Anda mungkin melihat bahwa anak kucing termasuk hewan yang bisa bermain sendiri. Namun, ini bukan berarti bahwa mereka memang lebih suka menyendiri. Seperti manusia, kurangnya sosialisasi pada anak kucing bisa menimbulkan gangguan perilaku, salah satunya adalah single kitten syndrome.
Meski seorang pemilik bisa menjadi “teman”, pada dasarnya kucing tetap butuh berinteraksi dengan kucing lain untuk membangun keterampilan sosial, mendapatkan kebahagiaan, dan lain sebagainya.
Supaya lebih mengenal tentang single kitten syndrome, simak informasi berikut!
Apa itu single kitten syndrome?
Single kitten syndrome atau sindrom anak kucing tunggal adalah gangguan perilaku pada anak kucing karena mereka tumbuh dan tinggal sendirian.
Kondisi ini merupakan salah satu alasan mengapa beberapa tempat penampungan mengharuskan adopsi sepasang kucing jika Anda ingin mengadopsi kucing di bawah enam bulan.
Ketika dua anak kucing tumbuh bersama, mereka akan saling belajar untuk berinteraksi, berbagi, dan bermain.
Selama masa pertumbuhan tersebut, mereka juga akan saling mengetahui seberapa jauh gigitan atau cakaran kucing yang menyakitkan. Dengan begitu, mereka tidak akan melakukan hal tersebut pada manusia.
Single kitten syndrome memang tidak dikategorikan sebagai penyakit kucing, tetapi anak kucing yang mengalaminya membutuhkan perhatian khusus.
Tanda dan gejala single kitten syndrome
Meski Anda sudah berupaya memberikan perawatan terbaik, kasih sayang dari manusia tidak akan bisa menggantikan peran kucing terhadap kucing lainnya.
Oleh karena itu, single kitten syndrome tetap mungkin terjadi pada anak kucing di bawah enam bulan yang dijadikan hewan peliharaan kesayangan.
Untuk mengenali apakah kucing Anda mengalami sindrom anak kucing tunggal atau tidak, simak beberapa gejalanya berikut.
1. Berperilaku agresif
Melansir dari laman MEOW Cat Rescue, anak kucing yang tidak memiliki teman bermain cenderung memiliki perilaku agresif.
Saat masih kecil, Anda mungkin merasakan gigitan anabul (anak bulu) yang tidak menyakitkan. Namun, saat sudah dewasa, gigitan mereka akan menjadi lebih menyakitkan.
Sayangnya, karena anabul tidak tahu dan tidak pernah merasakan gigitan tersebut, mereka akan mengira bahwa tindakan itu tidak menyakitkan sehingga terus melakukannya.
2. Mudah cemas
Seperti halnya manusia, kucing yang hidup sendirian di dalam rumah juga cenderung merasakan kesepian.
Dari rasa kesepian itu, anabul akan lebih mudah merasa cemas, terutama jika melihat pemiliknya keluar rumah.
Anak kucing Anda mungkin semakin mudah cemas jika Anda mengambilnya dari tempat adopsi. Pasalnya, ia memiliki banyak teman di tempat tersebut.
3. Berisik
Seekor anak kucing yang tumbuh tanpa teman atau saudara kandung cenderung lebih mudah merasa bosan dan kesepian. Alhasil, untuk menarik perhatian orang di sekitarnya, ia akan lebih senang bersuara.
Terbatasnya interaksi antara anak kucing yang mengalami single kitten syndrome dengan sesamanya akan membuat mereka cenderung mengandalkan suara.
Mereka bisa menjadi lebih berisik jika Anda tidak menyediakan permainan atau kegiatan untuk kebutuhan fisiknya. Karena dengan begitu, mereka akan menyalurkan energi melalui suara.
4. Suka mengganggu hewan lain
Gejala lain dari sindrom anak kucing tunggal adalah suka mengganggu hewan lain. Perilaku ini sebenarnya merupakan cara anak kucing untuk mencari “teman”.
Namun, batasan interaksi setiap hewan mungkin saja berbeda. Dengan begitu, perilaku anabul Anda bisa saja justru mengganggu atau mengintimidasi hewan lainnya.
5. Suka mengamuk
Kucing yang merasa bosan atau kurang stimulasi fisik banyak yang menyalurkan energinya dengan merusak barang atau mengamuk di dalam rumah.
Mengamuk juga menjadi salah satu cara kucing mencari perhatian. Pasalnya, kucing yang tumbuh sendirian tidak tahu cara yang tepat untuk bersosialisasi, baik dengan hewan lain maupun manusia.
Penyebab single kitten syndrome
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, sindrom anak kucing tunggal merupakan gangguan perilaku pada kucing yang terjadi karena anak kucing tumbuh dan tinggal sendiri tanpa saudara kandung atau kucing lainnya.
Kurangnya interaksi sosial semasa kecil membuat anabul menjadi tidak tahu cara berinteraksi di kemudian hari.
Pasalnya, meski sudah mendapat kasih sayang yang mencukupi dari pemiliknya, manusia tidak akan pernah bisa menggantikan peran kucing lain dalam hidup mereka.
Selain itu, sebesar apa pun energi yang telah Anda siapkan untuk kucing, energi anak kucing memang lebih banyak sehingga sulit bagi Anda untuk mengimbanginya.
Oleh karena itu, jika ingin memelihara kucing di bawah enam bulan, lebih baik Anda memelihara sepasang sekaligus.
Jika merasa tidak mampu memelihara dua kucing, pertimbangkanlah untuk mengadopsi kucing yang sudah dewasa.
Cara mengatasi single kitten syndrome
Jika kucing Anda menunjukkan berbagai gejala single kitten syndrome seperti di atas, berikut adalah beberapa upaya yang bisa Anda lakukan untuk mengatasinya.
- Rawat anak kucing bersama kucing lain untuk dijadikan teman (adopsi).
- Luangkan waktu lebih banyak untuk bermain bersama.
- Berikan ia lebih banyak mainan untuk beraktivitas.
- Bangun ikatan yang lebih kuat dengan anabul Anda.
Perlu diingat bahwa setiap kucing merupakan individu yang unik sehingga mungkin diperlukan beberapa percobaan untuk menemukan solusi yang tepat.
Selain melakukan berbagai hal di atas, penting juga untuk membawa anabul dengan single kitten syndrome ke dokter hewan secara rutin.
Semua tentang single kitten syndrome
- Single kitten syndrome adalah gangguan perilaku pada anak kucing karena tinggal dan tumbuh besar sendirian. Paling sering ditemukan pada anak kucing di bawah 6 bulan.
- Ditandai dengan perilaku agresif, suka mengamuk, mudah cemas, hingga berisik.
- Mengadopsi kucing lain untuk dijadikan sebagai teman merupakan salah satu cara untuk mengatasinya.
[embed-health-tool-bmi]