutan COVID-19 dan bahkan cacar monyet.
Sebuah studi lanjutan yang diterbitkan dalam British Medical Journal (2022) menjelaskan peneliti telah melakukan tes swab pada dua anak di Inggris yang diduga mengalami gejala flu tomat setelah kembali dari liburan ke Kerala, India.
Hasilnya, peneliti menemukan bahwa penyakit ini berasal dari infeksi coxsackievirus A16, yakni salah satu spesies enterovirus yang umum menyebabkan flu singapura.
Flu singapura atau hand, foot, and mouth disease (HFMD) merupakan penyakit menular yang kerap dialami balita. Gejalanya berupa sakit pada mulut serta ruam hingga lepuh pada tangan dan kaki.
Dengan temuan ini, para ahli berpendapat bahwa flu tomat sebenarnya bukan penyakit baru sama sekali, melainkan gejala klinis dari HFMD atau flu singapura.
Infectious Diseases Society of America juga menyatakan bahwa istilah flu tomat seharusnya tidak digunakan lagi. Hal ini sebab penyakit flu singapura sudah dikenal luas.
Penularan virus yang menyebabkan flu tomat
Virus penyebab flu tomat bisa menyebar dengan mudah melalui ingus, ludah, dahak, lepuh kulit yang pecah, kotoran, maupun kontak dengan orang atau benda yang terkontaminasi.
Bayi dan anak-anak berisiko mengalami penyakit infeksi virus ini apabila mengalami kondisi berikut.
- Menghirup tetesan cairan (droplet) yang mengandung partikel virus saat orang yang terinfeksi batuk atau bersin.
- Melakukan kontak erat, seperti berciuman, berpelukan, atau berbagi peralatan makan.
- Menyentuh kotoran orang yang terinfeksi, seperti saat mengganti popok lalu menyentuh mata, hidung, dan mulut.
- Menyentuh benda atau permukaan yang terkontaminasi virus, seperti gagang pintu, permukaan meja, atau mainan, lalu menyentuh mata, hidung, dan mulut.
Flu tomat atau HFMD pada anak biasanya sangat menular pada minggu pertama. Meski begitu, pasien masih menularkan virus beberapa hari atau minggu setelah gejala hilang.
Orang dewasa dapat terkena virus tanpa bergejala, tetapi mereka bisa menjadi pembawa virus dan menularkannya ke kelompok yang berisiko, terutama bayi dan anak-anak.
Meski memiliki gejala yang memengaruhi mulut, kaki, dan tangan, HFMD tidak berhubungan dengan penyakit mulut dan kuku pada ternak.
Pengobatan dan pencegahan flu tomat
Dalam penelitian di atas, para peneliti juga menjelaskan bahwa flu tomat merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri (self-limiting disease) dalam 7–10 hari.
Hingga saat ini, tidak ada obat atau vaksin untuk mencegah maupun mengobati penyakit ini.
Ikatan Dokter Anak Indonesia menjelaskan pengobatan flu singapura bersifat simptomatik, artinya bertujuan untuk mengatasi keluhan akibat gejala yang ditimbulkan.
Beberapa pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi penyakit infeksi ini adalah seperti berikut.
- Pemberian obat pereda nyeri, seperti paracetamol atau ibuprofen untuk meredakan demam dan membantu mengatasi nyeri.
- Kompres hangat untuk menurunkan demam anak dan pemberian minum yang lebih sering juga mencegah dehidrasi.
- Berkumur-kumur dengan air garam untuk mengurangi nyeri akibat luka pada mulut, terutama pada anak-anak yang lebih besar.
- Cegah anak-anak untuk menggaruk bagian kulit yang gatal, ruam, atau melepuh.
- Apabila kulit mengalami luka, segera bersihkan dengan air hangat dan sabun, lalu keringkan dengan benar.
Para ahli menyarankan orang yang bergejala untuk menjalani isolasi selama 5–7 hari setelah timbulnya gejala untuk mencegah penularan lebih lanjut.
Anda juga disarankan untuk melakukan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Hal ini dapat dilakukan dengan rajin mencuci tangan dengan sabun dan menjaga kebersihan lingkungan.
Jika bayi atau anak Anda mengalami gejala seperti di atas, sebaiknya segera lakukan pemeriksaan dengan dokter untuk diagnosis dan penanganan lebih lanjut.