Pernahkan Anda kesulitan menahan buang air kecil bahkan sampai mengompol? Mungkin saja kondisi ini disebabkan oleh masalah inkontinensia urine yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari Anda.
Apa itu inkontinensia urine?
Inkontinensia urine adalah gangguan fungsi kandung kemih yang membuat Anda tidak dapat mengontrol keluarnya urine (air kencing).
Akibatnya, urine keluar tiba-tiba tanpa dikehendaki dan mengganggu kegiatan sehari-hari.
Semua orang berisiko mengalami penyakit kandung kemih ini. Hanya saja, inkontinensia urine lebih banyak dialami wanita dan orang lanjut usia.
Meskipun tidak membahayakan, bukan berarti inkontinensia urine bisa Anda abaikan.
Gangguan kontrol kandung kemih yang tidak ditangani dapat mengakibatkan sejumlah komplikasi serius.
Masalah kesehatan ini bisa meningkatkan risiko infeksi saluran kemih dan penyakit kandung kemih, serta mengurangi kualitas hidup penderitanya.
Jika Anda memiliki masalah inkontinensia urine, terdapat berbagai metode pengobatan untuk mengatasinya.
Ada pula langkah-langkah sederhana untuk memulihkan fungsi kandung kemih agar Anda bisa kembali buang urine secara normal.
Tanda dan gejala inkontinensia urine
Gejala utama inkontinensia urine adalah keluarnya air kencing tanpa Anda inginkan.
Setiap orang mungkin mengeluarkan urine dalam jumlah yang berbeda, tergantung penyebab dan seberapa parah masalah inkontinensia.
Masalah inkontinensia urine terbagi menjadi beberapa jenis. Setiap jenisnya memiliki gejala tersendiri sebagai berikut ini.
1. Stress incontinence
Urine keluar setiap kali kandung kemih tertekan. Tekanan dapat berasal dari olahraga, batuk, tertawa, bersin atau mengangkat benda berat.
Kondisi ini biasanya dialami oleh wanita berusia 45 tahun ke atas atau lebih muda.
Pada wanita, tekanan selama proses melahirkan juga menyebabkan inkontinensia.
Sementara pada pria, tekanan mungkin disebabkan oleh peradangan atau pembesaran kelenjar prostat.
2. Urge incontinence
Kondisi ini terjadi ketika seseorang tiba-tiba ingin kencing (overactive bladder) dan tidak bisa tertahankan.
Kebanyakan orang yang mengalami tipe inkontinensia urine ini memiliki penyakit diabetes, Alzheimer, Parkinson, stroke, dan multiple sclerosis.
Rasa ingin buang air kecil biasanya muncul begitu sering dan mendadak, termasuk saat Anda tertidur.
Anda mungkin akan bangun berkali-kali di tengah malam, di mana kondisi umum yang disebut nokturia.
3. Overflow incontinence
Kondisi ini terjadi saat ada sedikit kebocoran urine dari kandung kemih yang terisi penuh.
Urine akan sering keluar atau menetes terus-menerus karena kandung kemih tidak bisa kosong seutuhnya. Biasanya, penyebabnya berkaitan dengan gangguan saraf.
4. Functional incontinence
Tipe inkontinensia ini banyak dialami orang lanjut usia atau penderita penyakit tertentu dengan fungsi kandung kemih yang sudah menurun.
Mereka mungkin tidak dapat pergi ke toilet tepat waktu sehingga sudah mengompol terlebih dahulu sebelum buang air kecil.
Kapan perlu pemeriksaan ke dokter?
Inkontinensia urine memang tidak berbahaya, tapi dampaknya besar bagi kesehatan dan kehidupan sehari-hari.
Anda sebaiknya berkonsultasi ke dokter apabila rasa ingin buang air kecil menimbulkan masalah, seperti:
- mengganggu kegiatan sehari-hari,
- menghambat kegiatan sosial,
- membuat berisiko terjatuh karena terburu-buru ke toilet, dan
- muncul gejala penyakit saluran kemih lainnya.
Penyebab dan faktor risiko inkontinensia urine
Inkontinensia urine pada dasarnya bukanlah penyakit, melainkan tanda dari masalah kesehatan tertentu.
Penyebabnya dapat berasal dari kebiasaan sehari-hari, penyakit yang telah ada, atau kelainan pada kondisi fisik Anda.
Secara umum, berikut berbagai hal yang dapat menyebabkan inkontinensia.
1. Inkontinensia sementara
Inkontinensia sementara sering kali disebabkan karena makanan, minuman, obat, atau suplemen yang bersifat diuretik.
Apa pun yang bersifat diuretik akan menambah kadar air dan garam pada urine sehingga air kencing yang dihasilkan lebih banyak.
Diuretik yang ada di sekitar Anda, antara lain:
- kafein, seperti kopi dan teh,
- minuman beralkohol,
- minuman bersoda,
- cokelat,
- pemanis buatan,
- makanan pedas, manis, dan asam,
- obat darah tinggi dan penyakit jantung, serta
- suplemen vitamin C dosis besar.
Tidak hanya diuretik, inkontinensia urine sementara juga bisa terjadi akibat gangguan kesehatan umum, seperti infeksi saluran kemih dan sembelit.
- Infeksi saluran kemih. Infeksi menyebabkan iritasi pada kandung kemih. Iritasi memicu rasa ingin buang air kecil dan terkadang inkontinensia.
- Sembelit. Feses yang menumpuk pada rektum dapat menekan kandung kemih (cystitis) sehingga menimbulkan rasa ingin buang air kecil.
2. Inkontinensia jangka panjang
Inkontinensia jangka panjang biasanya terjadi akibat penyakit atau perubahan pada kondisi fisik seperti berikut ini.
- Pertambahan usia. Fungsi penyimpanan kandung kemih menurun seiring usia. Selain itu, kandung kemih juga lebih sering berkontraksi saat Anda lebih tua.
- Kehamilan. Perubahan hormon dan perkembangan janin dapat menimbulkan tekanan pada kandung kemih sehingga terjadi inkontinensia urine.
- Persalinan. Persalinan melalui vagina bisa melemahkan otot kandung kemih. Akibatnya, kandung kemih turun (sistokel) dan menyebabkan kebocoran urine.
- Menopause. Penurunan hormon estrogen menyebabkan dinding kandung kemih menipis. Penipisan ini membuat urine lebih mudah keluar dari kandung kemih.
- Pembesaran prostat. Prostat yang membesar (disebut juga penyakit BPH) akan menekan kandung kemih sehingga timbul rasa ingin buang air kecil.
- Kanker prostat. Kanker prostat maupun efek samping pengobatannya dapat memberikan tekanan pada kandung kemih dan menyebabkan inkontinensia.
- Operasi pengangkatan rahim. Prosedur operasi meningkatkan risiko kerusakan otot panggul sehingga berdampak pada inkontinensia.
- Gangguan saraf. Penyakit Parkinson, multiple sclerosis, stroke, dan cedera tulang belakang dapat menyebabkan gangguan saraf kandung kemih.
Siapa yang lebih berisiko mengalami inkontinensia urine?
Risiko inkontinensia lebih besar pada orang-orang dengan kondisi berikut ini.
- Berjenis kelamin wanita. Wanita lebih berisiko karena adanya tekanan pada daerah perut akibat anatomi tubuh, kehamilan, melahirkan, dan menopause.
- Lanjut usia. Seiring bertambahnya usia, otot kandung kemih, dan uretra akan semakin melemah.
- Kelebihan berat badan. Berat badan berlebih memberikan tekanan pada otot kandung kemih dan area sekitarnya sehingga otot-otot tersebut melemah.
- Menderita penyakit tertentu. Penyakit yang paling berkaitan dengan masalah inkontinensia adalah diabetes, gangguan prostat, dan penyakit terkait saraf.
Diagnosis inkontinensia urine
Diagnosis masalah inkontinensia diawali dengan melihat riwayat medis Anda.
Dokter perlu mengetahui gejala apa yang Anda alami, seberapa parah gejala tersebut, dan apa dampaknya pada kehidupan sehari-hari.
Selain itu, dokter biasanya juga menanyakan pola hidup, pola makan, dan kebiasaan minum Anda setiap hari.
Apabila Anda rutin minum obat diuretik seperti obat untuk darah tinggi atau penyakit jantung, Anda pun harus memberitahukannya kepada dokter.
Usai melihat riwayat medis, Anda akan menjalani pemeriksaan fisik dan sejumlah tes sederhana untuk mendiagnosis penyebab inkontinensia.
Agar diagnosis lebih akurat, dokter juga melakukan tes untuk memeriksa fungsi kandung kemih dan saluran kemih.
- Tes batuk untuk mendeteksi ada-tidaknya kebocoran urine.
- USG untuk mengetahui apakah kandung kemih bisa kosong seutuhnya.
- Tes urodinamik untuk melihat fungsi kandung kemih dan saluran kencing.
- Pemeriksaan lainnya untuk melihat apakah ada hernia, kandung kemih turun, atau masalah pada usus.
Pengobatan inkontinensia urine
Beberapa kasus inkontinensia berlangsung sementara dan bisa Anda atasi dengan mudah.
Namun, ada pula kasus inkontinensia yang harus dokter tangani dalam waktu lama dan melibatkan banyak metode sekaligus.
Dikutip dari Urology Care Foundation, berikut ini adalah berbagai pengobatan untuk inkontinensia urine.
1. Perubahan gaya hidup
Dokter biasanya akan menyarankan perubahan gaya hidup dahulu sebelum memilih metode pengobatan lain. Perubahan gaya hidup tersebut meliputi:
- Menghindari makanan atau minuman yang memperparah gejala,
- Menyesuaikan kapan dan seberapa banyak Anda perlu minum air,
- Latihan buang air kecil secara teratur, serta
- Melakukan latihan otot panggul dan senam Kegel.
2. Konsumsi obat-obatan
Jika perubahan gaya hidup tidak cukup, dokter juga dapat menyarankan konsumsi obat atau terapi hormon.
Obat antikolinergik dapat merilekskan otot kandung kemih, sedangkan terapi hormon estrogen membantu menjaga struktur kandung kemih.
3. Operasi
Ada beragam jenis operasi dengan manfaat yang berbeda-beda. Meski efektif, operasi menimbulkan efek samping yang lebih besar daripada metode lain.
Berkonsultasilah ke dokter sebelum memilih metode pengobatan inkontinensia urine ini.
Pengobatan di rumah untuk inkontinensia urine
Perubahan gaya hidup dan pengobatan rumah berikut dapat membantu Anda mengatasi inkontinensia urine.
- Melakukan olahraga panggul dan senam Kegel dengan benar.
- Mengonsumsi obat-obatan sesuai arahan.
- Menjalani pengobatan untuk menghindari iritasi kulit.
- Menggunakan handuk yang bersih.
- Mengeringkan kulit dengan alami.
- Tidak sering mencuci vagina dan berendam dalam air untuk mengurangi risiko infeksi saluran kemih.
- Menggunakan pelindung kulit seperti petroleum jelly atau minyak kelapa apabila mengalami iritasi kulit akibat penggunaan popok.
- Memindahkan karpet atau perabotan yang dapat membuat Anda terpeleset atau tersandung saat pergi ke toilet.
- Menyalakan lampu untuk menerangi jalan dan mengurangi risiko jatuh.
Inkontinensia urine merupakan masalah sistem perkemihan yang cukup umum.
Kendati tidak berbahaya, gejalanya berdampak besar bagi kehidupan sehari-hari dan bila tidak ditangani bahkan dapat menurunkan kualitas hidup penderitanya.
Menjaga kesehatan kandung kemih dapat menjadi perhatian dan gaya hidup sehat baru untuk Anda agar tidak terkena inkontinensia urine.
Ada banyak faktor yang bisa menyebabkan masalah inkontinensia. Pengobatannya pun perlu disesuaikan dengan penyebabnya.
Oleh sebab itu, apabila Anda merasa mengalami gejala inkontinensia urine, konsultasikan hal ini dengan dokter untuk mendapatkan solusi terbaik.
[embed-health-tool-bmi]