Pernahkah Anda mendengar satu atau lebih mitos mengenai makanan bayi? Misalnya, “jangan memberikan telur untuk bayi’, “sah-sah saja bila bayi minum jus buah’, dan lain sebagainya.
Meski kebutuhan gizi bayi setiap harinya harus tercukupi dengan baik, Anda juga perlu tahu kebenaran dari berbagai mitos makanan bayi. Apa saja mitos makanan bayi yang kerap beredar di masyarakat?
Mitos seputar makanan bayi yang perlu diketahui
Sejak bayi mulai belajar makan makanan pendamping ASI (MPASI), orangtua perlu sangat memerhatikan proses pengolahan dan pemberian makanan bayi.
Anda perlu menerapkan jadwal MPASI secara teratur, merancang menu MPASI bayi, hingga memerhatikan makanan dan minuman apa yang boleh dan tidak boleh diberikan.
Selain untuk mendukung tumbuh kembangnya, asupan makanan yang tepat juga mencegah bayi susah makan agar tidak membuat bayi mengalami masalah gizi.
Nah, berikut berbagai mitos makanan bayi yang perlu dicari kebenarannya:
Mitos 1: “Makan malam bisa bikin bayi cacingan’
Setiap bayi pada dasarnya memiliki tingkatan rasa lapar yang berbeda-beda. Salah satu faktor yang turut menentukan yakni kebiasaannya diberikan ASI atau susu formula bayi.
Umumnya, bayi yang menyusu ASI cenderung lebih cepat lapar dibandingkan bayi yang diberikan susu formula (sufor).
Ini karena ASI lebih mudah dicerna oleh tubuh bayi. Jadi, ketika bayi yang menyusu ASI kembali lapar di malam hari bukan berarti ia mengalami cacingan.
Sejatinya, infeksi cacingan dan aktivitas makan malam bagi bayi tidak saling berkaitan.
Cacingan merupakan penyakit akibat cacing parasit yang berkembang biak di dalam sistem pencernaan manusia.
Cacingan merupakan salah satu jenis penyakit yang umum terjadi baik usia muda maupun usia tua. Meski begitu, cacingan memang lebih sering terjadi pada anak-anak.
Namun, makanan yang kotor karena sudah terkontaminasi telur cacing atau proses memasak yang kurang baik berisiko membuat telur cacing tidak mati sepenuhnya.
Kondisi tersebut yang bisa menyebabkan bayi mengalami cacingan.
Begitu pula, anak bisa cacingan jika Anda atau pengasuh tidak langsung cuci tangan setelah dari toilet, membersihkan pantat bayi, atau berkebun.
Penting juga untuk membiasakan diri untuk selalu mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum masak makan malam.
Apalagi sebenarnya gerak tubuh bayi masih sangat terbatas. Itu sebabnya, faktor risiko cacingan terbesar bagi bayi adalah lewat berbagai perlengkapan dan peralatan yang mungkin sudah tercemar dengan telur cacing.
Selanjutnya, telur cacing tersebut tidak sengaja masuk ke dalam tubuh bayi melalui mulut.
Hal-hal tersebutlah yang memungkinkan cacing untuk tumbuh dan berkembang di dalam sistem pencernaan bayi.
Jadi, ini hanyalah mitos makanan bayi belaka karena bukan makan malam yang membuat bayi cacingan.
Namun, ketidakbersihan dalam merawat bayilah yang meningkatkan risiko bayi terkena cacingan.
Mitos 2: “Menyembunyikan sayuran pada makanan bayi supaya ia doyan sayur’
Sebenarnya, menyembunyikan sayuran di dalam makanan bayi agar ia suka sayur hanya sekadar mitos.
Kebanyakan orangtua lebih memilih untuk menyembunyikan sayuran di dalam lauk makan bayi ketimbang menunjukkannya secara terang-terangan.
Menyembunyikan sayuran pada makanan bayi ditujukan untuk menyiasati bayi yang tidak suka makan sayur.
Sayuran diolah sedemikian rupa agar tetap tercampur di dalam makanan tanpa disadari oleh si kecil, misalnya di balik telur dadar.
Kebutuhan nutrisi harian bayi memang akan tetap terpenuhi, tapi cara ini tidak akan membuat bayi sadar mengenai manfaat dan rasa sayuran yang segar.
Nah, hal seperti ini yang dapat terus terbawa sampai ia dewasa kelak. Solusi lainnya, idak ada salahnya untuk menunjukkan sayuran secara terang-terangan pada menu makanan bayi.
Agar lebih menarik, Anda bisa berkreasi dengan berbagai resep sayuran untuk anak.
Ambil contohnya, sayur brokoli dibentuk menjadi rambut orang, wortel menjadi bentuk bunga atau matahari, dan sebagainya.
Jadi, lama kelamaan bayi tumbuh dan sudah tidak asing lagi dengan sayur-sayuran sehingga bisa mematahkan mitos makanan bayi tentang menyembunyikan sayur.
Jangan lupa, kenalkan manfaat berbagai jenis sayuran sembari menemani bayi makan supaya ia juga memahami bahwa makan sayuran itu penting.
Mitos 3: “Makanan bayi tidak boleh ditambahkan perasa’
Mitos mengenai makanan bayi selanjutnya yang masih kerap terdengar yakni sebaiknya tidak menambahkan perasa ke dalam menu makanan si kecil.
Sebaliknya, bayi hanya diperbolehkan makan makanan yang hambar alias tanpa perasa tambahan dari garam, gula, maupun micin.
Mitos makanan bayi yang satu ini jelas tidak benar. Bayi justru harus dikenalkan dengan berbagai jenis rasa makanan sejak usia dini.
Pasalnya, usia sedini mungkin merupakan masa-masa yang paling baik untuk menerima dan mengenal berbagai rasa yang baru.
Pengenalan rasa pun sudah dimulai sejak diberikan ASI eksklusif, yaitu melalui makanan yang dimakan oleh ibu.
Jadi, jangan ragu untuk mengenalkan macam-macam rasa secara bertahap mulai usia 6 bulan. Ambil contohnya dengan mengenalkan sayuran pahit, rasa gurih dari ikan, atau rasa manis dari buah.
Bahkan, sah-sah saja bila Anda ingin menambah perasa seperti gula, garam, dan micin ke dalam makanan bayi.
Dengan catatan, perasa tambahan seperti gula, garam, dan micin tersebut diberikan dalam jumlah secukupnya.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), makanan bayi usia kurang dari satu tahun sebaiknya tetap ditambahkan perasa seperti gula dan garam secukupnya.
Pemberian perasa tambahan ini diperbolehkan agar dapat membuat anak lebih semangat untuk makan.
Jika selama ini si kecil cenderung menolak makanan, coba ingat-ingat kembali apakah Anda menambahkan perasa seperti gula, garam, dan micin.
Ada kemungkinan bayi susah makan karena menganggap rasa makanan yang kurang lezat baginya.
Selain agar bayi mau makan, menambahkan perasa juga dapat membantu mengembangkan selera makan bayi di kemudian hari.
Mitos 4: “Bayi boleh diberikan jus buah sejak dini’
Bayi yang sudah berusia enam bulan ke atas memang diperbolehkan makan MPASI, termasuk mengonsumsi aneka makanan dan minuman.
Hanya saja, bila usia bayi masih kurang dari 12 bulan atau 1 tahun, pemberian jus buah untuk bayi belum diizinkan, termasuk jus buah kemasan.
Anjuran agar tidak memberikan jus buah kepada bayi yang belum genap setahun didasarkan pada pedoman baru dari American Academy of Pediatrics (AAP).
Jus buah murni memang mengandung banyak vitamin untuk bayi, tapi bukan berarti bisa jadi pengganti buah dan sayuran utuh.
Alih-alih mendapatkan nutrisi yang lebih banyak, jus buah justru tidak bagus untuk kesehatan anak karena tinggi kalori dan gula, tapi rendah serat.
Ambil contoh, sebuah apel berukuran sedang mengandung 4,4 gram serat dan 19 gram gula. Bila dijus, satu cangkirnya saja mengandung 114 kalori, 0,5 gram serat, dan 24 gram gula.
Oleh karena itu, sajikan buah secara utuh saja ketimbang menyajikannya dalam bentuk jus agar kebutuhan serat anak tetap terpenuhi.
Bukan hanya itu, pemberian jus buah untuk bayi juga dapat membuatnya cepat kenyang karena ukuran lambungnya yang masih kecil.
Hal ini tentu berdampak pada nafsu makan bayi yang menurun sehingga tidak mau makan berat lagi karena merasa sudah kenyang.
Mitos 5: “Bayi tidak boleh makan telur’
Banyak orangtua yang khawatir si kecil terkena kolesterol tinggi bila diberikan telur. Eits, tunggu dulu ini sebenarnya hanya mitos makanan bayi semata dan jelas tidak benar.
Telur merupakan sumber protein yang banyak mengandung zat besi dan seng yang penting untuk pertumbuhan bayi.
Akan tetapi, sebelum memberikan telur pada anak, pastikan dulu apakah anak alergi terhadap telur.
Jika Anda memiliki riwayat alergi telur, dokter mungkin akan menyarankan Anda untuk menunggu hingga anak berusia 2 tahun sebelum mengenalkan telur.
Mitos 6: “Bayi harus sering ngemil’
Di samping makan di waktu makan utama, bayi juga butuh camilan dalam jumlah yang cukup. Sebab jika terlalu banyak, camilan bayi cenderung menyumbang asupan kalori yang berlebih.
Bagaimana bila bayi sudah lapar namun belum waktunya makan? Tenang dulu, karena sebenarnya si kecil tetap akan baik-baik saja dengan pola makan tiga kali sehari makanan utama dan satu sampai dua kali camilan sehat.
Rutin menerapkan jadwal makan bayi sangat bagus untuk melatih kepekaannya terhadap rasa lapar.
Anda bisa memberikan camilan untuk bayi berupa buah atau sayuran. Jenis makanan ringan atau snack lainnya juga bisa diberikan sebagai camilan bayi dalam porsi yang lebih sedikit ketimbang makanan utama.
Mitos 7: “Kenalkan bayi dengan sayur sebelum memberikannya buah’
Sebenarnya, tidak ada aturan dan urutan khusus untuk memulai memperkenalkan makanan tertentu pada bayi.
Sah-sah saja untuk mulai memberikan bayi makanan sumber karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral sejak usia enam bulan.
Bahkan, tidak masalah juga bila memberikan sayur bersamaan dengan buah maupun salah satunya terlebih dahulu.
Sebab tidak ada bukti bahwa bayi yang diperkenalkan dengan buah terlebih dahulu bisa lebih sulit menerima sayur atau sebaliknya.
Melansir dari laman Healthy Children, bayi memang memiliki kecenderungan menyukai rasa manis.
Itulah mengapa bayi menyukai ASI yang menjadi makanan sekaligus minuman pertamanya karena memiliki rasa asli cenderung manis.
Meski begitu, pemberian makanan dalam urutan apa pun tidak akan memengaruhi kesukaan bayi untuk jenis makanan tertentu.
Bayi umumnya tetap belajar menyukai berbagai rasa makanan lainnya bila Anda mengenalkan dengan aneka makanan sejak dini.
Tak perlu khawatir, bayi yang menerima sayur atau buah terlebih dahulu tetap bisa dengan mudah makan makanan lainnya.
Kuncinya, mulai biasakan bayi mengenal beragam variasi rasa dan tekstur makanan seiring bertambahnya usia.
Mitos 8: “Bila anak tidak suka makanan tertentu, biarkan saja’
Saat bayi mulai menolak makan di pemberian yang baru 1-2 kali, biasanya orangtua akan menyerah dan menyimpulkan bahwa bayi tidak menyukainya.
Ini sebenarnya mitos lainnya mengenai makanan bayi. Kebiasaan tersebut sebaiknya tidak diteruskan karena bisa membuat bayi cenderung pilih-pilih makanan.
Anak biasanya memerlukan waktu untuk mencoba makanan sampai setidaknya 15 kali ditawarkan.
Sajikan lagi dan lagi makanan tersebut dan yakinlah bahwa anak akan menyukainya secara perlahan. Di awal perkenalannya dengan jenis makanan tertentu, bayi bisa saja masih kaget dengan makanan barunya.
Jangan menyerah untuk tetap menawarkan makanan baru sebanyak yang Anda bisa.
Anda juga bisa mengombinasikan makanan baru dengan makanan kesukaannya untuk memancing nafsu makan si kecil.
Baru bila sudah sekitar 15 kali pemberian jenis makanan yang sama tetapi bayi masih menolaknya, Anda bisa menyimpulkan bahwa ia memang tidak menyukainya.
[embed-health-tool-child-growth-chart]