Suara kipas angin, obrolan teman, hingga denting jam mungkin terdengar biasa dan dapat ditolerir oleh telinga Anda. Namun, anak dengan telinga sangat sensitif mungkin mengganggap bunyi tersebut sangat mengganggu. Kondisi ini dikenal dengan istilah medis hiperakusis. Penasaran bagaimana gejala hiperakusis pada anak? Simak ulasannya berikut ini.
Apa yang dimaksud hiperakusis?
Hiperakusis adalah kondisi gangguan pendengaran yang membuat penderitanya sangat peka atau sensitif terhadap suara.
Tentu saja, kondisi ini dapat menyebabkan rasa sakit dan ketidaknyamanan pada telinga.
Anak-anak dengan hiperakusis umumnya mengalami kesulitan menoleransi suara yang terdengar tidak keras bagi orang lain.
Misalnya, suara dari keran air yang mengalir, bunyi klakson kendaraan, mesin cuci piring, atau lipatan kertas.
Meskipun terbilang jarang terjadi, kebanyakan kasus hiperakusis pada anak juga dapat mengembangkan gangguan pendengaran lain yang disebut tinnitus.
Gejala hiperakusis pada anak
Kondisi telinga super sensitif ini dapat menyerang segala usia, tetapi memang lebih umum terjadi pada anak-anak.
Sayangnya, hiperakusis pada anak cukup sulit untuk didiagnosis. Sebab gejala tidak hanya ditunjukkan secara fisik, tapi juga perilaku.
Masalah pendengaran ini dapat menggangu aktivitas sehari-sehari anak. Jika dibiarkan, tidak menutup kemungkinan kualitas hidupnya di masa depan akan memburuk.
Supaya lebih mudah diwaspadai, perhatikan beberapa gejala hiperkusis pada anak, seperti berikut.
1. Gejala fisik
Bagi orang dengan pendengaran yang normal, bunyi mesin cuci, mesin vakum, atau tawa anak-anak tidak akan mengganggu.
Responsnya akan berbeda pada anak yang peka dengan suara. Mungkin mereka akan menunjukkan gejala hiperakusis secara fisik seperti.
- Sakit pada telinga.
- Anak suka menutup telinga dengan tangannya.
- Mudah kaget saat mendengar suara.
- Berusaha mengindari atau menjauh dari sumber suara.
2. Gejala perilaku
Gejala hiperakusis pada anak terkadang tidak diketahui dengan baik karena anak-anak biasanya masih belum bisa berkomunikais dengan baik sehingga membuat Anda sulit menangkap maksud perkataannya.
Pada situasi ini, Anda dapat mengamati perilaku si Kecil bila menunjukkan gejala, meliputi.
- Tiba-tiba berteriak, menangis, atau tantrum.
- Merasa ketakutan, cemas, dan depresi.
- Tiba-tiba tepuk tangan, berlari, dan bersembunyi.
- Menolak untuk melakukan aktivitas tertentu karena tidak merasa tenang dan suara obrolan yang mengganggu.
Penyebab hiperakusis pada anak
Mengutip Brazilian Journal of Otorhinolaryngology, hiperakusis pada anak-anak telah dikaitkan dengan kondisi tinnitus.
Bahkan, sekitar 86% pasien hiperakusis merasakan tinnitus dan 27—40% pasien tinnitus melaporkan mengalami hiperakusis.
Dalam hal ini, anak yang suka menutup telinga memiliki berbagai kemungkinan penyebab, di antaranya:
- paparan kebisingan,
- trauma atau cedera kepala,
- penyakit Lyme,
- sakit kepala atau migrain,
- stres pasca-trauma,
- gangguan pemrosesan pendengaran pusat,
- ketidakmampuan belajar,
- gangguan defisit perhatian (ADD), dan
- autisme.
Selain itu, penyebab hiperakusis sering kali dikaitkan dengan aktivitas yang berlebih pada neuron pendengaran di jalur pendengaran yang ada di batang otak.
Hal itulah yang membuat suara-suara di sekitar terdengar lebih keras dari yang sebenarnya.
Diagnosis hiperakusis pada anak
Diagnosis hiperakusis biasanya didasarkan pada gejala yang dilaporkan pasien. Anak dengan kondisi tersebut akan diperiksa kesehatannya dan ditanyai mengenai suara yang mengganggunya.
Selanjutnya, si Kecil akan melakukan tes pendengaran komprehensif untuk mengetahui gangguan pendengaran atau disfungsi telinga tengah atau dalam.
Jika gejala atau hasil tes menunjukkan adanya masalah medis yang mendasarinya, dokter akan merujuk anak Anda ke dokter telinga, hidung, dan tenggorokan anak.
Pengobatan hiperakusis pada anak
Pengobatan hiperakusis pada anak biasanya tergantung pada penyebabnya. Dalam beberapa kasus, seperti cedera pada otak atau telinga, sensitivitas suara mungkin dapat membaik dengan sendirinya.
Jika tidak, dokter mungkin akan menyarankan sesuatu yang disebut desensitisasi suara. Anak Anda akan ditangani oleh seorang spesialis untuk belajar bagaimana mengatasi sensitivitas pada suara.
Selanjutnya, si Kecil akan mendengarkan suara yang sangat pelan untuk jangka waktu tertentu setiap hari dan meningkat secara bertahap menjadi suara yang lebih keras.
Pada terapi ini, anak Anda akan memakai perangkat di telinganya sehingga tidak akan membuat telinganya menjadi sakit.
Butuh waktu sekitar 6 bulan hingga satu tahun untuk mendapatkan manfaat penuh dari terapi ini.
Kendati demikian, belum diketahui secara apakah pengobatan lain dapat membantu mengatasi hiperakusis yang terjadi pada anak ini.
Selain itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan orangtua dalam merawat anak yang peka terhadap suara, termasuk memberi tahu kondisi anak pada pihak sekolah dan orang-orang di sekitar.
Hindari kebiasaan anak yang suka menutup telinga dengan tangan, bantal, atau benda apa pun saat gejalanya muncul.
Kebiasaan menutup telinga justru akan meningkatkan sensitivitas telinganya sehingga dapat memperparah gejala hiperakusis pada anak.
Kesimpulan
Anda bisa membantu membuat anak dengan hiperakusis lebih nyaman dengan cara mengajak anak menjauhi sumber suara dan menenangkannya. Latih juga anak untuk terbiasa mendengarkan benda atau peralatan di sekitarnya yang mengeluarkan suara lewat permainan.
[embed-health-tool-vaccination-tool]