backup og meta

Sindrom Koro

Sindrom Koro

Sindrom Koro (penyakit Koro) menandakan kecemasan dan ketakutan berlebihan jika Mr. P atau organ reproduksi pria akan menyusut dan hilang. 

Apa itu sindrom Koro?

Sindrom Koro adalah gangguan kejiwaan yang ditandai dengan rasa cemas dan takut berlebihan jika Mr. P semakin mengecil dan lama-lama akan hilang.

Kecemasan ini sebagian besar terjadi pada pria di negara-negara India, Cina, atau Jepang.

Di Amerika Serikat dan Eropa, sindrom ini juga dikenal dengan genital retraction syndrome atau sindrom retraksi genital.

Sebagian besar orang dengan sindrom ini memercayai bahwa organ intim mereka yang menyusut akan hilang. 

Penyusutan ukuran Mr. P juga diyakini sebagai tanda peringatan bahwa kematian akan segera terjadi.

Kasus sindrom Koro di Singapura

Salah satu kasus sindrom Koro terjadi di Singapura pada bulan Oktober 1967 selama sekitar sepuluh hari. Wabah berkembang hingga 97 kasus.

Peristiwa ini kemudian dinamai sebagai Wabah Koro Singapura 1967.

Awalnya, beberapa orang mengalami kecemasan berlebihan akan penyusutan penis setelah makan daging babi yang diberikan vaksin flu babi. 

Ketakutan ini sebenarnya bermula dari desas-desus mengenai adanya babi yang mati akibat organ reproduksinya terlepas setelah diberikan vaksin flu babi. 

Pejabat pemerintah dan medis meredakan wabah dengan memberikan pengumuman publik melalui televisi dan surat kabar.

Gejala sindrom Koro

penyakit reproduksi pria

Hampir semua orang yang merasakan sindrom ini mengalami  gejala yang sama. 

Awalnya mereka mengalami sensasi geli pada alat kelamin, lalu mengalami serangan panik mendadak.

Kepanikan tersebut mengarah pada rasa takut bahwa organ intim akan menghilang. 

Perasaan tersebut dapat berkembang karena mereka memercayai bahwa hilangnya kelamin bisa mengarah pada kematian.

Selain perasaan cemas dan ketidaknyaman pada alat kelamin, penyakit Koro menyebabkan gangguan lain, seperti:

  • kurang percaya diri untuk melakukan hubungan intim,
  • menarik diri dari teman atau keluarga,
  • meragukan jenis kelamin,
  • kesulitan tidur, dan 
  • depresi.

Kapan perlu ke dokter?

Jika mengalami gejala dan tanda-tanda di atas, pertimbangkan untuk melakukan konsultasi dengan psikolog atau psikiater.

Penyebab sindrom Koro

Sebagian besar orang yang mengalami koro disease adalah pria muda. Berikut ini adalah sejumlah faktor yang memicu terjadinya sindrom Koro. 

1. Kurangnya informasi

Salah satu penyebab sindrom Koro adalah ketidaktahuan atau kesalahpahaman informasi terkait perkembangan organ reproduksi pria.

Keyakinan yang salah ini bisa memicu berkembangnya kekhawatiran dan kecemasan serius akan kondisi alat kelamin. 

2. Budaya masyarakat

PTSD pada pria

Kecemasan berlebihan atas penyusutan alat kelamin bisa dipengaruhi oleh keyakinan budaya yang berkembang pada suatu wilayah. 

Sebagai contoh, sebagian orang-orang di negara Eropa masih memercayai mitos penyusutan organ intim merupakan kutukan penyihir pada abad pertengahan.

3. Rasa bersalah dan malu

Sebuah studi yang terbit dalam German Journal of Psychiatry (2008) menemukan banyak orang yang merasakan kecemasan dan ketakutan dengan mengecilnya ukuran penis setelah melakukan perselingkuhan

Kemungkinan besar rasa takut dan cemas tersebut muncul akibat rasa bersalah dan rasa malu.

4. Penggunaan obat-obatan

Beberapa kasus menunjukkan sindrom Koro cenderung dialami orang dengan riwayat penyalahgunaan obat-obatan terlarang atau memiliki gangguan kesehatan mental.

Perlu Anda ketahui bahwa ukuran organ reproduksi pria memang akan menyusut akibat faktor berikut.

  • Penuaan yang menyebabkan penumbunan lemak di arteri.
  • Berkembangnya jaringan parut karena operasi atau cedera.
  • Penyakit Peyronie yang membuat penis bengkok dan mengecil.

Diagnosis sindrom Koro

pria tangguh bunuh diri

Beberapa riset menyebutkan sindrom Koro termasuk gangguan somatoform.

Gangguan somatoform menunjukkan pasien yang merasakan munculnya gejala penyakit tanpa diketahui penyebab medisnya.

Sebagian riset juga mengatakan penyakit ini sebagai gangguan obsesif-kompulsif (OCD) dan diklasifikasikan sebagai gangguan panik retraksi genital.

Namun, masih ada perdebatan lebih lanjut bagaimana gangguan ini diklasifikasikan ke dalam penyakit reproduksi pria.

Pengobatan sindrom Koro

Untuk mengurangi gejala, dokter akan meresepkan obat antidepresan.

Penelitian dalam BMJ case reports (2010) menunjukkan bahwa obat antipsikotik berpotensi membantu mengurangi gejala pada dua pria Yunani.

Riset juga menyebutkan pasien perlu mengikuti terapi psikologis dan belajar mengatasi serangan panik dan kecemasan.

Lewat terapi tersebut pasien akan mempelajari kesehatan organ intim dan perubahan penis akibat penuaan.

Rangkuman

  • Sindrom Koro adalah gangguan yang menyebabkan ketakutan berlebihan akan menyusutnya penis.
  • Gejala utama gangguan ini adalah kecemasan karena keyakinan yang salah bahwa alat kelamin akan mengecil dan hilang.
  • Kurangnya edukasi tentang perkembangan organ intim atau kepercayaan yang terbentuk di masyarakat bisa membuat seseorang memiliki keyakinan yang salah ini.
  • Pengobatan sindrom ini bisa dilakukan dengan terapi psikologis dan obat-obatan antidepresan dan antipsikotik.

[embed-health-tool-bmi]

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.

Chowdhury, A. N., & Brahma, A. (2020). Update on Koro research methodology. Indian journal of psychiatry62(1), 102–104. https://doi.org/10.4103/psychiatry.IndianJPsychiatry_183_19

Dan, A., Mondal, T., Chakraborty, K., Chaudhuri, A., & Biswas, A. (2017). Clinical course and treatment outcome of Koro: A follow up study from a Koro epidemic reported from West Bengal, India. Asian journal of psychiatry26, 14–20. https://doi.org/10.1016/j.ajp.2016.12.016

Elghazouani, F., & Barrimi, M. (2018). Le syndrome de Koro : quand la culture interagit avec la psychopathologie [Koro syndrome : when culture interacts with psychopathology]. Revue medicale de Bruxelles39(2), 108–110. https://doi.org/10.30637/2018.17-097

Ng, B. Y. (1997). History of Koro in Singapore. Singapore Medical Journal, 38(8), 356 – 357.

Ntouros, E., Ntoumanis, A., Bozikas, V. P., Donias, S., Giouzepas, I., & Garyfalos, G. (2010). Koro-like symptoms in two Greek men. BMJ case reports2010, bcr08.2008.0679. https://doi.org/10.1136/bcr.08.2008.0679

Stip E, Nguyen J, Bertulies-Esposito B, et al. (2021). Classical Koro and Koro-Like Symptoms: Illustration from Canada. Journal of Psychosexual Health, 3(3):222-235. https://doi.org/10.1177/26318318211028845

Versi Terbaru

07/09/2023

Ditulis oleh Ilham Fariq Maulana

Ditinjau secara medis oleh dr. Andreas Wilson Setiawan, M.Kes.

Diperbarui oleh: Angelin Putri Syah


Artikel Terkait

Treacher Collins

Sindrom Jacob (XYY Syndrome)


Ditinjau secara medis oleh

dr. Andreas Wilson Setiawan, M.Kes.

Magister Kesehatan · None


Ditulis oleh Ilham Fariq Maulana · Tanggal diperbarui 07/09/2023

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan