Olahraga bagi anak sangat bermanfaat dalam mendukung tumbuh kembangnya, baik dari segi fisik, kognitif, maupun psikologis. Namun memotivasi anak agar jago olahraga dan menjadi atlet adalah lain hal.
Bagaimana cara memotivasi anak agar gemar berolahraga? Sejauh mana peran orangtua? Seperti apa porsi latihan yang tepat untuk anak?
Berikut hasil perbincangan Hello Sehat bersama Direktur Lembaga Psikologi Daya Insani, Sani Budiantini Hermawan, dan spesialis kedokteran olahraga di RS Mitra Keluarga, dr. Michael Triangto Sp.KO.
Apa saja manfaat olahraga terhadap tumbuh kembang anak?
Seorang dokter dari RS Mitra Keluarga, dr. Michael, menyatakan bahwa olahraga merupakan kegiatan yang akan memaksimalkan atau mengoptimalkan pertumbuhan seorang anak.
Artinya jika anak itu lebih banyak diperhatikan kemampuan akademiknya, kemampuan motoriknya tidak terlalu berkembang.
Selain itu, dengan olahraga, bukan hanya kemampuan akademik, tetapi juga kemampuan motoriknya seimbang, tambah Michael.
Di sisi lain, Direktur Lembaga Psikologi Daya Insani Sani Budianti menyatakan bahwa olahraga merupakan bentuk kegiatan fisik yang menyehatkan, menyegarkan, dan melancarkan peredaran darah.
Kedua, olahraga bisa membuat anak mengasah competition spirit dalam pertandingan atau bisa juga mengasah team work.
Selain itu, bisa juga mengasah kemampuan yang menjadi hobi sehingga dia bisa maju ke dalam pertandingan-pertandingan.
Anak yang senang olahraga itu anak yang aktif, tidak pasif, keterampilan motoriknya lancar. Diharapkan, olahraga bisa menyeimbangkan kemampuan akademis dan nonakademisnya, sehingga balance.
Dengan olahraga juga anak akan merasa lebih bahagia, lebih relaks, perjelas Sani Budianti.
Jadi manfaat olahraga untuk anak itu juga bisa mengasah kognitif, daya nalar kecekatan, kemudian team work, sosialisasi, membangun kekompakan tim, termasuk juga kemampuan berbahasa, bagaimana komunikasi terhadap tim.
Bagaimana cara mengenalkan olahraga kepada anak?
Michael: Kita mulai dari balita. Kemampuan bergeraknya itu kan belum bagus, karena itu pada waktu awal tujuan olahraga itu untuk meningkatkan kemampuan lari, lempar, dan lompat. Itu dapat dimulai dengan olahraga.
Nah kalau semakin besar, usia SD, tentunya kita makin bisa mengarahkan, olahraga yang cocok untuk dia, dia senang, dan juga dapat mengembangkan kemampuannya itu menjadi optimal.
Sani: Bayi aja juga udah bisa ada baby gym, jadi anak biasa bergerak. Gerakan itu memperlancar peredaran darah, otomatis akan membuat anak lebih fresh, daya tangkapnya lebih tinggi, lebih mudah terstimulasi.
Dari kecil mungkin, dari usia 2 tahun bisa diperkenalkan olahraga. Yang jelas olahraga itu jangan kita anggap sebagai olahraga yang susah.
Jadi jangan dulu mengatur anak dengan aturan-aturan baku sehingga anak akhirnya menghindari olahraga karena merasa menyulitkan. Bukan membuat dia happy.
Orangtua harus membuat olahraga ini menjadi fun. Jadi hasilnya pun akan dirasakan anak. Dia bahagia, mengasah daya tangkap, daya nalar.
Usia berapa anak bisa langsung diajak latihan untuk menjadi atlet?
Michael: Pada beberapa cabang olahraga, memang anak-anak itu sangat penting untuk memulainya semuda mungkin, sekecil mungkin. Karena kalau terlalu tua usianya, sudah melampaui usia emasnya.
Oleh karena itu penting bagi si anak untuk diperkenalkan dulu olahraganya, baru pilih mana yang paling cocok.
Kalau dari sisi kesehatan, kita ingin semua bisa berkembang, kemudian pada saat yang tepat baru anak itu memilih.
Namun pada cabang olahraga tertentu, mau tidak mau memang mengharuskan kita sebagai orangtua memutuskan lebih awal.
Di sini dibutuhkan kebijaksanaan dalam melihat kemampuan anak, tujuannya kan mengembangkan kemampuan anak secara optimal.
Sani: Kalau kita bilang anak usia SD ya, usia SD tuh anak-anak lagi eksplorasi sama masa kegiatan. Jadi kalau dia mau eksplore ke tempat kegiatan latihan-latihan, ya boleh-boleh saja. Tapi mungkin si anak observasi dulu.
Kalau dia nggak minat, ya nggak usah dilakukan. Yang penting sih mengajak anak berdiskusi, kemudian dikondisikan sampai anaknya mau.
Jadi jangan dijebak, tiba-tiba datang terus latihan, anak jadi merasa dibohongi atau merasa tidak dianggap keinginannya.
Bagaimana jika orangtua berambisi anak menjadi atlet?
Michael: Ada perbedaan cara pandang antara porsi olahraga untuk kesehatan dan olahraga untuk prestasi.
Kalau olahraga untuk kesehatan, tentu ada batasan tertentu. Kalau berlebihan kita akan memaksakan otot-otot yang kecil ini bekerja terlalu keras.
Tapi kalau dari sisi olahraga demi prestasi, itu harus dijalankan. Justru harus melampaui batasan kemampuan. Kalau tujuannya untuk prestasi, sebenarnya nggak ada batasan yang jelas.
Anak harus selalu melampaui batasan kemampuan dia, harus sampai capek, pegal, berkeringat, kalau tidak dia tidak akan berprestasi.
Batasannya yang pertama, apakah anaknya happy atau nggak. Kalau latihannya nggak berat, happy dong. Apakah tepat atau tidak sampai batasan kemampuan tadi.
Kalau sehabis latihan, dia berhari-hari tidak bisa melakukan seperti sebelumnya, berarti sudah berlebihan.
Pola latihan tidak boleh sama. Latihan itu harus personal, harus determine, sesuai dengan tingkat kemampuan.
Sani: Ambisi orangtua bisa jadi alasan, tapi dia harus berhasil membuat anaknya juga berambisi.
Yang susah itu kalau orangtuanya berambisi, tapi nggak berhasil membuat anaknya berambisi. Jadinya timpang, anak akan merasa tertekan.
Sekarang memang banyak jalur-jalur olahraga yang berprestasi dan diapresiasi oleh pemerintah. Salah satunya bisa masuk SMP atau SMA unggulan, atau kuliah di PTN melalui jalur prestasi.
Ini bisa dimanfaatkan agar anak itu juga willing, karena dia merasa ini ada manfaat di kemudian hari.
Jadi orangtua juga bisa berhasil membangun ambisi anak sehingga itu menjadi motivasi anak bukan hanya motivasi orangtua.
Terutama kasih tahu manfaatnya apa, nanti sekolahnya lebih dimudahkannya seperti apa. Pandai-pandai orangtua untuk membangkitkan ambisi itu ke anaknya.
Bagaimana tips bagi orangtua untuk dapat mengenalkan dan memotivasi anaknya menjadi atlet?
Michael: Saya sering melihat orangtua yang mendampingi anaknya dan akhirnya kecewa dengan hasilnya. Konsensus pertama, anak harus menyukai olahraga itu bukan dipaksakan.
Setelah itu, orangtua harus secara jujur melihat bahwa anak saya batas kemampuannya sampai sini. Jadi kalau saya bicara pada orang tua yang mau anaknya menjadi atlet, itu saya berikan rencana a, b, c.
Orangtua harus jujur kalau anak memang tidak mampu, ya tidak usah, cari yang lain, kecuali ini menjadi ego orang tua.
Sani: Pertama, anak dari kecil diperkenalkan beberapa jenis olahraga. Jadi kita bisa melihat talenta dan skill-nya bisa terlihat dari awal.
Kemudian mengarahkan anak dengan cara melibatkan anak dalam kegiatan itu, melalui les-les, perbanyak latihan tapi dengan cara yang fun.
Ketika nanti anak SD, barulah lebih diperkuat lagi, misal dengan ikut lomba. Kalau memang anak itu terbangun semangatnya untuk menjadi atlet, hobinya ke sana, talentanya ada, kenapa nggak masuk ke klub olahraga yang lebih formal.
Tapi semua itu melalui proses. Jadi orangtua tidak boleh memaksa, harus melihat kapasitas anak, memahami anak, dan ada komunikasi dua arah.
Kesimpulan
- Olahraga memiliki manfaat besar dalam mendukung tumbuh kembang anak, baik dari segi fisik, kognitif, maupun psikologis.
- Untuk mengenalkan sejak dini pada balita, orangtua dapat memperkenalkan aktivitas fisik seperti baby gym untuk meningkatkan koordinasi dasar.
- Sementara pada usia SD, anak dapat diajak untuk mengeksplorasi berbagai jenis olahraga dan menekuni yang paling mereka sukai.
- Namun, pastikan bahwa anak merasa senang dengan olahraga, bukan merasa tertekan. Jadi, sebaiknya pastikan orangtua mengetahui minat dan bakat anak.
[embed-health-tool-vaccination-tool]