Selain menjalani konsekuensi atas kesalahannya, tidak jarang para tahanan di penjara juga harus merasakan beberapa penyakit yang memang lebih rentan terjadi di sana.
Keberadaan berbagai jenis penyakit berikut ini tentu tidak terlepas dari penjara yang sempit dan asupan gizi yang mungkin tidak memadai.
Macam-macam penyakit yang sering ditemukan di penjara
Setiap penjara baik di Indonesia atau negara lainnya mungkin memiliki kondisi yang berbeda. Berikut adalah gambaran secara umum dari macam-macam penyakit yang kerap dialami narapidana.
1. Penyakit infeksi
Ruang tahanan yang cenderung tertutup, minim ventilasi, dan cahaya membuat berbagai macam bakteri dan virus lebih mudah berkembang.
Kondisi itulah yang kemudian membuat narapidana yang tinggal di dalamnya lebih rentan terkena penyakit infeksi, seperti gatal-gatal.
Rumah tahanan yang dihuni narapidana juga kerap melebihi kapasitas penampungan. Inilah yang dapat meningkatkan risiko penularan penyakit infeksi.
Saat Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM melakukan survei pada 396 tahanan di tahun 2018 lalu, ditemukan bahwa 158 di antaranya mengalami gatal-gatal dan batuk.
Angka tersebut merupakan yang tertinggi dibandingkan temuan penyakit lain, seperti tuberkulosis dan maag.
Penyakit infeksi sebenarnya tidak hanya rentan terjadi antartahanan, tetapi juga sipir dan kerabat yang berkunjung.
2. Tuberkulosis (TB)
Sebagai salah satu penyakit infeksi yang paling mudah menular, tuberkulosis juga banyak ditemukan pada narapidana.
Masih dari penelitian yang sama, angka tahanan yang mengidap tuberkulosis ditemukan mencapai 21 orang.
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis ini dapat dengan mudah menyebar melalui udara. Minimnya sirkulasi udara di dalam tahanan akan meningkatkan risiko penularan.
Bukan hanya di Indonesia, penjara di negara lain juga menunjukkan bahwa tuberkulosis merupakan salah satu ancaman kesehatan bagi penghuni di dalamnya.
Tahukah Anda?
3. Hepatitis C
Pada tahun 2020 lalu, Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Narkotika di Jakarta melakukan pengujian hepatitis C pada 17.000 tahanannya.
Hasilnya, 6,1% atau 1.037 tahanan di antaranya terbukti positif hepatitis C. Ini menunjukkan bahwa keberadaan hepatitis C di dalam penjara memang cukup mengkhawatirkan.
Laman Centers for Disease Control and Prevention bahkan menyebutkan bahwa seorang tahanan memiliki risiko 10 kali lebih tinggi mengalami hepatitis C dibandingkan orang yang tidak di dalam penjara.
Meskipun tidak setinggi hepatitis C, hepatitis B juga rawan terjadi di dalam penjara.
Angka hepatitis B bisa lebih rendah karena penularannya tidak semudah hepatitis C. Udara bisa menjadi perantara penularan hepatitis B, sedangkan hepatitis C memerlukan darah atau cairan.
4. Infeksi menular seksual
Tidak dapat dipungkiri bahwa infeksi menular seksual juga cukup banyak ditemukan di lingkungan penjara.
Selain melalui hubungan seksual, penyakit ini juga bisa ditularkan melalui transfusi darah atau pemakaian jarum bersama.
Beberapa jenis infeksi menular seksual yang kerap ditemukan adalah sifilis, klamidia, dan herpes genital.
Rendahnya kesadaran akan kebersihan organ reproduksi juga bisa meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami penyakit menular seksual.
5. HIV/AIDS
Bukan hanya penyakit menular seksual, penggunaan jarum suntik secara bersamaan juga meningkatkan angka penularan HIV/AIDS di dalam penjara.
Jarum suntik tersebut umumnya digunakan untuk berbagi aktivitas yang sebenarnya sudah dilarang, seperti penggunaan narkoba hingga pembuatan tato.
Kurangnya asupan gizi, stres, dan kekerasan yang masih kerap ditemukan di dalam penjara juga berperan dalam meningkatkan risiko tahanan terkena HIV/AIDS.
6. Hipertensi (tekanan darah tinggi)
Bukan hanya penyakit menular, hipertensi juga menjadi salah satu masalah kesehatan yang cukup banyak ditemukan di dalam penjara.
Kondisi ini memang bisa terjadi karena penyebab hipertensi begitu beragam, salah satunya gaya hidup yang tidak sehat.
Selain hipertensi, penyakit tidak menular lainnya yang juga banyak ditemukan pada narapidana adalah asma dan maag.