Hal ini dipicu karena otak laki-laki tidak didesain untuk terkoneksi pada perasaan atau emosi. Laki-laki biasanya ketika memutuskan sesuatu jarang melibatkan perasaan. Laki-laki juga jarang menganalisis perasaannya dibandingkan dengan perempuan yang biasanya selalu melibatkan perasaan dalam memutuskan sesuatu.
Stereotip dan cap sosial mempengaruhi perilaku laki-laki dan perempuan
Selain perbedaan cara berpikir, ada pula stereotip dan cap sosial yang dapat memengaruhi perilaku laki-laki dan perempuan. Saat kecil, tidak jarang orang tua dan orang di sekitar menjalaskan apa yang pantas dan tidak pantas dilakukan oleh laki-laki.
Sebagai contoh, laki-laki tidak boleh terlihat lebih banyak bicara atau cerewet, karena cerewet itu identik dengan perempuan. Perempuan tidak boleh sering bermain bola, karena bola hanya dimainkan oleh laki-laki. Konsep seperti ini yang melekat pada masyarakat tentang bagaimana perempuan dan laki-laki seharusnya bersikap.
Otak laki-laki memang tidak didesain untuk melibatkan perasaan, namun bukan berarti laki-laki tidak memiliki rasa empati. Menurut Dr. Brizendine yang dikutip Livescience, empati pada laki-laki bekerja ketika ada seseorang yang menunjukkan perasaannya.
Faktanya laki-laki lebih memiliki respon yang emosional dibanding perempuan, hanya saja ketika laki-laki menyadari perasaannya, laki-laki memilih untuk tidak memperlihatkannya, karena stereotip yang muncul di masyarakat. Laki-laki akan memilih untuk lebih diam dan terlihat keren.
Begitu juga dengan perempuan, muncul stereotip bahwa harus laki-laki yang memiliki inisiatif maju dalam hubungan. Perempuan memang cenderung lebih perasa dibanding laki-laki, namun bukan berarti perempuan tidak bisa mengambil inisiatif untuk maju lebih dahulu dalam sebuah hubungan.
Stereotip membedakan mana karakter laki-laki dan perempuan, seperti yang sudah disebutkan bahwa laki-laki harusnya lebih diam, berwibawa, cepat mengambil keputusan dibanding perempuan dan lebih tangguh dibanding perempuan.
Seperti halnya hanya laki-laki yang boleh mengerling atau mengedipkan mata pada perempuan, karena hal tersebut sudah ‘disepakati oleh masyarakat’ turun temurun, jadi identik sebagai kebiasaan laki-laki. Ketika perempuan melakukan hal yang sama, akan dianggap kurang pantas.
Tentunya kita harus lebih bijaksana dalam menilai sesuatu. Begitu juga tidak asal menilai laki-laki tidak peka ketika keinginan perempuan tidak dapat dibaca olehnya.
Tanya Dokter
Punya pertanyaan kesehatan?
Silakan login atau daftar untuk bertanya pada para dokter/pakar kami mengenai masalah Anda.
Ayo daftar atau Masuk untuk ikut berkomentar