Empty sella syndrome termasuk kelainan langka pada otak bagian sella turcica. Lalu, apa itu empty sella syndrome? Untuk mengetahuinya lebih lanjut, simak penjelasannya di bawah ini.
Ditinjau secara medis oleh dr. Carla Pramudita Susanto · General Practitioner · Klinik Laboratorium Pramita
Empty sella syndrome termasuk kelainan langka pada otak bagian sella turcica. Lalu, apa itu empty sella syndrome? Untuk mengetahuinya lebih lanjut, simak penjelasannya di bawah ini.
Empty sella syndrome (ESS) adalah kelainan yang terjadi ketika rongga yang mengelilingi kelenjar pituitari pada otak, tepatnya bagian sella turcica, terisi oleh cairan serebrospinal (CSF).
Cairan serebrospinal (CSF) adalah cairan bening yang berada di dalam otak serta sekitar sumsum tulang belakang.
Saat bagian sella turcica terisi dengan CSF, kelenjar pituitari akan mengalami tekanan, sehingga terlihat seperti kosong atau bahkan hilang.
Penyakit empty sella syndrome termasuk kelainan langka atau yang cukup jarang terjadi.
Mengutip dari Cleveland Clinic, penyakit ini memengaruhi sekitar 12% dari populasi di dunia. Sindrom ini pun dapat terjadi pada anak-anak maupun oang dewasa.
Pada dasarnya, gejala yang ditimbulkan dari penyakit ESS dapat berbeda-beda pada setiap penderitanya.
Pada sebagian kasus pun, penderita penyakit ini mungkin tidak menunjukkan gejala yang khas.
Gejala empty sella syndrome yang paling umum terjadi adalah sakit kepala kronis. Selain itu, berikut ini adalah beberapa gejala yang mungkin dapat timbul.
Dalam kasus yang jarang terjadi, beberapa orang dengan penyakit ini dapat mengalami beberapa gejala berikut.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kelainan yang bisa disebut juga dengan penyakit ESS ini terjadi karena kelenjar pituitari dalam otak tertekan atau mengecil.
Tergantung pada jenisnya, penyebab dan faktor risiko terjadinya penyakit ini bisa berbeda. Berikut adalah penjelasannya.
Penyakit ESS jenis primer terjadi ketika salah satu lapisan arachnoid, yaitu lapisan yang melindungi otak dan sumsum tulang belakang, menonjol ke dalam sella turcica, sehingga kelenjar pituitari tertekan.
Mengutip dari Johns Hopkins Medicine, jenis sindrom satu ini lebih berisiko terjadi pada wanita yang mengalami obesitas dan tekanan darah tinggi.
Berbeda dengan primer, jenis sekunder biasanya menyebabkan kelenjar pituitari mengecil akibat adanya beberapa kondisi atau penyakit.
Misalnya tumor otak, cedera, terapi radiasi, dan pembedahan di area otak.
Untuk mendiagnosis sindrom ini, dokter biasanya akan menanyakan gejala yang dialami serta riwayat kesehatan keluarga.
Setelah itu, dokter akan melakukan beberapa tes penunjang, yang umumnya meliputi berikut ini.
Pada kebanyakan kasus, penderita penyakit ESS tidak memerlukan pengobatan khusus.
Pasalnya, meski terpengaruh, kelenjar pituitari sebagian besar penderitanya masih berfungsi secara normal.
Meski begitu, pengobatan akan dokter berikan pada kondisi tertentu.
Misalnya, saat penyakit ESS telah memengaruhi fungsi hormon dalam tubuh, dokter biasanya akan memberikan obat pengganti hormon.
Bila diperlukan, dokter juga akan melakukan tidakan operasi saat cairan serebrospinal keluar melalui hidung.
Pasalnya, penyakit ESS yang tidak mendapaatkan penanganan dapat menimbulkan komplikasi.
Sebenarnya, belum ada cara yang dapat mencegah penyakit ESS, terutama yang berjenis primer.
Namun, Anda bisa membantu mengurangi faktor risiko penyakit ini dengan menerapkan pola hidup sehat.
Apalagi, salah satu faktor risiko penyakit ini adalah obesitas dan tekanan darah tinggi. Untuk menerapkan pola hidup sehat, berikut adalah beberapa cara yang dapat dilakukan.
Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut, konsultasikan kepada dokter Anda.
Disclaimer
Hello Health Group tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.
Ditinjau secara medis oleh
dr. Carla Pramudita Susanto
General Practitioner · Klinik Laboratorium Pramita
Tanya Dokter
Punya pertanyaan kesehatan?
Silakan login atau daftar untuk bertanya pada para dokter/pakar kami mengenai masalah Anda.
Ayo daftar atau Masuk untuk ikut berkomentar