Galaktosemia adalah kelainan bawaan yang dapat membuat bayi tidak dapat memproses galaktosa. Akhirnya, banyak galaktosa yang menumpuk dalam darah.
Kira-kira apa yang menjadi penyebab kondisi ini? Simak ulasan di bawah ini untuk mengetahui informasinya lebih lanjut.
Apa itu galaktosemia?
Galaktosemia adalah penyakit keturunan langka yang dialami oleh bayi dan menyebabkan tubuh tidak bisa mengolah galaktosa menjadi energi.
Galaktosa adalah sejenis zat gula yang terdapat pada laktosa. Biasanya zat ini terdapat pada ASI maupun susu formula.
Jika kondisi ini tidak ditangani dengan benar, anak akan mengalami penumpukan gula dalam tubuhnya.
Secara umum terdapat tiga tipe galaktosemia, yaitu sebagai berikut.
- Galaktosemia klasik (tipe 1)
- Galactokinase deficiency (tipe II)
- Galactose epimerase deficiency (tipe III)
- Galaktosemia duterte
Di antara ketiga tipe tersebut, kasus yang terbanyak adalah galaktosemia klasik (tipe I) yakni sebanyak 1 berbanding 30.000 sampai 60.000 orang.
Adapun tipe II lebih jarang ditemukan daripada tipe I yakni sekitar 1 di antara 100.000 orang. Sementara tipe III dan tipe duterte lebih langka lagi dari tipe-tipe lainnya.
Tanda dan gejala galaktosemia
Biasanya galaktosemia belum menunjukkan gejala ketika bayi baru lahir, melainkan beberapa hari setelah mengonsumsi ASI atau susu formula.
Adapun tanda dan gejala galaktosemia yang umum dialami oleh bayi adalah:
- bayi rewel,
- tidak mau menyusu,
- muntah,
- mata dan kulit menguning,
- kelelahan,
- kejang,
- berat badan tidak naik terutama pada 2 minggu pertama kelahiran,
- tumbuh kembang terhambat,
- ukuran hati membesar (hepatomegali),
- terjadi kerusakan hati,
- perdarahan tanpa sebab, dan
- kadar gula darah menurun (hipoglikemia).
Penyebab galaktosemia
Galaktosemia disebabkan oleh adanya mutasi atau kelainan genetik dan defisiensi enzim.
Kelainan genetik ini membuat anak tidak bisa mengolah galaktosa. Akibatnya, ia kekurangan nutrisi dan gula menumpuk dalam darah.
Penyakit ini bersifat menurun, yakni diwariskan dari orangtua yang menjadi pembawa genetik tersebut.
Namun, seorang anak baru akan menderita galaktosemia jika mewarisinya dari ayah dan ibu sekaligus.
Faktor risiko galaktosemia
Galaktosemia adalah penyakit keturunan. Oleh karena itu, anak berisiko mengalami kondisi ini jika terlahir dari kedua orangtua yang membawa gen tersebut.
Untuk lebih jelasnya, simak pemaparan berikut.
Jika orangtua, dua-duanya memiliki gen pembawa (carrier) galaktosemia, maka;
- 25% kemungkinan anaknya mengalami kondisi ini,
- 50% kemungkinan anaknya adalah carrier, dan
- 25% kemungkinan anaknya tidak mewarisi gen tersebut sama sekali.
Jika hanya salah satu dari kedua orangtua yang membawa gen galaktosemia (carrier), baik ayah ataupun ibu, maka:
- tidak ada kemungkinan anak mengidap kondisi ini,
- 50% kemungkinan anak menjadi pembawa gen (carrier), dan
- 50% kemungkinan anak tidak mewarisi gen tersebut sama sekali.
Risiko kondisi ini akan semakin meningkat jika anak terlahir dari pasangan orangtua pembawa gen galaktosemia (carrier) yang memiliki hubungan darah yang dekat atau perkawinan sedarah (incest).
Selain itu, faktor ras juga berpengaruh pada risiko kondisi ini. Melansir National Organization for Rare Disorder, penyakit ini sering ditemukan pada anak yang memiliki keturunan Irlandia, Afro Amerika, Afrika asli, dan Afrika Selatan.
Komplikasi galaktosemia
Perlu Anda pahami bahwa bayi yang mengidap kondisi ini tidak mampu mengolah ASI dan susu formula menjadi energi. Hal ini menyebabkan asupan nutrisinya menjadi terganggu.
Selain itu, penumpukan galaktosa akibat mengonsumsi ASI dan susu yang mengandung laktosa dapat menyebabkan berbagai penyakit pada organ tubuhnya.
Jika tidak segera ditangani, anak yang mengidap penyakit ini akan berisiko mengalami berbagai komplikasi penyakit, seperti:
- gangguan tumbuh kembang,
- mudah terinfeksi bakteri,
- katarak,
- kesulitan berbicara dan berbahasa,
- gangguan motorik,
- gangguan perilaku,
- penyakit pada hati,
- penyakit pada ginjal,
- gangguan reproduksi,
- gangguan kesuburan (pada wanita),
- mengalami syok, dan
- cacat intelektual.
Diagnosis galaktosemia
Deteksi dan diagnosis dini pada kondisi ini sangat penting agar bayi segera mendapatkan penanganan yang cepat.
Pemeriksaan kadar galaktosa telah menjadi bagian dari skrining bayi baru lahir di sejumlah negara maju seperti Amerika Serikat.
Dokter akan melakukan tes ini dengan cara mengambil sampel darah dan urine untuk mengetahui level galaktosa dalam darah dan kadar enzim pengolah galaktosa dalam tubuh si Kecil.
Namun sayangnya, di Indonesia masih belum memiliki fasilitas tes galaktosa pada skrining bayi baru lahir. Akibatnya, kondisi ini biasanya baru diketahui beberapa hari setelah bayi mengonsumsi ASI ataupun susu formula.
Jika bayi mengalami gejala yang mengarah ke galaktosemia seperti yang disebutkan sebelumnya, segeralah periksakan ke dokter untuk mengetahui adakah gangguan enzim pencernaan pada si Kecil.
Apakah penyakit galaktosemia dapat disembuhkan?
Dalam beberapa kasus, kondisi ini dapat sembuh dengan sendirinya saat usia anak semakin dewasa. Namun sejumlah kasus lainnya menunjukkan bahwa penyakit ini dapat diderita hingga dewasa.
Pengobatan galaktosemia
Galaktosemia adalah penyakit yang menyebabkan berbagai komplikasi pada anak. Namun sayangnya, hingga saat ini belum ditemukan obat untuk menyembuhkannya.
Adapun penanganan yang bisa dilakukan oleh orangtua adalah dengan menerapkan pola diet bebas laktosa pada anak dengan cara berikut.
- Tidak memberikan ASI pada anak yang mengidap penyakit ini.
- Tidak memberikan susu yang berasal dari hewan seperti susu sapi, susu kambing, dan sejenisnya.
- Memberikan susu formula bebas galaktosa atau rendah laktosa.
- Tidak memberikan makanan yang mengandung laktosa atau galaktosa seperti margarin, keju, es krim, coklat susu, dan produk olahan susu lainnya.
- Sebagai pengganti susu sapi, Anda bisa memberikan susu almond dan susu kedelai, atau sesuai yang disarankan dokter.
Melansir The Cochrane Database Systematic Review, jika anak segera ditangani dengan diet yang ketat dan konsisten, risiko komplikasi penyakit akibat galaktosemia dapat dicegah.
Meski belum ditemukan obat untuk menyembuhkan, tetapi kabar baiknya adalah penyakit ini terbilang sangat langka. Oleh karena itu, orangtua sebaiknya tidak perlu khawatir secara berlebihan.
[embed-health-tool-vaccination-tool]