Anda mungkin sudah tidak asing dengan alat kontrasepsi berupa kondom dan pil. Namun, tahukah Anda tentang spermisida? Spermisida adalah produk kimia berbentuk gel, busa, atau krim yang berfungsi untuk mencegah kehamilan.
Zat kimia pada spermisida dirancang untuk membunuh sperma sebelum mencapai rahim sehingga menghalangi pembuahan. Alat kontrasepsi ini punya beberapa keuntungan. Meski begitu, Anda juga perlu mengetahui efek samping dari penggunaan spermisida, terutama dampaknya terhadap kesehatan seksual.
Cara kerja spermisida dalam mencegah kehamilan
Spermisida adalah salah satu alat kontrasepsi dengan kandungan bahan kimia nonoxynol-9 yang dapat mencegah pembuahan sperma pada sel telur.
Melansir Planned Parenthood, spermisida berkerja dengan dua metode.
Pertama zat kimia menghalangi masuknya sperma ke bagian serviks (leher rahim), kemudian menghentikan pergerakan sperma yang berenang menuju uterus (rahim).
Alat kontrasepsi ini umumnya tersedia dalam bentuk krim, gel, dan foam.
Pada penggunaannya, jenis spermisida ini perlu disemprotkan ke dalam vagina menggunakan aplikator khusus sebelum berhubungan intim.
Ada pun jenis spermisida lainnya, yaitu vagina supositori dan vaginal contraceptive film (VCF), bukan berupa semprotan melainkan lembaran tipis.
Berbeda dengan spermisida pada umumnya, VCF harus ditempelkan di belakang vagina, sedangkan vagina supositori dimasukkan langsung ke dalam vagina.
Tak perlu khawatir akan kesulitan saat menggunakan alat kontrasepsi ini.
Anda bisa mengikuti instruksi yang terdapat dalam kemasan setiap produk, termasuk mengenai kapan waktu yang tepat untuk memakainya.
Umumnya, alat kontrasepsi ini baru mulai bekerja 15-20 menit setelah dipakai pada vagina sehingga Anda harus menunggu setidaknya 30 menit sebelum memulai penetrasi.
Namun, ada juga beberapa produk yang memperbolehkan Anda langsung berhubungan seks setelah memakainya.
Efektifkah spermisida untuk mencegah kehamilan?
Meski begitu, hampir semua jenis alat kontrasepsi ini hanya efektif berkerja selama satu jam setelah pemakaian pertama.
Jika Anda sudah memasukkannya ke dalam vagina tetapi ternyata hubungan seks baru terjadi satu jam setelahnya, Anda perlu memakainya kembali sebelum memulai.
Bagi wanita, Anda tidak dianjurkan untuk membersihkan organ vital dengan sabun pencuci vagina (douche) selama enam jam setelah berhubungan seks memakai spermisida.
Untuk fungsinya dalam mencegah kehamilan, spermisida bukanlah alat kontasepsi yang paling efektif.
Menurut data American Pregnancy, tingkat kegagalan penggunaan spermisida mencapai 28% per tahun.
Artinya, sebanyak 28 dari 100 pasangan yang hanya menggunakan alat ini selama setahun mengalami kehamilan yang tak direncanakan.
Tentu saja angka ini juga dipengaruhi dengan kemungkinan cara penggunaan yang kurang tepat.
Akan tetapi, para ahli lebih menyarankan spermisida digunakan bersamaan dengan alat kontrasepsi lain seperti kondom guna lebih efektif.
Dengan melakukan proteksi ganda, tingkat kegagalan dalam mencegah kehamilan berkurang menjadi 3-10% saja.
Selain kondom, alat kontrasepsi lain yang bisa Anda gunakan bersamaan dengan spermisida adalah diafragma dan kondom wanita (cervical cap).
Selain itu, alat ini perlu ditempatkan di dekat leher rahim sehingga peluang sperma masuk ke dalam uterus jadi lebih kecil.
Dengan menggunakan alat kontrasepsi lainnya, spermisida dapat menjadi pilihan KB nonhormonal yang aman untuk Anda yang tidak bisa menggunakan KB hormon.
Adakah efek samping dari penggunaannya?
Penting diketahui bahwa spermisida yang digunakan tanpa kondom tidak efektif untuk mencegah penularan penyakit kelamin.
Pasalnya, zat kimia ini tidak menghalangi kontak antara kulit ataupun antara cairan tubuh.
Agar benar-benar menghindari penularan penyakit seksual, Anda tetap perlu menggunakan kondom sekalipun telah memakai spermisida.
Disamping itu, beberapa efek samping yang mungkin muncul dari penggunaan spermisida adalah seperti berikut ini:
- iritasi bagian dalam vagina,
- luka pada alat kelamin,
- risiko penularan HIV atau penyakit seksual lain (dari luka terbuka pada kelamin),
- iritasi pada kulit di sekitar kelamin, dan
- infeksi saluran kemih (ISK).
Efek samping spermisida tersebut lebih berisiko terjadi saat alat kontrasepsi ini digunakan terlalu sering.
Pada beberapa orang, alat kontrasepsi ini bisa memicu reaksi alergi pada kelamin seperti gatal-gatal, sensasi terbakar di kulit, dan kemerahan.
Sementara kondisi infeksi bisa terjadi karena spermisida dapat mengganggu keseimbangan bakteri di sekitar kelamin.
Sebagai alat kontrasepsi, spermisida memiliki kelebihan dan kekurangan.
Jika ingin menggunakan alat ini untuk menunda rencana kehamilan, pastikan penggunaannya tepat dan sesuai dengan preferensi serta kondisi kesehatan Anda dan pasangan.
[embed-health-tool-ovulation]