backup og meta

Tenaga Medis Perempuan di Tengah Stereotip Gender

Proposi wanita di dunia medisBeban ganda dan stereotipSektor kesehatan dan riset kepemimpinan perempuan

Sebagian besar tenaga medis di dunia adalah perempuan. Sayangnya, kondisi ini tidak diikuti oleh kesetaraan perempuan di posisi strategis. Hanya sedikit tenaga medis perempuan yang mampu memegang jabatan penting. Bagaimana kondisinya di Indonesia? 

Tenaga Medis Perempuan di Tengah Stereotip Gender

Proporsi perempuan di dunia medis

Sekitar 70 persen tenaga medis di dunia merupakan perempuan. Namun, kondisi ini tidak serta merta menciptakan perspektif positif terhadap kesetaraan gender di bidang kesehatan.

Menurut laporan WHO, meskipun cukup dominan, tenaga medis perempuan berada di posisi yang lebih rendah dengan penghasilan yang lebih sedikit.

Tenaga medis perempuan juga sering kali melakukan kerja tambahan tanpa dibayar, hingga mengalami pelecehan dan diskriminasi karena bias gender. 

Banyak tenaga medis perempuan kesulitan memperoleh status karyawan tetap. Selain itu, penghasilan tenaga medis perempuan secara global lebih rendah, 11 – 28%, dibanding tenaga medis laki-laki. 

Meskipun partisipasi perempuan di bidang kesehatan terbilang tinggi, tetap diperlukan kebijakan yang mampu menghapus diskriminasi gender.

Kebijakan itu termasuk dalam hal penghasilan, menghilangkan pembatas bagi perempuan untuk menjadi pekerja tetap, serta memberi dukungan agar perempuan mampu meningkatkan profesionalitas dan mendapat posisi lebih baik. 

Kondisi secara global ini tidak jauh berbeda dengan situasi di Indonesia. Menurut data Kementerian Kesehatan pada 2019, sekitar 70 persen dari 1.072.598 jumlah tenaga medis di Indonesia adalah perempuan. 

Perempuan banyak menempati posisi dokter umum, ahli gizi, dokter gigi, perawat, bidan, dan bantuan tenaga medis lainnya.

Meski mayoritas, proporsi tenaga kesehatan perempuan yang mampu menempuh jenjang dokter spesialis hanya 39 persen. Sementara itu, ada sekitar 60% laki-laki yang mencapai jenjang dokter spesialis. 

Hal ini juga bisa dilihat dari 20 menteri kesehatan yang pernah dimiliki Indonesia, hanya 4 orang menteri kesehatan berjenis kelamin perempuan.

Kondisi serupa terjadi di level dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota. Kesempatan perempuan menjadi pengambil keputusan masih amat terbatas. 

Menurut Nuzulul Kusuma Putri, dalam tulisannya di situs Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, meski memiliki tingkat pendidikan dan pengalaman kerja yang sama dengan laki-laki, karier perempuan banyak yang terhenti di tingkat kepala seksi.

Sementara itu, laki-laki yang memiliki kesempatan lebih besar untuk menduduki posisi lebih tinggi hingga menjadi kepala dinas atau bahkan menteri. 

Beban ganda dan stereotip kepemimpinan perempuan  

tenaga medis perempuan

Menurut Nuzulul dalam risetnya, salah satu penghalang utama perempuan mencapai posisi penting sebagai pengambil keputusan adalah karena masih adanya stereotip gender dalam sistem kesehatan. 

Stereotip adalah keyakinan tentang karakteristik sekelompok orang berdasarkan asumsi-asumsi yang dibuat tanpa memperhatikan kondisi sebenarnya.

Sejalan dengan laporan WHO, kelompok perempuan di dunia kesehatan kerap masih dinomorduakan. Kondisi tersebut disebabkan oleh anggapan bahwa perempuan adalah kelompok lemah dan tidak mampu memimpin.

Masih dalam persepsi peran gender, menurut riset yang dilakukan Ade W. Prastyani, persetujuan keluarga juga menjadi tantangan bagi perempuan menapaki jenjang lebih tinggi. 

Orangtua, keluarga, dan pernikahan menjadi faktor penting yang memengaruhi karier tenaga medis perempuan. Mereka kerap tidak mendapatkan izin keluarga untuk berkarier lebih jauh karena dituntut untuk memprioritaskan pernikahan.

Penilaian sosial terhadap perempuan yang mampu membangun rumah tangga jauh lebih positif dibandingkan perempuan sebagai tenaga medis yang berkontribusi untuk kesehatan sosial.

Jadi, tenaga medis perempuan masih lebih sering diharapkan menjadi pendamping bagi keluarga ketimbang terus berkarier secara profesional. 

Sektor kesehatan dan riset kepemimpinan perempuan

Dominasi perempuan di sektor kesehatan yang kerap disebut feminisasi sektor kesehatan sebenarnya memberi dampak positif.

Banyak riset yang menunjukan identitas gender berdampak terhadap pola kerja tenaga kesehatan. 

Salah satu riset menyebut bahwa perempuan memiliki motivasi yang lebih bersifat altruistik (rela berkorban demi kepentingan umum) dibanding laki-laki dalam menjalani atau melanjutkan pendidikan kedokteran. 

Riset lain menyebut bahwa dokter perempuan lebih sering menerapkan pendekatan multidisipliner sehingga memungkinkan peningkatan pelayanan kesehatan dan memperkaya inovasi dan kolaborasi di dunia medis.

Selain itu, mereka dinilai mampu menjalin relasi dokter-pasien yang lebih erat. 

Perempuan juga mampu menjadi pemimpin yang lebih efektif daripada laki-laki. Ini ditunjukkan dalam riset Harvard Business Review yang menyimpulkan bahwa kemampuan memimpin perempuan lebih unggul dari laki-laki.

Riset yang dilakukan oleh Jack Zenger dan Joseph Folkman itu menyebut bahwa perempuan memiliki skor lebih tinggi di 17 dari 19 jenis kecakapan memimpin.

Dalam riset lanjutan, Zenger menemukan bahwa efektivitas kepemimpinan perempuan di masa krisis pun lebih tinggi dari laki-laki. Hal tersebut terutama terlihat di masa pandemi.

Berdasar riset lanjutan Zenger, efektivitas kepemimpinan perempuan sebelum pandemi memiliki skor 53,1. Angka tersebut lebih tinggi dibanding laki-laki dengan skor 49,8.

Di masa pandemi, efektivitas perempuan dalam memimpin naik menjadi 57,2 sementara laki-laki hanya berada di angka 51,5. 

Hal ini bisa dilihat dari negara-negara yang memiliki respons terbaik dalam menghadapi pandemi COVID-19 memiliki satu kesamaan, yakni dipimpin oleh perempuan, mulai dari Angela Merkel di Jerman, Jacinda Ardern di Selandia Baru, Erna Solberg di Norwegia, hingga Tsai Ing Wen di Taiwan.

Kondisi ini sebenarnya salah satu bentuk fenomena glass cliff (tebing kaca), yaitu hadirnya penghalang tak kasat mata yang kerap menghambat perempuan dalam mencapai prestasi. 

Perempuan sering diberikan kesempatan untuk memimpin ketika dihadapkan pada tantangan dengan risiko kegagalan yang tinggi. 

Namun, dalam banyak kesempatan, termasuk dalam penanganan krisis kesehatan, pemimpin perempuan membuktikan mereka mampu menghadapi krisis dengan pengambilan kebijakan yang tepat.

Rangkuman

  • Di seluruh dunia, sekitar 70% tenaga medis didominasi oleh perempuan. Meski dominan, tenaga medis perempuan menempati posisi yang rendah dengan penghasilan lebih sedikit daripada laki-laki.
  • Tenaga medis perempuan kesulitan mencapai posisi penting adalah karena adanya stereotip gender dalam sistem kesehatan. Mereka dianggap kurang kompeten untuk memimpin.
  • Padahal, peran perempuan dalam sektor strategis bisa berdampak besar untuk mendorong kemajuan inovasi medis, peningkatan akses serta pelayanan kesehatan, dan terciptanya sistem kesehatan yang lebih inklusif dan responsif.

[embed-health-tool-ovulation]

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.

Gender equity in the health workforce: Analysis of 104 countries. (2019, March 1). WHO | World Health Organization. Retrieved 02 June 2025, from https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/311314/WHO-HIS-HWF-Gender-WP1-2019.1-eng.pdf

Research: Women Are Better Leaders During a Crisis. (2020). Harvard Business Review. Retrieved 02 June 2025, from https://hbr.org/2020/12/research-women-are-better-leaders-during-a-crisis 

Ridlo, I. A. (2021). Di tengah pandemi COVID-19, representasi perempuan dalam sistem kesehatan masih rendah – FKM UNAIR. FKM UNAIR. Retrieved 02 June 2025, from https://fkm.unair.ac.id/di-tengah-pandemi-covid-19-representasi-perempuan-dalam-sistem-kesehatan-masih-rendah/

Riset tenaga kesehatan perempuan: himpitan peran gender sangat pengaruhi karier mereka. (2019, December 23). The Conversation. Retrieved 02 June 2025, from https://theconversation.com/riset-tenaga-kesehatan-perempuan-himpitan-peran-gender-sangat-pengaruhi-karier-mereka-129219

Human Resources for Health Country Profile of Indonesia. (2019). Retrieved 02 June 2025, from https://www.researchgate.net/publication/258217131_Human_Resources_for_Health_Country_Profile_of_Indonesia

Versi Terbaru

25/06/2025

Ditulis oleh Rina Nurjanah

Ditinjau secara medis oleh dr. Nurul Fajriah Afiatunnisa

Diperbarui oleh: Fidhia Kemala


Artikel Terkait

7 Perubahan Pada Laki-laki dan Perempuan Seiring Bertambahnya Usia

Kenali Mansplaining, Saat Laki-Laki Merendahkan Perempuan


Ditinjau oleh dr. Nurul Fajriah Afiatunnisa · General Practitioner · Universitas La Tansa Mashiro · Ditulis oleh Rina Nurjanah · Diperbarui 25/06/2025

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan