Kita juga bisa melihat dari 20 menteri kesehatan yang pernah dimiliki Indonesia, hanya 4 orang menteri kesehatan berjenis kelamin perempuan.
Menurut Nuzulul Kusuma Putri, dalam tulisannya di situs Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, kondisi serupa terjadi di level dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota. Kesempatan perempuan menjadi pengambil keputusan masih amat terbatas.
Dalam penelitiannya di tahun 2019, Nuzulul menemukan bahwa meskipun perempuan memiliki tingkat pendidikan dan pengalaman kerja yang sama, namun karier mereka banyak yang terhenti di tingkat kepala seksi.
Kondisi tersebut jauh berbeda dengan laki-laki yang memiliki kesempatan lebih besar untuk menduduki posisi lebih tinggi hingga menjadi kepala dinas atau bahkan menteri.
Beban ganda dan stereotip kepemimpinan perempuan
Menurut Nuzulul dalam risetnya, salah satu penghalang utama perempuan mencapai posisi penting sebagai pengambil keputusan adalah karena masih adanya stereotip gender dalam sistem kesehatan.
Stereotip adalah keyakinan tentang karakteristik sekelompok orang berdasarkan asumsi-asumsi yang dibuat tanpa memperhatikan kondisi sebenarnya. Sejalan dengan laporan WHO, kelompok perempuan di dunia kesehatan kerap masih dinomorduakan.
Kondisi tersebut disebabkan oleh anggapan bahwa perempuan adalah kelompok lemah dan tidak mampu memimpin.
Selain persepsi peran gender, menurut riset yang dilakukan Ade W. Prastyani terkait himpitan peran gender terhadap tenaga kesehatan perempuan, persetujuan keluarga juga menjadi tantangan bagi perempuan menapaki jenjang lebih tinggi.
Tanya Dokter
Punya pertanyaan kesehatan?
Silakan login atau daftar untuk bertanya pada para dokter/pakar kami mengenai masalah Anda.
Ayo daftar atau Masuk untuk ikut berkomentar