backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan
Konten

Hipotonia

Ditinjau secara medis oleh dr. Carla Pramudita Susanto · General Practitioner · Klinik Laboratorium Pramita


Ditulis oleh Reikha Pratiwi · Tanggal diperbarui 15/05/2023

Hipotonia

Hipotonia dapat menjadi salah satu penyebab gangguan dan keterlambatan motorik pada anak. Sebagai orangtua, penting bagi Anda untuk mengetahui dan waspada terkait kondisi ini. Pasalnya, gejala yang timbul bisa menyebabkan kesulitan tersendiri untuk anak, baik selama masa tumbuh kembang maupun hingga usia dewasa.

Apa itu hipotonia?

bayi berjalan

Hipotonia adalah istilah yang merujuk pada penurunan kemampuan otot tubuh. Salah satu yang cukup umum biasanya hipotonia dialami bayi baru lahir.

Kondisi ini umumnya terjadi sebagai gejala adanya gangguan kesehatan yang lebih serius.

Kemampuan otot diukur dari jumlah ketahanan otot saat sedang beristirahat terhadap tekanan. Ketahanan otot pada tubuh berperan sebagai berikut.

  • Mempertahankan postur tegak saat duduk atau berdiri.
  • Memiliki refleks untuk menggerakan tangan dan tungkai.
  • Membantu mengatur fungsi organ di dalam tubuh.
  • Umumnya, otot memiliki sedikit ketegangan meski saat dalam posisi istirahat. Ini memberikan otot ketahanan agar tubuh tetap memiliki refleks saat sendi-sendi tubuh bergerak.

    Ketahanan otot diatur oleh sinyal yang menjalar dari otak ke saraf untuk memerintahkan otot agar berkontraksi (tegang).

    Namun, pada kasus penurunan kemampuan otot, otot kurang memiliki ketahanan sehingga perlu usaha lebih untuk bisa bergerak dengan baik.

    Pada bayi, hipotonia juga dapat menyebabkan, kepala, lengan, dan tungkai terlihat lemas atau lunglai.

    Meski dapat terjadi secara bersamaan, perlu diketahui bahwa hipotonia dan kelemahan otot bukanlah kondisi yang sama.

    Seberapa umum penyakit ini?

    Hipotonia dapat terjadi pada bayi, anak-anak hingga orang dewasa. Kondisi ini dapat timbul sejak lahir. Faktanya, kasus ini kerap terdeteksi pada masa awal kehidupan atau sebelum bayi berusia 6 bulan.
    Dilansir dari Cleveland Clinic, hipotonia juga menjadi kondisi yang paling sering memengaruhi kemampuan motorik bayi.

    Tanda dan gejala hipotonia

    Gejala hipotonia pada masing-masing penderita bisa berbeda-beda, tergantung penyebab yang mendasarinya.

    Namun umumnya, penurunan kemampuan otot ini menimbulkan gejala berikut ini.

    • Sulit bergerak dan mempertahankan postur tubuh.
    • Sulit bernapas.
    • Gangguan ligamen dan sendi.
    • Refleks tubuh yang buruk.
    • Otot terasa lembek.
    • Terlihat ceroboh dan sering terjatuh.
    • Sulit bangun dari posisi berbaring atau duduk.
    • Tubuh sangat lentur pada bagian pinggul, sikut, dan dengkul.

    Jika disertai kelemahan otot, tubuh mungkin akan sulit menggapai atau mengangkat benda.

    Sementara pada bayi, gejala hipotonia adalah sebagai berikut.

    • Lengan, tungkai, dan kepala terlihat terkulai.
    • Tubuh bayi terasa lunglai saat digendong.
    • Bayi sulit menelan atau mengisap.
    • Tangisan bayi terdengar lemah.
    • Tulang punggung terlihat terlalu melengkung ke depan.
    • Perut terlalu menonjol.
    • Mulut menganga dengan lidah menonjol keluar.

    Gejala penurunan kemampuan otot umumnya mulai muncul saat bayi memasuki usia 6 bulan.

    Anak dengan penurunan kemampuan otot ini juga cenderung lebih lambat dalam mencapai kemampuan motorik, seperti:

    • mengangkat kepala,
    • berguling,
    • makan sendiri,
    • duduk tanpa bantuan, dan
    • berjalan.

    Kapan harus periksa ke dokter?

    • Pada beberapa kasus, hipotonia dapat langsung terdeteksi saat pemeriksaan bayi baru lahir, atau selama pemeriksaan janin di masa kehamilan.
    • Namun, gangguan otot ini terkadang baru terlihat atau menimbulkan gejala saat anak sudah memasuki usia tumbuh kembang, yaitu berupa gangguan perkembangan motorik.
    • Jika Anda khawatir terkait perkembangan kemampuan anak Anda, terutama kemampuan otot anak, sebaiknya lakukan konsultasi ke dokter anak anak.

    Penyebab hipotonia

    Hipotonia terjadi saat ada gangguan pada sistem saraf, termasuk yang dialami bayi. Gangguan tersebut dapat terjadi di salah satu dari 4 bagian berbeda, yang meliputi berikut ini.

    • Sistem saraf pusat (sekitar 66—88% kasus).
    • Saraf motorik dan sensorik perifer.
    • Percabangan neuromuskular (titik hubung antara saraf dan otot untuk mengirimkan sinyal yang mengatur pergerakan dan ketegangan otot).
    • Otot.

    Berdasarkan penyebabnya, penurunan kemampuan otot bisa terbagi menjadi 2 jenis berikut ini.

    1. Hipotonia bawaan

    Hipotonia bawaan merupakan jenis yang terjadi sejak lahir. Jenis ini biasanya disebabkan oleh kondisi keturunan atau kelainan genetik yang memengaruhi saraf, otak, atau otot.

    Beberapa kondisi yang bisa menjadi penyebab hipotonia bawaan, di antaranya sebagai berikut.

    2. Hipotonia karena kondisi teryentu

    Hipotonia yang diperoleh atau karena kondisi tertentu adalah jenis yang disebabkan oleh kejadian yang terjadi setelah lahir, seperti penyakit, cedera, atau trauma.

    Berikut beberapa kondisi yang bisa memicu hipotonia akibat hal tertentu.

    • Kerusakan otak, akibat kelainan pembentukan otak.
    • Kekurangan oksigen sebelum atau segera setelah dilahirkan.
    • Gangguan otot, seperti distrofi otot.
    • Gangguan yang memengaruhi saraf ke otot.
    • Infeksi, seperti meningitis atau ensefalitis.
    • Miastenia gravis.

    Diagnosis hipotonia

    Diagnosis hipotonia dapat dilakukan oleh dokter anak dengan melakukan pemeriksaan untuk mendeteksi adanya kondisi lain yang mungkin menjadi penyebab penurunan kemampuan otot.

    Namun, pada sebagian besar kasus, ahli saraf juga ikut membantu memastikan penyebab gejala yang dialami.

    Pemeriksaan umumya akan diawali dengan melihat fungsi otot dan sistem saraf.

    Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, dokter akan menentukan pemeriksaan lajutan yang mungkin dibutuhkan. Berikut di antaranya.

    • MRI, untuk mendeteksi kelainan pada sumsum tulang belakang dan saraf.
    • CT atau CAT scan, untuk melihat denga lebih detail bagian tubuh, termasuk, otot, lemak, dan organ dalam lainnya.
    • Tes darah.
    • EMG (elektromiogram), untuk memeriksa fungsi saraf dan otot.
    • EEG (elektroensefalografi), untuk memeriksa aktivitas listrik di orak dengan mengukur gelombang otak.
    • Lumbal pungsi, untuk mengukur tekanan pada sumsum tulang belakang dan/atau mengambil sampel cairan tulang belakang serebral (CSF) untuk diuji.
    • Kariotipe, untuk mendeteksi kelainan genetik dengan memeriksa kromosom melalui tes darah.
    • Biopsi otot, memeriksa sampel jaringan otot menggunakan mikroskop.

    Pengobatan hipotonia

    Tujuan utama pengobatan hipotonia adalah untuk meningkatkan kekuatan dan kemampuan otot agar gejala bisa membaik.

    Pengobatan umumnya berupa fisioterapi pediatrik yang dapat meliputi berikut ini.

    Jenis fisioterapi yang diperlukan akan disesuaikan dengan usia, kondisi keseluruhan, penyebab, dan keinginan anak.

    Berikut beberapa terapi yang bisa dilakukan.

    Bayi yang mengalami kesulitan makan dan menelan mungkin juga perlu menggunakan alat bantu makan berupa selang yang dimasukan melalui hidung langsung ke dalam lambung.

    Ini diperlukan untuk membantu memenuhi kebutuhan nutrisi bayi.

    Apakah bayi hipotonia bisa sembuh?

    Kesembuhan hipotonia pada anak bergantung pada penyebab yang mendasarinya.

    Jika penurunan kemampuan otot ini disebabkan penyakit lain yang bisa disembuhkan (misalnya, infeksi), maka kondisi anak bisa membaik.

    Sementara jika hipotonia pada anak disebabkan oleh kondisi yang tidak bisa diobati, anak akan menderita penurunan kemampuan otot seumur hidup.

    Akan tetapi, ada beberapa perawatan yang bisa dilakukan untuk membantu mengatasi kesulitan dan gejala yang dialami oleh anak.

    Untuk bayi yang lahir dengan hipotonia bawaan, gejala umumnya bisa mereda sering pertambahan usia.

    Namun, anak mungkin masih akan mengalami beberapa kesulitan dan kelemahan tubuh hingga ia dewasa.

    Penting untuk dipahami, bayi dan anak dengan kondisi hipotonia ini tidak bisa sembarang diangkat atau digendong.

    Bagi orangtua dari anak yang menderita hipotonia, penting untuk sangat berhati-hati ketika mengangkat dan menggendong anak untuk menghindari cedera.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Carla Pramudita Susanto

    General Practitioner · Klinik Laboratorium Pramita


    Ditulis oleh Reikha Pratiwi · Tanggal diperbarui 15/05/2023

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan