backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan
Konten

Retinitis Pigmentosa, Kelainan Retina Mata yang Menurun dari Genetik

Ditinjau secara medis oleh dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H. · General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)


Ditulis oleh Shylma Na'imah · Tanggal diperbarui 23/02/2022

Retinitis Pigmentosa, Kelainan Retina Mata yang Menurun dari Genetik

Apa itu retinitis pigmentosa?

Retinitis pigmentosa adalah istilah untuk sekelompok penyakit yang menyerang retina.

Retina adalah lapisan dalam dari mata yang memiliki fungsi menangkap cahaya dan memprosesnya menjadi sinyal yang dikirimkan ke otak sehingga mata dapat melihat objek.

Di dalam retina, ada 2 sel fotoreseptor yang bekerja dalam menangkap cahaya agar mata dapat melihat. Kedua sel ini disebut dengan sel batang dan sel kerucut (konus).

Sel batang memiliki fungsi membantu Anda melihat dalam keadaan gelap. Sementara fungsi sel kerucut adalah menangkap cahaya agar dapat melihat dalam kondisi terang.

Seseorang yang terkena retinitis pigmentosa mengalami kerusakan pada sel-sel fotoreseptornya, terutama pada sel batang retina.

Akibatnya, penyakit ini lambat laun akan menurunkan kemampuan melihat hingga menyebabkan kebutaan.

Seberapa umumkah kondisi ini?

Retinitis pigmentosa adalah kelainan penglihatan yang tergolong langka.

Menurut situs National Organization for Rare Disorders, diperkirakan gangguan ini menimpa 1 dari 3000 atau 4000 orang di seluruh dunia.

Dengan angka tersebut, berarti sekitar 1,77 hingga 2,35 juta orang di dunia memiliki gangguan retina ini.

Anda dapat meminimalisir kemungkinan terkena penyakit ini dengan mengurangi faktor-faktor risiko. Silakan diskusikan dengan dokter Anda untuk informasi lebih lanjut.

Apa saja gejala retinitis pigmentosa?

Penyakit ini memiliki tanda-tanda dan gejala yang mungkin beragam pada masing-masing penderitanya.

Tergantung pada jenis retinitis pigmentosa yang diderita, biasanya gejala awal akan muncul di antara usia 10-30 tahun.

Bahkan, beberapa orang mungkin baru merasakan gejalanya setelah memasuki usia dewasa. Perkembangan gejala-gejala penyakit ini juga biasanya akan bervariasi.

Ada yang mengalami perkembangan gejala secara bertahap, ada pula yang merasa gejala semakin parah dalam waktu cukup singkat.

Berikut adalah beberapa gejala umum dari retinitis pigmentosa.

1. Penyempitan lapang pandang (tunnel vision)

Salah satu gejala utama dari gangguan ini adalah penyempitan lapang pandang atau yang disebut juga dengan tunnel vision.

Pasien umumnya menggambarkan gejala ini seperti melihat dari dalam terowongan atau sedotan sehingga penglihatan tampak jelas pada bagian tengah saja.

2. Ketidakmampuan melihat dalam gelap

Gejala lain yang banyak dilaporkan pada penderita retinitis pigmentosa adalah sulit melihat dalam kondisi gelap.

Penglihatan orang normal seharusnya dapat beradaptasi dalam kegelapan setelah 15 atau 30 menit.

Namun, orang-orang dengan retinitis pigmentosa hampir sama sekali tidak dapat melihat saat gelap.

Akibatnya, pasien sering kali tersandung saat berjalan di dalam gelap atau mengalami kesulitan saat menyetir di malam hari.

3. Mata lebih sensitif terhadap cahaya

Beberapa pasien retinitis pigmentosa juga mengeluhkan gejala mata lebih sensitif ketika terpapar cahaya. Kondisi ini disebut dengan fotofobia.

Selain itu, ada pula beberapa kasus di mana pasien melihat kilatan atau kedipan cahaya. Di dunia medis, melihat kilatan cahaya disebut dengan fotopsia.

Apa penyebab retinitis pigmentosa?

Retinitis pigmentosa adalah kelainan penglihatan yang berawal dari kerusakan pada salah satu atau beberapa dari 50 gen.

Gen-gen tersebut memberi instruksi agar tubuh menghasilkan protein yang diperlukan sel fotoreseptor pada retina untuk bekerja.

Jika terjadi kerusakan pada salah satu atau beberapa gen tersebut, produksi protein yang dibutuhkan oleh sel fotoreseptor pun tidak maksimal.

Akibatnya, sel fotoreseptor di retina pun tidak dapat berfungsi dengan baik. Ini yang mengakibatkan gangguan pada kemampuan penglihatan.

Karena berkaitan dengan mutasi genetik, retinitis pigmentosa adalah kondisi yang diturunkan dari orangtua ke anak.

Ini artinya, salah satu atau kedua orangtua bisa menurunkan penyakit ini apabila memiliki gen yang bermasalah.

Jenis-jenis retinitis pigmentosa

Berdasarkan penurunan mutasi genetiknya, berikut adalah jenis-jenis retinitis pigmentosa yang telah diketahui.

1. Autosomal resesif

Jenis autosomal resesif hanya dapat terjadi ketika seseorang menerima 2 gen yang bermasalah.

Dengan kata lain, orang dengan retinitis pigmentosa berjenis ini mewarisi gen yang mengalami kerusakan dari ayah dan ibunya.

2. Autosomal dominan

Pada jenis autosomal dominan, penyakit dapat muncul hanya dengan 1 gen yang bermasalah.

Ini artinya, gen yang bermutasi bisa diturunkan dari salah satu orangtua, baik itu ayah maupun ibu.

3. X-linked

Pada kasus X-linked, penderita mewarisi kromosom seksual X yang bermasalah dari ayah atau ibu.

Pria memiliki sepasang kromosom XY, sedangkan wanita mempunyai kromosom XX. Efeknya mungkin akan berbeda, tergantung pada jenis kelamin anak yang dilahirkannya.

Jika anak laki-laki menerima kromosom seksual X, ia akan terkena retinitis pigmentosa.

Sementara jika kromosom X diturunkan ke anak perempuan, ia akan menjadi carrier atau pembawa penyakit.

Selain jenis-jenis di atas, tidak menutup kemungkinan retinitis pigmentosa muncul tanpa adanya warisan dari salah satu atau kedua orangtua.

Sekitar 45-55% kasus penyakit ini muncul begitu saja tanpa ada faktor keturunan.

Penyebab terjadinya kerusakan atau mutasi gen masih belum jelas. Oleh karena itu, faktor-faktor risikonya belum diketahui secara pasti.

Sejauh ini, faktor genetik dipercaya merupakan penyebab utama dari retinitis pigmentosa.

Jika keluarga Anda memiliki penyakit ini, Anda juga memiliki risiko tinggi terkena penyakit ini.

Bagaimana cara mendiagnosis retinitis pigmentosa?

Jika Anda mengalami salah satu dari seluruh gejala retinitis pigmentosa, jangan tunda waktu untuk memeriksakan diri ke dokter.

Namun, terkadang tak semua orang menyadari adanya gejala-gejala.

Bahkan, penyakit ini terkadang ditemukan saat seseorang sedang menjalani pemeriksaan mata untuk kondisi lain.

Umumnya, penyakit ini dapat terdeteksi melalui metode-metode berikut.

  • Elektroretinografi: tes ini bertujuan untuk mengukur aktivitas listrik pada retina sehingga dokter dapat tahu seberapa baik retina merespons cahaya.
  • Pemeriksaan lapang pandang: dokter akan meminta Anda menjalani tes ini jika ada kemungkinan penglihatan perifer (samping) Anda mulai memburuk.
  • Tes genetik: tes ini dilakukan untuk menemukan adanya cacat genetik atau gen yang bermasalah pada tubuh sehingga penyakit ini muncul.

Setelah melewati proses diagnosis, dokter dapat menentukan pengobatan apa yang sesuai dengan kondisi Anda.

Bagaimana cara mengobati kondisi ini?

Tidak ada satu jenis obat atau terapi yang terbukti efektif untuk mengobati retinitis pigmentosa.

Beberapa studi meyakini pengobatan dengan antioksidan (seperti vitamin A palmitat dosis tinggi) dapat memperlambat perkembangan penyakit dan menjaga kesehatan mata untuk sementara waktu.

Namun, mengonsumsi vitamin A dosis tinggi dapat menyebabkan masalah hati yang serius. Manfaat dari pengobatan harus dipertimbangkan dengan risiko pada hati.

Untuk mengatasi beberapa gejala seperti pembengkakan retina, dokter mungkin akan meresepkan obat tetes mata tertentu.

Selain itu, menggunakan kacamata khusus dapat melindungi retina dari cahaya ultraviolet dan membantu memaksimalkan penglihatan.

Bagaimana cara mencegah retinitis pigmentosa?

Sayangnya, karena retinitis pigmentosa bersifat genetik, hingga saat ini belum ada satu cara yang dijamin efektif mencegah penyakit ini.

Namun, apabila Anda telah terdiagnosis dengan penyakit ini dan menginginkan keturunan, Anda bisa melakukan tindakan tertentu untuk memperkecil peluang melahirkan anak dengan penyakit ini.

Salah satunya adalah melakukan tes genetik. Tes ini dapat membantu Anda mengetahui seberapa besar peluang Anda dan pasangan melahirkan anak dengan retinitis pigmentosa.

Jika Anda memiliki pertanyaan, silakan konsultasikan dengan dokter Anda untuk pemahaman lebih lanjut dan solusi terbaik bagi kondisi Anda.

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

Ditinjau secara medis oleh

dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.

General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)


Ditulis oleh Shylma Na'imah · Tanggal diperbarui 23/02/2022

advertisement iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

advertisement iconIklan
advertisement iconIklan