backup og meta

Setop! Melempar Bayi ke Udara Dapat Berakibat Fatal

Setop! Melempar Bayi ke Udara Dapat Berakibat Fatal

Kadang, Anda tidak bisa menahan rasa gemas melihat kelucuan bayi sehingga refleks ingin menggendong. Selain menggendong, tak jarang juga melempar bayi ke udara berulang-ulang dengan tujuan agar si bayi tertawa dan rasa gemas pada diri sendiri terpuaskan. Namun, tahukan Anda kalau melempar bayi ke udara berbahaya? 

Kenapa tidak boleh melempar bayi ke udara?

Kenapa tidak boleh melempar bayi ke udara?

National Center of Shaken Baby Syndrome telah memperingatkan bahaya melempar bayi di udara, antara lain cedera tulang belakang dan cedera otak

Ya, seperti yang Anda ketahui bahwa bayi umumnya memiliki otot dan saraf yang sangat lemah pada bagian leher.

Hal tersebut yang membuat si Kecil masih susah untuk mengangkat kepalanya sendiri pada berbagai posisi tertentu.

Selain itu, ukuran kepala dan tubuh bayi juga sangat berbeda. Berat kepala bayi biasanya tidak seimbang dengan berat badannya.

Pasalnya, di dalam otak bayi diperlukan area untuk tumbuh kembang sel-sel saraf lainnya. Karena itulah terdapat rongga atau celah antara tengkorak kepala dan otaknya yang dapat mendukung pertumbuhan bayi.

Jika Anda melempar-lempar bayi ke udara, maka dapat menyebabkan otak si Kecil berpindah tempat dalam rongganya.

Selanjutnya, jaringan otak bayi akan membengkak dan pembuluh darahnya bisa robek hingga mungkin juga berisiko fatal, seperti kematian.

Berbagai kemungkinan bahaya melempar bayi ke udara

bahaya melempar bayi ke udara

Masih banyak orangtua yang belum sadar betul terkait bahaya melempar bayi ke udara. Alih-alih membuat bayi tertawa, tindakan ini justru dapat membahayakan nyawanya.

Berikut adalah beberapa bahaya melempar bayi ke udara yang perlu Anda perhatikan baik-baik.

1. Urat leher tegang

Dalam kepala bayi biasanya berkembang saraf pertumbuhan otak dan tulangnya pada usia 4 bulan. Setidaknya tunggu hingga ia berusia 2 atau 3 tahun jika ingin menggendong dan melepaskannya di udara.

Namun, tidak jarang juga kasus kematian balita terjadi akibat dilempar tangkap ke udara.

Melempar bayi tinggi ke udara sebelum lehernya kuat menerima ayunan ke atas dan ke bawah secara spontan dapat mengakibatkan leher bayi tegang.

Tegang pada leher bayi tegang dikarenakan memang ia belum mampu membawa kepalanya sendiri bersama tubuhnya.

2. Terjatuh

Bayangkan, jika saat Anda melempar bayi ke udara terdapat jarak antara tangan dan posisi bayi yang menyebabkan tangkapan Anda meleset dan bayi terjatuh.

Risiko bayi jatuh dari gendongan dapat menyebabkan gegar otak, tengkorak memar, dan cedera otak. Pada kerusakan permanen dari jatuh atau cedera adalah kelumpuhan pada bagian tubuh dari bayi.

Ketika melempar ke atas walaupun terjadi hanya sebentar, ini dapat mengakibatkan kerusakan otak bayi. Bahkan banyak bayi yang meninggal akibat kelalaian orangtua. 

3. Shaken baby syndrome

Kemungkinan bahaya lainnya yang muncul dari kebiasaan melempar-lempar bayi ke udara, yakni cedera otak atau shaken baby syndrome.

Mengutip laman Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), shaken baby syndrome ini merupakan salah satu penyebab utama kematian dan gangguan saraf pada anak akibat kekerasan.

Diketahui sebenyak 95% kasus cedera otak dan 64% cedera kepala pada anak dengan usia kurang dari 1 tahun disebabkan oleh tindak kekerasan pada anak.

Lebih lanjut, dijelaskan jika sindrom ini sebagian besar terjadi pada anak di bawah 2 tahun.

Orangtua yang mengalami gangguan mental atau stres, baik secara sosial, biologis, atau finansial juga rentan melakukan perilaku impulsif dan agresif, salah satunya melempar-lempar bayi ke udara.

4. Patah tulang

Melemparkan bayi ke udara kemudian menangkapnya kembali bisa menyebabkan patah tulang pada bayi.

Hal itu terjadi karena adanya tekanan atau kompresi pada tulang bayi yang notabene masih rawan atau rentan.

Bahkan, pada kasus terbaru, seorang pria di Edinburgh, Jerman harus meregang nasib di balik jeruji besi karena ia mengaku sembrono dan telah berulang kali melempar bayinya ke udara hingga menimbulkan banyak cedera pada tulang rusuk dan kaki bayi.

5. Kebutaan

Akibat lain dari guncangan yang hebat saat melemparkan bayi ke atas, yakni menyebabkan kebutaan.

Hal itu terjadi karena adanya kerusakan pada lobus oksipital di bagian belakang otak.

Umumnya, sinyal dari mata diterima oleh lobus oksipital dan sinyal ini digunakan untuk membentuk dan menafsirkan gambar.

Ketika kerusakan terjadi pada lobus oksipital, maka dapat membuat mata sulit untuk memahami apa yang dilihat. Kondisi ini dikenal sebagai kebutaan kortikal atau sejenis kebutaan.

Seperti yang disinggung di atas, berat badan bayi dan kepalanya tidak merata, dan sangat tidak dianjurkan untuk melempar-lempar bayi ke atas.

Di sinilah letak masalah dengan menggoyang-goyangkan bayi dengan keras. Perlakukan dan ajak main bayi Anda dengan sentuhan yang lembut.

Jika Anda ingin mendapatkan tawa dari bayi, Anda bisa melakukannya dengan bernyanyi, memberikan mainan yang aman, atau melakukan hal lain tanpa harus melakukan sesuatu yang berisiko fatal seperti di atas.

[embed-health-tool-vaccination-tool]

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.

Vision problems and traumatic brain injury. (n.d.). Model Systems Knowledge Translation Center (MSKTC). Retrieved 19 December 2022, from https://msktc.org/tbi/factsheets/vision-problems-and-traumatic-brain-injury

Shaken baby syndrome. (n.d.). IDAI. Retrieved 19 December 2022, from  https://www.idai.or.id/artikel/klinik/pengasuhan-anak/shaken-baby-syndrome

Shaken baby syndrome – Symptoms, prognosis and prevention. (n.d.). Retrieved 19 December 2022, from  https://www.aans.org/en/Patients/Neurosurgical-Conditions-and-Treatments/Shaken-Baby-Syndrome

Broken bones. (2015, April 22). BabyCenter. Retrieved 19 December 2022, from https://www.babycenter.com/health/injuries-and-accidents/broken-bones_408

Neck pain or stiffness. (2022, December 18). Seattle Children’s Hospital. Retrieved 19 December 2022, from https://www.seattlechildrens.org/conditions/a-z/neck-pain-or-stiffness/

Versi Terbaru

11/01/2023

Ditulis oleh Adhenda Madarina

Ditinjau secara medis oleh dr. Carla Pramudita Susanto

Diperbarui oleh: Ilham Fariq Maulana


Artikel Terkait

Haruskah Orangtua Ikut Kelas Parenting?

Umur Berapa Bayi Bisa Duduk?


Ditinjau secara medis oleh

dr. Carla Pramudita Susanto

General Practitioner · Klinik Laboratorium Pramita


Ditulis oleh Adhenda Madarina · Tanggal diperbarui 11/01/2023

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan