Atresia ani adalah cacat lahir yang ditandai dengan kondisi bayi lahir tanpa anus. Terjadinya atresia ani pada bayi baru lahir berasal dari masa perkembangan janin, yakni saat kehamilan usia 5—7 minggu. Lantas, apa saja yang bisa menjadi penyebab atresia ani pada bayi baru lahir?
Apa penyebab bayi lahir tanpa anus (atresia ani)?
Anus merupakan bagian penting dalam sistem pencernaan karena berfungsi membuang sisa makanan berupa feses yang tidak diperlukan oleh tubuh.
Perkembangan usus besar dan saluran kemih terjadi sejal awal masa kehamilan, yakni tepatnya sejak tiga bulan pertama kehamilan.
Terdapat beberapa tahap yang harus dilewati agar rektum dan anus terpisah dari saluran kemih. Akan tetapi, tahap-tahap ini terkadang tidak berlangsung dengan sempurna.
Pada kondisi ini, rektum dan anus akhirnya gagal berkembang dan tidak terbentuk secara normal hingga bayi dilahirkan.
Belum dapat diketahui apa yang menjadi penyebab atresia ani pada bayi baru lahir.
Kondisi bayi lahir tanpa anus atau atresia ani bahkan dapat terjadi secara acak tanpa adanya faktor pemicu yang bisa meningkatkan risikonya.
Meski begitu, pada beberapa kasus, atresia ani dapat diturunkan dari orangtua melalui gen tertentu dalam tiga kemungkinan berikut.
1. Gen dominan
Sifat genetik janin diperoleh dari masing-masing gen ayah dan ibu. Salah satu gen yang dimiliki ayah atau ibu bisa saja membawa penyakit.
Jika penyakit berasal dari gen dominan, gen tersebut akan mendominasi (menguasai) gen lain yang lebih sehat.
Risiko penyakit yang berasal dari gen dominan orangtua bisa mencapai 50% di setiap kehamilan terlepas dari jenis kelamin janin di dalam rahim.
Artinya, setiap kali Anda hamil, terdapat kemungkinan yang cukup besar bahwa bayi Anda akan terlahir dengan penyakit yang sama.
2. Gen resesif
Penyebab bayi baru lahir tanpa anus juga bisa berkaitan dengan gen resesif alias gen yang lebih lemah. Seperti gen dominan, gen resesif pun terdapat pada gen ayah dan gen ibu.
Jika janin mewarisi penyakit gen resesif hanya dari salah satu orangtua, penyakit ini tidak akan tampak.
Penyakit baru akan muncul apabila kedua orangtua sama-sama menurunkan penyakit melalui gen resesif kepada janin.
Risiko diturunkannya gen resesif dari kedua orangtua yaitu sekitar 25%.
3. Kromosom X
Laki-laki memiliki kromosom XY, sedangkan perempuan memiliki kromosom XX.
Kromosom X pada laki-laki maupun perempuan terkadang dapat mengalami kelainan dan menjadi gen pembawa penyakit. Namun, kondisinya dapat berbeda-beda pada tiap jenis kelamin.
Mengingat laki-laki hanya memiliki 1 kromosom X, setiap penyakit yang terbawa oleh kromosom ini umumnya akan terjadi dan menimbulkan gejala.
Sebaliknya, penyakit belum tentu muncul pada tubuh perempuan karena dapat tertutup oleh kromosom X normal.
Perempuan yang tidak mengalami gejala penyakit tersebut bisa disebut sebagai “carrier” atau pembawa gen.
Akan tetapi, baik laki-laki maupun perempuan, keduanya sama-sama berisiko menurunkan penyakit yang sama kepada anak.